(Sebuah Kajian "Ndas" Sederhana)
Halimi Zuhdy
Satu arti tapi memiliki makna yang berbeda. "Ndasmu" adalah bahasa Jawa, yang beberapa hari ini lagi viral. Kata ini, bukan kata baru, sejak bahasa Jawa lahir (mungkin), kata ini sudah ada. Andai kata "ndas" lahir ketika bahasa Jawa lahir (kuno), maka diperkirakan 13 abad yang lalu sudah lahir. Tapi, pasti tidak se-viral hari ini, mengapa?. Banyak faktor. Apalagi kata ini, diucapkan seorang tokoh publik, dalam kondisi hangat-hangatnya politik, suasa hingar bingar mencari simpati, rating paling moncer, dan diinisiasi dengan kegemoyan. Dan yang paling penting, sehingga kata ndasmu itu viral, adalah tekanan suara. Berbeda, kalau diucapkan dengan kata lembut, "Ndasmu" (berdayu-dayu, sambil senyum).
Pada judul tulisan ini, "Ndasmu, Ro'suka, Your Head, Kepalamu", walau satu arti (kepalamu), memiliki makna yang berbeda. Kata yang sama, yang diucapkan dalam kondisi berbeda, bisa menghasilkan makna yang berbeda. Apalagi dalam bahasa yang berbeda?!. Bahasa setiap daerah memiliki perbedaan, baik dalam hal struktur, tata bahasa, maupun makna.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor geografis, sejarah, dan budaya. Seperti kata "kontol" (kemaluan laki-laki, maaf), diucapkan pada anak kecil, ia tidak marah, "Nak kontolmu!", berbeda kalau diucapkan pada orang dewasa apalagi dalam kondisi marah. Maka, bisanya yang keluar hewan-hewan di taman Safari. Dalam bahas Arab, "Dzakar", biasa sekali termaktub dalam banyak kitab, tetapi kalau diucapkan "dzakaruka" pada waktu tertentu, akan menimbulkan hura-hara.wkwwk
Dalam bahasa Indonesia, kata "kepalamu" memiliki arti "bagian tubuh yang berada di atas leher dan di bawah rambut". Kata ini bersifat netral, dan dapat digunakan dalam berbagai konteks. Namun, dalam bahasa Jawa, kata "Ndasmu" dapat memiliki makna yang berbeda. Kata ini dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa marah atau kesal. Misalnya, jika seseorang berkata "kepalamu!" kepada orang lain, maka orang tersebut sedang marah atau kesal kepada orang tersebut.
Perbedaan makna ini disebabkan oleh perbedaan budaya. Dalam budaya Jawa, kepala dianggap sebagai bagian tubuh yang sakral. Oleh karena itu, menyebut kepala orang lain dengan sembarangan dianggap sebagai hal yang tidak sopan. Maka, kepala di Jawa, juga di Madura, dan di beberapa tempat dan beberapa negara, selalu ditutupi. Di Jawa ditutup dengan balngkon, di Madura odeng, dan di Indoensia "songkong", menjadi Songkok Nasional, dengan warna hitam, dan berbentuk lonjong. Mengapa? (Jawabannnya di IG @halimizudhy3011) atau di YT (Lil Kamik).
Dan contoh seperti "Ndasmu" sangat banyak sekali. Maka, yang menjadi persoalan bukanlah kata-katanya, karena kata itu lahir untuk melengkapi kalimat dan keinginan si pembecara. Maka, tidak ada kata-kata yang lahir, salah alamat. (Baca kajian penulis tentang, asal kata "Jancuk!" di www. halimizuhdy. com.
Oh ia, ada contoh lagi, dalam bahasa Indonesia, kata "anjing" memiliki arti "hewan peliharaan yang termasuk dalam keluarga Canidae". Namun, dalam bahasa Jawa, kata "asu (anjing)" dapat memiliki makna yang negatif, yaitu "orang yang tidak baik". Dan dalam bahasa Arab, "Kalb", juga tergantung kondisi di mana kata kalb digunakan, bisa dibuat misuh, cacian, makian, atau hanya menyebut hewan saja.
Bagaimana dengan "Ra'suka" (kepalamu) dalam bahasa Arab, atau dalam bahasa Inggris "Your Head"?. Lah, kata ini baik-baik saja (maknanya) tidak berpengaruh walau diucapkan dalam kondisi marah, wong hanya kepala kok. Ro'suka!!!!! Mungkin, orang Arab hanya ketawa, madza fi ro'si (ada apa dengan kepalaku).
Nah, ini pentingnya memahami sebuah konteks 🥰🇮🇩🤩 Perbedaan makna kata dalam bahasa daerah dapat menyebabkan kesalahpahaman jika tidak dipahami dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari budaya daerah setempat sebelum menggunakan bahasa daerah tersebut. Ok.
***
Catat, tidak ada hubungannya dengan politik ya.
Dosen Bahasa dan Sastra Arab Fak. Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar