Halimi Zuhdy
Sabang. Daerah paling ujung di Indonesia. Kilometer 0 Indonesia. Tempat ini, bukan hanya menawarkan "0" kilometer. Tapi, ia menwarkan berbagai keunikan dan keindahan. Dan yang unik, asal kata "Sabang" berasal dari Bahasa Arab, "Shabag".
"Shabag," yang berarti gunung meletus. Ini mungkin karena dulu banyak gunung berapi aktif di sana, seperti yang terlihat pada gunung berapi Jaboi dan gunung berapi bawah laut Pria Laot. Sekitar tahun 301 SM, ahli geografi Yunani Ptolomacus berlayar ke timur dan berhenti di pulau Weh di mulut Selat Malaka, lalu menyebutnya Pulau Emas dalam peta pelaut (halaman resmi Sabangkota). Tapi, ketika saya menempuh perjalanan kemarin, bersama salah satu pegawai pemerintahan di Sabang, bu Zu, ia bercerita tentang sertifikat Sabang, dan bagaimana presiden Habibi mempopulerkan kembali dan juga meresmikan pulau Sabang. Dan kata beliau, "Sabang" artinya adalah "sama". Entah, apa yang maksud dengan "sama", belum saya tanyakan kembali lebih luas.
"Sabang" pertama saya dengar dari sebuah nyanyian "dari Sabang sampai Merauki, berjajar pulau-pulau". Dari ujung barat Indonesia sampai ujung timur Indonesia. Semua orang kagum. Indonesia sangat keren dan luar biasa, apa yang tidak disyukuri oleh orang yang berada di negeri yang penuh dengan keindahan ini. "Fabiayyi ala irabbikuma tukadziban, nikmat yang mana lagi yang kamu dustakan".
Prof. Dr. Musthafa Al-Misri, sangat kaget. Ketika saya cerita, bahwa dari Aceh ke Jakarta saja, butuh waktu 3.39 menit, dan 45 jam (2.319,9 km)
lewat Jl. Lintas Sumatra. "Indonesia adhim", Indonesia itu sangat luar biasa dan besar.
Dalam laman yang sama, bahwa Pada abad ke-12, pelaut Sinbad dari Sohar, Oman, berlayar melalui Maladewa, Kalkit (India), Sri Lanka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Ia berhenti di Pulau Emas, yang kini dikenal sebagai Pulau Weh. Nama "Weh" berasal dari bahasa Aceh yang berarti "pindah," mengacu pada legenda bahwa pulau ini pernah bersatu dengan Sumatra sebelum terpisah, kemungkinan akibat letusan gunung berapi. Sebagian warga Gampong Pie Ulee Lheueh juga mengisahkan bahwa Pulau Weh dulunya tersambung dengan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Pada awal 1900-an, Sabang adalah desa nelayan dengan pelabuhan yang berkembang setelah Belanda membangun depot batubara, memperdalam pelabuhan, dan meningkatkan infrastruktur, hingga mampu menampung 25.000 ton batubara. Kapal-kapal dari berbagai negara singgah di Sabang untuk mengisi batubara dan air segar. Sebelum Perang Dunia II, pelabuhan Sabang lebih penting daripada Singapura, namun dengan munculnya kapal bertenaga diesel, Sabang mulai terlupakan (berbagai marja').
Toyyib. Sabang juha dijuluki "Kota Seribu Benteng" karena terdapat banyak peninggalan benteng peninggalan Jepang dari masa Perang Dunia II. Benteng-benteng ini menjadi saksi bisu sejarah dan menambah daya tarik wisata Pulau Sabang, tapi saya tidak sampai berkeliling di tempat ini, hanya menyaksikan meriam-meriam yang masih utuh, seakan-akan siap memuntahkan rindu.he.
Oh ia, perjalanan ke Sabang tak lengkap tanpa mengunjungi Tugu Kilometer Nol, ikon wisata yang menandakan titik paling barat Indonesia. Berdiri kokoh di atas bukit, tugu ini menjadi saksi bisu perpaduan lautan biru, sesekali terlihat hijau, ketika saya menyusuri pantai dengan sederhana, menghadirkan panorama yang memukau. Di sini, para wisatawan dapat merasakan sensasi berada di ujung barat Tanah Air, membangkitkan rasa cinta tanah air dan semangat untuk menjelajahi lebih jauh. Keren banget.
Perjalanan sehari, memang tidak banyak yang bisa saya kunjungi, tapi ketika masuk di pulau Rubiah, saya banyak mendapati keindahan-keindahan luar biasa. Sesekali, mendengarkan nahkoida bercerita tentang pulau ini, "Pantai berpasir putih yang halus, air laut biru jernih bagaikan kristal, dan gugusan pulau karang yang menawan menghadirkan panorama yang memanjakan mata, coba bapak-bapak lihat ke bawah, ikan-ikan seperti damai sekali. Keindahan alam bawah lautnya pun tak kalah memukau, dengan terumbu karang yang masih terjaga dan berbagai spesies ikan yang berenang bebas. Bagi para pecinta diving dan snorkeling, Sabang adalah surga yang tak boleh dilewatkan" katanya, ia menambahkan "tapi, karang-karang ini rusak, karena tsunami, butuh 60-100 tahun lagi untuk kembali seperti semula".
Saya diajak diving dan snorkeling oleh seorang Bapak yang membawa kita ke pulau Rubiah (tentang Rubiah, ada edisi khusus), tapi saya tidak mau, selain waktunya yang tidak cukup berlama-lama, ada yang paling penting untuk saya cari, yaitu; karantina haji, sejarah Siti Rubiah, dan dua makam panjang yang ada di pulau itu. Alhamdulillah, tujuan utama saya tercapai, asrama haji, karena kisah ini pernah saya tulisan dalam buku saya, Sejarah Haji dan Manasik. Tapi, ketika menatap asrama tersebut, sedih. Hanya nama dimonomen, dan bangunan yang tidak terawat, rusak sangat parah. Semoga, suatu saat nanti, ia menjadi cagar budaya dan dirawat reruntuhannya.
Tadabbur Aceh, Part# 6
Pulau Sabang, 19 Mei 2024
***
Maaf, menyimpan Foto sebagai dokumen juga🤩
Tidak ada komentar:
Posting Komentar