Selasa, 14 Mei 2024

Menilik Polemik Musik dan Syi’ir Arab


#3 PolemikMusikSyiir

Halimi Zuhdy

Terkait dengan polemik musik dan syi'ir yang masih terus bergulir, penulis tidak akan masuk ke subtansi pembahasan dan kemudian masuk pada ranah hukumnya, hanya melihat sepintas, mengapa terjadi perdebatan tersebut?, karena penulis perhatikan dari berbagai tanggapan,perbedaan, dan perdebatan adalah pada berbedaan definisi musik dan syi’ir itu sendiri. Andai, definisi musik dan syi'ir Arab sudah dibatasi dan disepakati oleh mereka, maka akan menemukan titik temu yang jelas. Kalau terkait hukum musik mulai dulu sudah jelas, terdapat perbedaan padangan ulama,; haram, mubah, dan halal. Itu pun masih diperselisihkan, kapan menjadi halal, kapan menjadi haram, demikian juga dengan mubah.? 
Tulisan ini, penulis tertarik untuk memulainya dengan sebuah hadis tentang syi'ir, riwayat Muslim nomor 4193

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ الثَّقَفِيُّ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ يُحَنِّسَ مَوْلَى مُصْعَبِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ إِذْ عَرَضَ شَاعِرٌ يُنْشِدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذُوا الشَّيْطَانَ أَوْ أَمْسِكُوا الشَّيْطَانَ لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ رَجُلٍ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا

Telah menceritakan kepada kami (Qutaibah bin Sa'is Ats Tsaqafi); Telah menceritakan kepada kami (Laits) dari (Ibnu Al Had) dari (Yuhannas) budak Mush'ab bin Az Zubair dari (Abu Sa'id Al Khudri) dia berkata; "Ketika kami sedang berjalan bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di 'Arj, tiba-tiba datang seorang penyair bersenandung. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tangkap setan itu! Sesungguhnya perut orang yang dipenuhi muntah lebih baik daripada perut yang penuh dengan sya'ir (sajak)." Pengambilan hadis ini, terinspirasi dari status KH. Ma'ruf Khozin 

Lah, terkait dengan kata “syi’ir” pada hadis di atas, apa yang kita pikirkan?, kalau kita artikan syi'ir Arab (puisi) secara istilah dan itupun masih menurut pendapat salah satu penyair (ulama), yaitu syi’ir adalah suatu kalimat yang berirama dan bersajak, yang diungkapkan tentang suatu khayalan yang indah dan juga melukiskan sebuah kejadian. Atau dalam bahasa Arabnya;

الشعر هو الكلام الموزون المقفى المعبر عن الأخيلة البديعة والصور المؤثرة البليغة

Dan masih banyak definisi lainnya tentang syi’ir Arab dalam buku-buku sastra Arab, itu pun masih tergantung pada pembagiannya; ada syi'ir mursal, hurr, syi'ir multazim.

Apa yang dimaksud "syi’ir" dalam hadis di atas? Kalau kita benar-benar konsisten dengan kata “syi’ir” di atas, maka hukum dari syi’ir adalah haram. Syi’ir apa pun itu. Menulis, membaca, mendendangkannya juga haram. Kalau kita hanya terpaku pada sebuah kata lo! “Syi’’ir”. Dan, apalagi ada yang mengartikan syi'ir di atas dengan nyanyian atau musik, maka pasti berdampak hukumnya dan pasti akan diperdebatkan. 

Apa yang akan terjadi, maka semua kata yang ditulis indah dan masuk katagori syi’ir maka hukumnya adalah haram. Atau sesuatu yang terkait dengan syi'ir adalah haram. Tapi, benarkah kata syi'ir itu adalah syi'ir yang hanya sebuah tulisan dan berqafiyah (irama) itu masuk katagori haram?. Lah, ini kemudian berkembang, bukan ada syi'irnya tetapi ada aktifitasnya (dampaknya). Sama dengan "sikkin" (pisau), misalnya ada kalimat "lebih baik memakan darah, dari pada memegang pisau!" Kalau kita artikan pisau secara harfiah, maka semua pisau jelek. 

