Halimi Zuhdy
Saya tertarik apa yang disampaikan oleh Dr. M. Nuri Al-Mausuri dalam Tahqiq Al-Makhthut tentang sebuah kitab yang mengulas tentang kekesalan seorang guru pada murid atau santrinya. Bahwa, guru yang mengeluhkan muridnya sudah ada sejak dahulu. Kenakalan muridnya yang keterlaluan dan tidak karu-karuan ditulis di dalamnya. Kalau saat ini, juga tidak sedikit pelajar yang "kurang ajar" pada gurunya. Coba cek berita-berita yang sangat mengerikan, bagaimana perilaku murid pada gurunya.
Walau ada ungkapan "tidak ada murid yang salah, hanya saja belum mendapatkan jalan menuju kebaikan", ada juga "tidak ada murid yang bodoh, hanya belum mendapatkan guru yang tepat baginya". Tapi, pada kenyataannya ada murid yang nakal, nyakitin, ngeselin, dan berperilaku buruk. Terus bagaimana?!. Lah, ini yang akan dilirik dalam tulisan ini.
Pada prinsipnya, kata Dr. Nuri seorang murid (pelajar) yang menghormati dan memuliakan guru adalah tanda luhur seorang pelajar sejati. Pelajar yang baik seharusnya menunjukkan rasa setia dan penuh hormat terhadap gurunya (ihtiram), menjaga kehormatan gurunya (muwaqqaran), membela dari tuduhan (hafidhan li ghaibihi), serta menyembunyikan kekurangan yang mungkin ada (satiran lizallatihi).
Keluhan para ulama terhadap murid mereka bukanlah hal baru. Sejak zaman dahulu, berbagai pengajar telah menghadapi tantangan ini. Dalam karyanya, الهدية الغريبية لطالبي حقائق التحفة الوردية, Ahmad bin Mufarraj al-Bursawi (wafat 1039 H) menyampaikan rasa kecewanya terhadap beberapa murid yang pernah dia didik. Bahkan, ia memohon perlindungan Allah dari "شيطان الطلبة"—setan yang merasuki para pelajar yang ia habiskan seluruh usianya untuk mendidik dan mengajarkan ilmu.
Dalam kitabnya, tampaknya, keluhan beliau bukan sekadar ungkapan emosi semata, melainkan bersumber dari pengalaman pahit yang ia alami. Terlihat dari kata-katanya yang penuh kepedihan, beliau mengutuk perilaku buruk yang diterima para guru dari murid mereka, seolah-olah para murid tersebut telah mengkhianati amanah keilmuan yang diberikan kepada mereka. Baginya, seorang guru tak ubahnya seperti seorang ayah. Maka, bagi murid yang tidak menghargai gurunya, ia berharap agar Allah memberikan hukuman di dunia dan akhirat.
Dengan penuh kerendahan hati, ia juga mengingatkan para pembaca agar memperbaiki kesalahan dalam karyanya hanya jika mereka benar-benar kompeten dalam bidang tersebut, bukan hanya sekadar mengkritik tanpa pemahaman mendalam. Seperti bait puisinya yang berkata:
وكم من عائبٍ قولاً صحيحاً وآفتُهُ من الفهمِ السقيمِ
Betapa banyak orang yang mengkritik ucapan benar hanya karena pemahamannya yang keliru. Al-Bursawi meminta perlindungan dari "setan-setan murid" yang lebih suka mengkritik daripada memahami, yang meremehkan ilmu dan mengingkari jasa para guru. Di akhir doanya, ia memohon kepada Allah untuk segera mengabulkan doa tersebut bagi para murid yang tidak menghormati gurunya.
وأنا أعوذُ باللهِ تعالى من شياطينِ الطلبةِ الذين يُمرضونَ الصحيحَ ويصحّحونَ السقيمَ... فتأمّلْ يا أخي في طلبةِ هذا الزمانِ الذين ابتُلُوا بالحرمانِ؛ لعدمِ رعايةِ حقّ آباءِ التعليمِ سلّط اللهُ جل جلالُهُ على من أساءَ الأدبَ منهم في حقّ معلمِهِ في الدارينِ العذابَ الأليمَ دعاءَ من ذابتْ في نصحِهم مهجتُهُ، وانسكبت من مكابدةِ الشدائدِ لتعليمهم عبرتُهُ، مفتَتحاً بالصلواتِ، واسمِ شديدِ العقابِ، فلا يُتوهّم أنّه دعاءٌ غيرُ مجابٍ، بل هو –واللهِ- قطعيّ القبولِ، واللهُ في تعجيلِهِ أكرمُ مسؤولٍ
"Dan aku berlindung kepada Allah Yang Maha Tinggi dari setan-setan pelajar yang merusak hal-hal yang benar dan membenarkan hal-hal yang salah". Renungkanlah, saudaraku, tentang para pelajar di masa ini yang diuji dengan kehilangan keberkahan karena mereka tidak menghormati hak para 'ayah' pendidikan (guru). Semoga Allah Yang Maha Agung menimpakan azab yang pedih di dunia dan akhirat bagi mereka yang berbuat tidak sopan terhadap gurunya, sebagai doa dari seseorang yang jiwanya telah habis dalam menasihati mereka, dan air matanya tercurah dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam mengajar mereka. Ia memulai doanya dengan selawat dan menyebut nama Allah Yang Maha Keras siksaan-Nya, sehingga jangan dianggap bahwa doa itu tidak akan dikabulkan—bahkan, demi Allah, doa itu pasti diterima, dan Allah dalam mempercepatnya adalah sebaik-baiknya Yang Diminta."
Pernyataan tersebut adalah gambaran getir seorang guru yang merasa dikhianati. Baginya, doa ini tidak hanya sekadar harapan, namun merupakan peringatan agar para murid menjaga adab terhadap guru yang telah memberikan ilmu dan waktunya demi kebaikan mereka.
Ya Allah, mudah-mudahan guru-guru kami rela atas kami 😭🤲 Dan murid-murid kami diberikan kebaikan.
****
Terus ada yang ngomong, "kok ada ya guru kayak gitu?", terus dibalas juga "kok ada ya, murid yang jahat seperti itu sama gurunya". Dan seterusnya!
****
Maka, harus selalu sama koreksi diri, baik guru/dosen/ustadz (pengajar) dan juga siswa/mahasiswa/santri (pelajar) atas perjalanannya dalan proses belajar mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar