السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Minggu, 08 September 2024

Menilik Tupoksi Suami dan Kata "Qawwamuna"

Halimi Zuhdy

"Ah, tugas suami itu cari nafkah dowang" kata Pak Busil, "Kalau istri dan anak saya sudah tercukupi, semuanya menjadi tenang. Urusan pendidikan ada sekolah dan pesantren, tinggal bayar, beres". Sambil tersenyum simpul. 

Peran suami dalam keluarga jauh melampaui sekadar pencari nafkah. Meskipun memberikan nafkah adalah salah satu tanggung jawab penting seorang suami, perannya tidak boleh dibatasi hanya sebagai 'buruh' yang sekadar mencari uang dan kemudian melupakan tanggung jawab lainnya. 
Bila seorang suami hanya berfokus pada aspek material dan mengabaikan aspek emosional, spiritual, dan moral dalam keluarganya, maka apa bedanya dia dengan seorang pekerja yang hanya memenuhi tugas pekerjaan tanpa ikatan emosional dan tanggung jawab moral terhadap rumah tangga? (Kajiannya, di Lil Jamik)

Seorang suami tidak hanya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga, tetapi juga harus terlibat aktif dalam membina hubungan yang harmonis dengan istri dan anak-anaknya. Ia harus menjadi pemimpin yang bijaksana (imam), yang mendidik dan mengarahkan keluarganya menuju kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama, serta menjaga agar keluarga terhindar dari pengaruh negatif yang dapat merusak keutuhan rumah tangga. (Keluarga sakinah, www halimizuhdy com)

Seorang suami memiliki tanggung jawab yang besar dalam keluarganya, yang tercermin dalam konsep "qawwamuna 'ala al-nisa’" (قوامون على النساء) yang disebutkan dalam Al-Qur'an, Surah An-Nisa ayat 34. Ayat ini menggarisbawahi bahwa laki-laki, sebagai suami, adalah pemimpin dalam rumah tangga. Peran ini bukan sekadar kedudukan atau otoritas, tetapi juga tanggung jawab besar untuk melindungi, membimbing, dan mendukung keluarganya secara fisik, emosional, dan spiritual.

Kata "qawwamuna" berasal dari akar kata "qama" yang berarti berdiri atau tegak, dan dalam konteks ini, menunjukkan bahwa seorang suami harus berdiri tegak sebagai penjaga dan pelindung istri dan keluarganya. Peran ini mencakup memberikan nafkah, menjaga keamanan, serta memimpin keluarga menuju kebaikan dan keselamatan.

Ayat lain yang relevan adalah "qu anfusakum wa ahlikum nara" (قوا أنفسكم وأهليكم نارا) yang artinya "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." Ini menekankan bahwa seorang suami harus memastikan keselamatan spiritual keluarganya, dengan menuntun mereka dalam menjalankan ajaran agama, menjauhkan dari kemaksiatan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tanggung jawab ini tidak hanya terbatas pada diri sendiri, tetapi juga melibatkan istri dan anak-anak, agar mereka senantiasa berada di jalan yang benar.

Keberhasilan atau kehancuran sebuah keluarga sangat erat kaitannya dengan peran suami sebagai pemimpin. Seorang suami yang menjalankan peran qawwam dengan penuh tanggung jawab akan membawa keberkahan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Ia menjadi teladan bagi anak-anaknya dan memelihara hubungan yang baik dengan istrinya, sehingga keluarga tersebut menjadi unit yang kuat dan harmonis. 

Sebaliknya, jika seorang suami lalai atau menyalahgunakan peran kepemimpinannya, hal ini dapat menjadi penyebab utama keretakan dan kehancuran keluarga. Keluarga yang tidak mendapatkan bimbingan dan perlindungan yang seharusnya dari seorang suami mungkin akan menghadapi berbagai kesulitan, baik dalam kehidupan duniawi maupun dalam hal spiritual.

Oleh karena itu, seorang suami memegang kunci keberhasilan keluarganya. Melalui peran dan tanggung jawab yang ia emban, ia dapat membangun keluarga yang bahagia dan selamat, baik di dunia maupun di akhirat.

Bagaimana dengan Tupoksi Istri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar