السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Senin, 24 Februari 2025

Maaf, Saya "Khilaf"! (Menelisik Kesalahan Kata Khilaf)

Maaf, Saya "Khilaf"! 
(Menelisik Kesalahan Kata Khilaf)

Halimi Zuhdy

Banyak sekali kata bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Indonesia, di antaranya kata "khilaf", "fatwa", "kalimat", "Jumlah" dan "fardlu".  Dan tidak sedikit yang salah paham terhadap kata-kata tersebut, karena dipengaruhi pemahanan bahasa Arabnya, tapi tidak memahami perubahan makna dalam bahasa Indonesia. Seperti kata "kalimat" dalam bahasa Indonesia, dipahami sebagai "kalimat" dalam bahasa Arab, maka ini sudah sebuah kesalahan. 
Dalam bahasa Indonesia, "kalimat" adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki makna lengkap, seperti "Saya belajar bahasa Arab." Sebaliknya, dalam bahasa Arab, كلمة (kalimah) berarti satu kata saja, seperti المدرسة (sekolah) atau يكتب (menulis). Jika ingin menyebut "kalimat" dalam arti bahasa Indonesia, bahasa Arab menggunakan istilah جملة (jumlah). Oleh karena itu, memahami perbedaan ini penting agar tidak keliru dalam menerjemahkan dan mempelajari struktur bahasa Arab dengan lebih baik.

Bagaimana dengan kata "khilaf"? 

Toyyib. Beberapa kali saya mendengar dan juga membaca tulisan orang tentang kalimat yang terdapat kata "khilaf", sehingga tidak ada konsistensi dalam penggunaannya, dan pada akhirnya akan memberikan pemahaman yang keliru. Seperti "dia kyai Khilaf", "maaf saya khilaf", "sudah terjadi khilaf di antara kita", "semoga segala khilafnya diampuni oleh Allah", "maafkan saja, dia khilaf kok", "terjadi khilaf, karena adanya pemahaman yang berbeda". 

Mari kita cek "khilaf" dalam kamus bahasa Indonesia, kemudian nanti tilik juga dalam kamus bahasa Arab. Dalam KBBI; khi·laf artinya keliru; salah (yang tidak disengaja); ke·khi·laf·an n kekeliruan; kesalahan yang tidak disengaja. Sedangkan dalam kamus bahasa Arab, menurut sepengatuan saya (maaf, mungkin terbatas), tidak ditemukan kata "khilaf" yang bermakna "keliru atau salah", yang adalah pertentangan, perselisihan, perbedaan dan lainnya. 

Dalam kamus Bahasa Arab, kata "khilaf" berasal dari akar kata khalafa (خالَفَ), yang berarti "menyelisihi" atau "bertentangan." Secara bahasa (lughah), "khilaf" menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara dua hal, baik dalam pendapat, tindakan, maupun sifat.  

Dalam kamus Ma'ani al-Jami' (معجم المعاني الجامع), kata khilaf memiliki beberapa makna yang berbeda tergantung pada penggunaannya. Sebagai kata benda, "khilaf" merujuk pada perbedaan atau perselisihan antara dua pihak. Misalnya, dalam kalimat "baynahumā khilāf" (بَيْنَهُمَا خِلاَفٌ), kata ini menggambarkan adanya pertentangan atau perselisihan antara dua orang atau kelompok. Selain itu, "khilaf" juga dapat berarti sesuatu yang berlawanan atau kebalikan dari yang diharapkan, seperti dalam frasa "bikhilāfi mā kuntu a‘taqidu" (بِخِلاَفِ مَا كُنْتُ أَعْتَقِدُ), yang bermakna "bertentangan dengan apa yang saya yakini sebelumnya."  

Menariknya, dalam konteks waktu, kata "khilaf" juga digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang datang setelahnya. Contohnya, frasa "ja’a khilāfahu" (جاء خلافه) berarti "datang setelahnya." Ini menunjukkan bahwa kata khilaf tidak selalu bermakna pertentangan, tetapi juga bisa digunakan dalam konteks kronologis.  

Selain dalam makna umum, dalam Mu'jam Al-Ma'ani, khilaf juga memiliki makna khusus dalam ilmu fiqh. Dalam istilah fikih, khilaf merujuk pada perbedaan pendapat yang muncul di antara ulama atau pihak-pihak yang berdebat. Menariknya, dalam diskusi hukum Islam, perbedaan ini tidak selalu harus berlandaskan dalil tertentu. Oleh karena itu, perbedaan dalam hukum fiqh sering disebut sebagai khilaf fiqhi (خلاف فقهي), yang menunjukkan adanya variasi pandangan di antara para ulama dalam memahami suatu hukum.  Ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya makna sebuah kata dalam bahasa Arab, tergantung pada konteks penggunaannya.  

Dari beberapa penjelasan di atas, kalau merujuk kebahasa Indonesia, banyak sekali yang memahami kata tersebut dengan keliru karena rujukannya adalah bahasa Arab, atau juga sebaliknya. Lah, di sinilah pentingnya seorang pembuat kamus bahasa Indonesia untuk memahami bahasa lainnya (selain bahasa Indonesia, asing) yang ketika menyerap bahasa asing tidak terlalu jauh maknanya, atau sekalian dirubah kata-katanya seperti kata "fardhu" (wajib), menjadi "perlu" (penting). 🤩

Allahu'alam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar