Halimi Zuhdy
Setiap tahun, Ramadan hadir sebagai Madrasah Kubro—sekolah besar yang mendidik jiwa, melatih kesabaran, dan menguji keimanan. Di dalamnya, umat Islam tidak sekadar menjalankan ibadah puasa, tetapi juga menjalani serangkaian latihan spiritual yang bertujuan menumbuhkan ketakwaan. Namun, seperti halnya sekolah, tidak semua peserta didik berhasil lulus dengan predikat memuaskan. Ada yang meraih "ijazah" ketakwaan, ada pula yang gagal dalam ujian ini.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183). Menariknya, dalam Ayat ini, sebelum kata Tattaqun (تتقون) (agar kalian bertakwa), Allah mendahuluinya dengan La'allah (لعل)—yang dalam bahasa Arab mengandung makna harapan, bukan kepastian. Artinya, tidak ada jaminan bahwa siapa pun yang menjalankan puasa selama sebulan penuh pasti akan menjadi orang yang bertakwa. Puasa bisa berhasil, bisa juga gagal. Demikian juga dengan kuliah di kampus yang ditempuh seorang mahasiswa, bisa berhasil dengan mendapatkan gelar dan ijazah, ada yang gagal.
Tanda-tanda Kesuksesan Ramadan
Lalu, bagaimana cara menilai apakah seseorang telah berhasil dalam madrasah Ramadan? Ali bin Abi Thalib memberikan empat indikator utama ketakwaan: 1) Al-khauf min Al-Jalil (takut kepada Allah yang Maha Agung). Ramadan yang sukses seharusnya menjadikan seseorang lebih sadar akan pengawasan Allah, lebih berhati-hati dalam bertindak, dan menjauhi segala yang diharamkan-Nya. 2) Al-amal bittanzil – Mengamalkan wahyu dalam kehidupan sehari-hari. Ketakwaan tidak berhenti di masjid atau di atas sajadah. Ia tercermin dalam bagaimana seseorang menjalankan ajaran Al-Qur’an dalam pekerjaan, hubungan sosial, dan kehidupan bermasyarakat.
Berikutnya adalah Ar-Ridha bil qalil– Merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang dimiliki. Puasa mengajarkan bahwa hidup tidak selalu tentang memiliki banyak, tetapi tentang mensyukuri apa yang ada. Orang yang bertakwa akan semakin sederhana, tidak rakus, dan tidak tamak terhadap dunia. 4). Al-isti'dad qabla al-rajil– Selalu bersiap menghadapi kematian dan kehidupan akhirat. Ramadan mengingatkan kita bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara. Orang yang berhasil dalam madrasah Ramadan akan semakin sadar bahwa kehidupan sejati ada di akhirat, sehingga ia lebih mempersiapkan diri dengan amal saleh.
Antara Lulus dan Gagal dari Madrasah
Setelah Ramadan berlalu, ada yang membawa perubahan nyata dalam hidupnya—lebih dekat kepada Allah, lebih jujur, lebih disiplin dalam ibadah, dan lebih peduli terhadap sesama. Mereka inilah yang lulus dan mendapatkan "ijazah" ketakwaan. Namun, ada pula yang kembali kepada kebiasaan lama—shalat mulai lalai, bacaan Al-Qur’an berhenti, maksiat kembali dilakukan. Ramadan yang seharusnya menjadi momentum perubahan hanya menjadi rutinitas tahunan yang berlalu tanpa makna. Mereka inilah yang gagal dalam ujian Ramadan.
Menjadikan Ramadan sebagai Titik Balik
Bila Madrasah Ramadan telah usai, tetapi ujian sesungguhnya baru dimulai. Jika setelah Ramadan kita semakin takut kepada Allah, lebih teguh menjalankan perintah-Nya, lebih bersyukur, dan lebih sadar akan akhirat, maka kita telah berhasil. Namun, jika tidak ada perubahan dalam diri kita, berarti kita hanya sekadar berpuasa tanpa meraih esensinya. Maka, mari jadikan Ramadan sebagai titik balik menuju kehidupan yang lebih bertakwa. Sebab, keberhasilan Ramadan tidak diukur dari berapa lama kita menahan lapar dan dahaga, tetapi dari sejauh mana kita berubah menjadi pribadi yang lebih baik setelahnya.
_Wallahu a‘lam Bisshawab._
Tidak ada komentar:
Posting Komentar