السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Kamis, 16 Januari 2025

Kita Lagi Menciptakan Dunia Serba Cepat, dan Stres Juga Cepat 🤩


Halimi Zuhdy

Pagi-pagi saya ditanya oleh supir masjid Jamik, "Ustadz, kok sepertinya, dunia ini bergerak dengan cepat, dan waktu seperti sangat singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya?". 
Saya sedikit termenung. Mencoba membaca dunia yang lagi bergerak dengan cepat, walau sebenarnya kecepatannya mungkin sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi, memang seakan-akan ada percepatan yang terkadang kita ikut arus, bahkan menciptakan arus atau gelombang percepatan itu. Dan kecepatan sudah jadi bagian dari gaya hidup kita hari ini. Apa-apa harus cepat, sigap, dan nggak boleh nunda-nunda. Kita sering banget denger atau bahkan ngomong sendiri kata-kata kayak "sat set," "cepat lebih bagus," atau "buruan dong." Rasanya kalau segala sesuatu nggak selesai dalam waktu singkat, jadi ada yang kurang, atau malah bikin stres.  

Misalnya, pas lagi di tempat kerja, sering banget ada yang bilang, "Kerjain secepat mungkin, ya," atau, "Gas terus, jangan nunggu-nunggu." Semua orang pengen hasil instan, tanpa mikirin apakah keputusan yang diambil udah benar-benar matang. Di sisi lain, di rumah atau dalam kehidupan sehari-hari, ungkapan kayak "langsung action" atau "shortcut aja" juga sering banget keluar. Intinya, nggak ada tempat buat sesuatu yang lambat atau penuh pertimbangan.  

Bahasa gaul atau bahasa sehari-hari kita, yang sering kita pake juga mencerminkan budaya ini. Contohnya, pas ada yang lambat, kita mungkin nyeletuk, "Duh, lama banget sih, buruan dong!" Atau kalau lagi buru-buru, ada yang bilang, "Ngebut aja, biar cepet sampai." Bahkan dalam urusan kecil kayak makan, nggak jarang orang bilang, "Instan aja, yang penting kenyang."  Atau ketika teman mau shalat, "sebentar ya, saya mau shalat". Shalat kok sebentar, dan ingin cepat-cepat selesai.🤩

Ungkapan "waktu adalah uang" makin mempertegas pandangan masyarakat kalau lambat itu nggak ada tempatnya di dunia modern. Kalau ada yang terlalu lama mikir, sering dibilang, "Jangan kelamaan mikir, langsung jalan aja!" Padahal, cepat itu nggak selalu berarti baik. Ada kalanya kita perlu berhenti sejenak, mikir matang-matang, dan nggak asal grusah-grusuh. Rugu kalau lambat🤩

Siapa yang menciptakan cepat? Bukankah kita lagi ingin serba cepat?! Kira-kira kita mengejar apa? 

Buset, "lola banget", "telmi terus"! Ini kata-kata, sering juga digaungkan untuk orang yang seakan-akan berjalan lambat. Kita benar-benar lagi menciptakan kereta cepat, dokar cepat, mobil cepat, nulis cepat, baca cepat, dengar cepat, jalan cepat, kaya cepat, pangkat cepat, jabatan cepat, bahagia cepat dan cepat cepat yang lain, dan tidak ada yang ingin masuk surga dengan cepat?! Kenapa, karena harus mati dulu. Ah ini guyon🤩🥰. Sedangkan, pertemuan yang paling dirindukan oelh orang shaleh adalah kematian. 

Tapi ya, nggak bisa dipungkiri juga kalau budaya ini bikin kita sering banget lupa sama sesuatu yang butuh tenang. Yang penting cepat selesai, nggak peduli hasilnya gimana. Kalau ada orang yang lebih santai atau lambat tapi teliti, malah dibilang "lemot" atau "nggak bisa kerja cepat." Sementara yang kerja cepat tapi asal-asalan sering diapresiasi lebih karena kelihatan produktif.  Benar tidak? Wkwwkwk

Padahal, kalau kita ingat lagi hadis Rasulullah SAW, "At-ta'ajjul minasy-syaithan, wa at-ta'anni minar-Rahman" (Ketergesaan itu dari setan, sedangkan ketenangan itu dari Allah), kita bisa belajar bahwa nggak semua yang cepat itu baik. Ada nilai-nilai keberkahan yang sering hilang karena kita terlalu fokus sama kecepatan.  