Bagaimana dengan syi'ir, buktinya tidak ada ulama yang mengharamkan syi’ir secara definisi. Beda lagi dengan syi’ir yang ditarik pada ranah lainnya, mengapa hadis itu muncul. Dalam maktabah syamilah, mengapa syi’ir kemudian tidak baik (buruk, haram), maka dijelaskan demikian;

“Oleh karena itu, ketika kalian melihat seseorang yang sangat menyukai syi’ir (puisi)- bahkan syi’ir itu sangat bagus – tapi dia menghabiskan waktunya, siang dan malam untuk membaca dan menulis puisi, menghadiri pertunjukan, membuat rima, dan sebagainya. Dan hidupnya siang dan malam, dan mungkin bertahun-tahun telah berlalu dalam hidupnya seperti ini, dan dia tidak pernah berpikir untuk mengambil Al-Qur’an di tangannya dan membacanya. Maka, orang ini, meskipun kita akui bahwa dia menulis puisi yang bagus, dia tercela karena hal itu membuatnya lalai dari mengingat Allah, dan lalai dari firman Allah SWT. Maka kejelekkan itu datang di sini - dan saya katakan: hanya kejelekkan - karena puisi ini, meskipun bagus, telah membuatnya lalai dari Kitab Allah dan dari sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan jika puisi itu jelek, maka itu haram; karena pertama, itu jelek dalam dirinya sendiri, dan kedua, itu membuatnya sibuk - dari mengingat Allah.Dan saya telah mengatakan di awal ceramah: para ulama berbeda pendapat tentang puisi: ada yang memujinya secara mutlak, dan ada yang mencelanya secara mutlak. Tapi yang benar adalah apa yang akan datang”.(Maktabah Syamilah). 

Ini yang penulis maksud, maka kata “syi’ir” saja masih terus menjadi perdebatan, ini belum masuk kepada definisi secara luas, yang kemudian ada yang mengartikan atau menyamakan, atau memasukkan iqa’ (musik) dalam syi’ir, belum lagi perbedaan iqa’ dan musik (apakah sama?), belum lagi macam-macam syi'ir yang ada 15 macam (bahkan lebih), belum lagi syi'ir dengan sinonimnya (rujuk tulisan sebelumnya).

Terus definisi syi'ir yang tepat, benar dan jelas seperti apa?, lah disinilah membutuhkan pembacaan hati dan pikiran yang luas (tidak merasa paling dahsyat). 

Sebelum penulis menjelaskan musik, mari kita lihat sekilas dua perbedaan mendasar, walau hal ini masih menjadi perbedaan;

Secara umum syi’ir (puisi) dan musik merupakan dua bentuk seni yang sama-sama indah dan mampu membangkitkan emosi pendengarnya. Meskipun memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran, keduanya memiliki perbedaan yang jelas dalam cara penyampaiannya. Berikut adalah beberapa poin penting yang membedakan puisi dan musik (ini secara umum lo). 

Medium (al-wasilah)
1. Syi'ir, menggunakan kata-kata yang tersusun rapi dan penuh makna.
2. Musik, menggunakan nada, melodi, dan irama yang disusun untuk menghasilkan bunyi yang indah.

Struktur (al-bunyah)
1. Syi'ir, memiliki struktur yang lebih terdefinisi, seperti bait, rima, dan irama.
2. Musik, memiliki struktur yang lebih fleksibel, tidak terikat pada aturan baku.

Penyampaian (taqdim)
1. Syi'ir, biasanya dibaca atau dideklamasikan dengan suara.
2. Musik, biasanya dimainkan dengan menggunakan alat musik atau dinyanyikan dengan suara.

Penafsiran (ta’wil, at-tafsir)
1. Syi'ir, maknanya lebih spesifik dan mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang lugas.
2. Musik, maknanya lebih ambigu dan terbuka untuk interpretasi karena tidak terikat pada bahasa.

Fungsi (al-wadhifah)
1. Syi'ir, dapat digunakan untuk bercerita, melukiskan gambaran, menyampaikan pesan moral, atau membangkitkan emosi.
2. Musik, dapat digunakan untuk menghibur, menari, mengiringi ritual, atau mengekspresikan emosi.

Syi'ir dan musik adalah dua bentuk seni yang indah dan memiliki kekuatannya sendiri. Syi'ir lebih fokus pada makna dan penyampaian pesan melalui kata-kata, sedangkan musik lebih fokus pada melodi dan irama untuk membangkitkan emosi. Keduanya dapat dinikmati dan diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap individu.

Lah, karena ketidakjelasan definisi, maka syi’ir, dianggap maknanya luas, bisa merujuk pada puisi, syair, nyanyian, dan bahkan teks dengan rima dan irama. Sedangkan musik, sering disalahartikan sebagai alat musik, padahal merujuk pada bunyi yang dihasilkan. Dan, selama mempunyai definisi sendiri-sendiri, dengan rujukan masing-masing, maka tidak akan pernah ditemukan titiknya. Ia akan terus berhadapan dengan koma dan koma. 

Lanjut #4 Polemik Musik dan Syi’ir

*Guru Ilmu Arudh dan Qawafi, penulis Fann Kitab al-Syi'ir al-Arabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar