Senin, 30 September 2024

Makna dan Asal Kata "Bisyarah"


Halimi Zuhdy 

Bisyarah. Ia bukan seorang wanita, dan juga bukan seorang laki-laki. Di Indonesia, selalu dikaitkan dengan amplop, gaji, dan uang. Kalau mendengar kata "bisyarah", isinya kelihatannya tidak banyak, hanya sekitar 100-300 ribu. 😁. Biasanya diberikan pada guru diniyah, dan guru TPQ. (Ini, yang perlu diperjuangkan).😁. Dapat bisyarah berapa pun, guru TPQ dan Guru ngaji sepertinya tidak "mengeluh". 
Lah, kembali pada kata "Bisyarah". Ia tidak jelas, tapi paling ditunggu bagi orang-orang tertentu, kadang juga tidak dipedulikan bagi orang-orang tertentu. Ada dan tidaknya, sebenarnya biasa saja. 

Yuk. Lihat asal kata aslinya. Bisyarah, itu dari bahasa Arab. Dalam Al-Qur'an banyak sekali, dengan bentuk yang berbeda-beda. Asal katanya basyara, bisyarah itu kata tunggal sedangkan jamaknya bisyarat wa basyair. Artinya adalah khabarun syarr wa mufrih (kabar gembira). 

Dalam Ensiklopedia Syariah, kata بشارة termaktub sebagai "Setiap kabar yang benar dan baik yang dapat mengubah raut wajah menjadi lebih baik dan lebih indah. Seperti firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira (يبشر) kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar." (Al-Isra: 9). Dan sabda Nabi ﷺ: "Permudahlah, jangan mempersulit, berilah kabar gembira, dan jangan membuat orang lari." (HR. Bukhari: 69). (Al-jurjani).

Maka, bisyarah. Tidak harus uang, bisa juga hadiah mobil. Sepeda motor. Atau juga dianter atau dijemput lesawat jet dan dikawal polisi, benar Yai Ma'ruf Khozin . Yang penting wajah, berbunga-bunga bahagia. 

Lah, istilah "bisyarah" secara bahasa (التعريف اللغوي) adalah  kabar yang dapat mengubah raut wajah, baik itu dalam keadaan bahagia maupun sedih. Namun, secara umum kata ini digunakan dalam konteks kebaikan. Oleh karena itu, dikatakan: "Aku memberi kabar gembira kepada seseorang" (أبشرت الرجل), atau "Aku menyampaikan kabar gembira kepadanya" (بشرته), yang berarti aku memberitahunya tentang sesuatu yang menggembirakan. Istilah ini disebut demikian berasal dari kata "bisyir" yang berarti kebahagiaan, karena kabar gembira menampakkan ekspresi wajah yang ceria dan kebahagiaan seseorang. Bentuk jamak dari bisyârah adalah bisyârât dan basyâ’ir.

Pokoknya bahagia, walau banyak 😁. Eh, walau sedikit. Intinya bahagia. Kalau saya sendiri (jujurli), bisyarah (amplop) tidak pernah dilirik, mungkin pas pulang saja. 😁. Jarang dihitung. Ada dan tidak ada amplop, biasa saja. Asalkan masih ada bengsin itu hadir ke undangan. Benar kah gus Yaser Muhammad Arafat 

Untuk para dai, kalau ada ya jangan ditolak, kalau tidak mau diambil, sedekahkan lagi ke masjid atau madrasah. Kalau mau, maka tidak usah hitung-hitungan, asalkan masih rasional, ngoten geh? Gus Ahmad Husain Fahasbu

Apalagi pakek tarif. Waduh, bahaya. Kapan berjuangnya.😔. Dan menariknya, kalau bisyarah tidak cukup, atau sedikit, atau bahkan tidak diberi sama sekali oleh pengundang, maka yakinlah akan diberi ganti oleh Allah di tempat lain dan bisa berupa hal lain; keluarga bahagia, sehat, tiba-tiba dikasih umroh atau apa pun, walau tidak berharap, tapi Allah itu sangat rahim dan ghani, manyansurullah yansurkum.

Tapi, perlu dicatat dengan baik "bagi lembaga atau orang yang mengundang, harus memperhatikan yang diundang, bukankah tamu adalah raja?. Kalau da'i, ia bukan raja, tapi ia bagian dari pemberi maughidhah, minimal dihitung berapa biaya pp-nya dan mungkin kotak berkat untuk keluarganya".

***
Gambar hanya pemanis. Setelah menulis tulisan di atas tentang "Bisyarah", satu jam kemudian kok dilalah dapat bisyarah (bisyaroh), lumayan😁 bisa buat beli refrensi 📚

Tidak ada komentar:

Posting Komentar