Jadi, meskipun dunia ini terus menuntut kita buat bergerak cepat, kita tetap harus belajar buat nge-rem sedikit. Ada kalanya lambat itu lebih baik, selama kita teliti dan penuh pertimbangan. Yang penting bukan soal cepat atau lambat, tapi soal hasil yang berkualitas dan tetap membawa kebaikan, baik buat diri sendiri maupun orang lain. Karena kalau terus-terusan ngebut tanpa arah, ujung-ujungnya cuma capek sendiri tanpa hasil yang memuaskan.

Mari kita lihat! Dunia saat ini bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Segala aspek kehidupan, mulai dari makanan, pendidikan, transportasi, hingga pekerjaan, didesain untuk memenuhi tuntutan efisiensi waktu. Makanan cepat saji menjadi pilihan utama banyak orang karena dianggap praktis, meski sering kali mengorbankan kesehatan. Di bidang pendidikan, program fast track dirancang untuk mempercepat proses belajar dan menghasilkan lulusan dalam waktu singkat. Bahkan dalam perjalanan sehari-hari, mobil tercepat, kereta cepat, dan pesawat modern terus dikembangkan untuk memangkas waktu tempuh, meski hal ini menciptakan tekanan untuk selalu bergerak tanpa henti.  

Dampak budaya serba cepat ini jelas terlihat. Banyak orang mengalami stres, kelelahan, dan kehilangan momen untuk merenung. Kehidupan yang penuh tekanan ini mengancam keseimbangan fisik, mental, dan spiritual manusia.  

Pada akhirnya, kita harus belajar mencari keseimbangan. Kecepatan memang dibutuhkan untuk efisiensi, tetapi kecepatan yang tidak terkendali akan mengorbankan nilai-nilai esensial kehidupan. Seperti prinsip yang diajarkan Islam, kita harus mengutamakan "tepat waktu" daripada "tergesa-gesa." Dunia boleh saja terus bergerak cepat, tetapi manusia harus tetap menjaga ketenangan, kehati-hatian, dan keberkahan dalam setiap langkahnya.

Yang menarik! Mari kita perhatikan ajaran agama. 
Indah sekali ajaran Islam, dalam setiap gerak ibadahnya, ada hening, senyap, dan harmoni. Dalam gerak hidupnya ada puasa, dalam puasa terselip i'tikaf, dalam i'tikaf tersua tuma'ninah. 

Dalam Shalat, ada gerak; takbir, rukuk, sujud, i'tidal dan tahiyyat, tapi dalam geraknya terselip tuma'nina.

Dalam haji, ada gerak; thawaf, jumrah, dan sa'i, tapi ia harus berhenti (wuquf), berlanjut mabit (bermalam dan diam) di muzdalifah dan mina, semuanya harmoni gerak dan diam. Indah sekali. 

Untuk menjadi kupu-kupu yang membunga warna, terbang mengejar kumbang, ia bermula puasa, beri'tikaf dalam kepompong, bertafakkur dalam dengkur, melihat alam dalam senyap. Dari menjijikkan ketika meng-ulat, menghilang (i'tikaf) tuk bertadaabur, kemudian bertebar ke alam menemui bunga-bunga (takbir kemenangan). 

I'tikaf, tidak hanya diam dalam masjid, tapi dia berfakkur, mentuma'ninakan hati, menjauhkan diri dari hiruk pikuk kefanaan harta, jabatan, dan kemeriahan dunia. 

Ia i'tikaf, diam, mensucikan mulut dengan dzikir dan Al-Qur'an, menirmalakan hati dari; iri, dengki, sombong, riya', suud dhan, dan syahwat.

***
Tidak salah Sat-Set, tapi harus mampu belajar untuk tumakninah, iktikaf, thawaf. 

Kira-kira terus berburu dengan cepat, apa yang kita cari?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar