السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Sabtu, 22 April 2023

Loh, Kok tidak Mudik

Halimi Zuhdy

"Loh, kok masih di Malang?!", Kata teman ngobrol di masjid. "Ustadz, tidak mudik?!" Pertanyaan yang bertubi-tubi, setiap ketemu orang. "Saya sudah mudik, tapi balik lagi ke Malang, ada tugas penting!".

"Tugas penting apa ustadz?", Ia tanya penasaran, "khutbah di Masjid Al-Ghazali Al-Hikam". Biasanya saya tidak pernah menerima khutbah Idul Fitri di Malang dan sekitarnya, karena sudah ada jadwal rutin di tempat lahir. Tapi, karena yang meminta pesantren, maka tidak bisa menolak, santri harus selalu "sami'na wa 'atha'na". Menundukkan kenyamanan pulang untuk bertemu bunga-bunga di desa, tapi menumbuhkan bunga-bunga lain untuk dibawa pulang, hanya menunda sebentar saja.


Sebenarnya hati lagi berkecamuk, ingat wajah orang tua yang tersenyum, pagi-pagi sudah bangun menuju dapur, memberikan suguhan yang paling nikmat untuk putra putrinya dan cucunya. Tapi, ditunda dulu. Dari sini hanya doa yang terpanjat, "Insyallah setelah hari raya pulangnya?!" Menyapa Umi lewat telpon, sebenarnya tidak tega pamet kepada beliau. Tapi, hati yakin, beliau tidak sedih, karena putranya lagi bertugas. Benar, beliau bahagia, walau tangannya tidak langsung saya cium setelah takbir di masjid bergema, karena anaknya lagi bertugas. "Cangkolang kakdintoh". 😞.

Beda lagi dengan anak-anak dan pendamping hidup , "kok balik lagi sih, gak seru tanpa Abi". "Sabar, hanya sebentar sayang" untung anak-anak sudah terbiasa ditinggal dan ritmenya sudah paham, maka wajahnya tetap bahagia, karena selalu diajari "kalau dipanggil guru, ustadz, kyai, harus sami'na wa atha'na, tidak boleh menolak selagi masih bisa, kalau tidak bisa, dibiasakan bisa agar terbiasa". Karena orang tua dan guru adalah zimat, buat mereka bahagia, insyallah hidup bahagia. 

Setelah khutbah, saya menemui Ibu Nyai Hasyim Muzadi (Nyai Mutammimah), "Yang khatib tadi ya?,monggo ke ndalem!", "Injih bu Nyai" saya sambut dengan bahagia. Di ndalem saya bertemu dengan Gus Edy Hidayatullah, Gus Arif Zamhari, dan beberapa keluarga ndalem. Dan di tempat itu dulu, saya ditunjuk oleh gus Achmad Shampton untuk menjadi wakil Gus Hilman (putra Kyai Hasyim, Almarhum), menjadi wakil Forum Komunikasi Pesantren (FKPP), belum dilantik, beliau dipanggil oleh Allah, akhirnya dengan "sami'na wa atha'na" menggantikan beliau. Allahumma yarham. Ngoprol asyik dengan Gus Edi, sampai lupa jam terus bergerak.wkwkw.

Alhamdulillah, pukul 07.10 menit langsung bergegas untuk mudik yang kedua, bersama motor kesayangan. Ngojek jadi pilihan agar cepat melesat, sudah rindu keluarga. Wkwkwk. Eh, karena masih kelihatan di Malang, ada yang silaturahim, tetapi sayang jajan lebaran masih terkunci, minuman belum redi🤩, tikar belum terhampar, wah nasib ditinggal istri. "Monggo, pinarak!" saya persilahkan, walau ketar-ketir, karena belum ada persiapan. "Sampun ustadz, cekap, mohon maaf lahir bathin". "Pangapunten, tulang kulo tidak di rumah, ngapunten sanget" hanya senyum yang saya berikan.wkwkw. "Maaf geh, insyallah nanti kulo silaturahim".

Cus. Pesan ojek online. Harapannya cepat melesat, eh kok yang muncul gambar ibu-ibu di aplikasi ojek. Ah, bahaya kalau saya dibonceng ibu-ibu, atau saya yang membonceng juga ayahab. "Ngapunten geh, kulo cencel" diaplikasi tidak ada alasan mencencel karena driver perempuan atau laki-laki, akhirnya milih salah pesan.wkwkw. Maaf geh. Yah ini, sudah Ramadan kok buat dosa lagi, kasian ia sudah senang.

Alhamdulillah aman. Kemudian mendapatkan ojek kedua, laki-laki. Cus, drivernya terbang, walau tidak disuruh terbang, ia kencang sekali, mungkin tahu saya terburu-buru, saya ingatkan "pelan-pelan pak". Menuju terminal Arjosari, padat merayap melewati jalan utama, orang kampung pada keluar semua untuk silaturahim. Sampai di terminal, ada beberapa bis tapi kosong penumpang, hanya beberapa orang, tidak berangkat-berangkat. "Bis tarif biasa, lewat tol" wah, ini kalau kelamaan tidak jadi halan-halan di kampung .wkwkw. Bukan lagi persoalan tarif biasa atau luar biasa kalau tidak berangkat-berangkat.wkwkw.

Alhamdulillah. Tugas sudah selesai. Kini menikmati bis menuju Surabaya, kemudian Mojokerto, dan Insyallah berikutnya ke tanah yang dirindu, Madura. Walau masih ada tugas berikutnya, menyelesaikan PAK.wkwwk. selamat mudik ria.

****

Mudik selain melestarikan budaya Nusantara, adalah menjalin dan mempererat silaturahim.

***
Halimi Zuhdy sekeluarga mengucapkan " 'Id Mubarok, Selamat Hari Raya Idul Fitri, Semoga Amal Ibadah Kita diterima oleh Allah swt, dan Kita diampuni segala dosa-dosa kita".

_Kajian-kajian Al-Qur'an, Mukjizat Al-Quran, Balaghah, Sastra Arab, Turast Islamiyah, Keagamaan,  Kajian Bahasa dan asal Muasal Bahasa, dan lainnya._

🌎 www.halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  Facebook *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy*

Kamis, 20 April 2023

Mengurai kata "Rukyah" dalam Hilal

Halimi Zuhdy

Beberapa statemen muncul membincang kata "Ru'yatul Hilal". Ada yang berpandangan bahwa kata Ru'yah adalah melihat dengan mata telanjang, inderawi (bil 'ain),  ada pula yang berpendapat kata Ru'yah adalah sebuah pendapat, pandangan, atau melihat dengan pikiran. Ada ru'yah bil ain (melihat, menyaksikan), ada ru'yah bil 'aql (melihat dengan pikiran), ada pula yang mengaitkan dengan kata  ru'yah adalah melihat dalam mimpi (ra'a fil manam).
Terjadinya perbedaan hari raya dianggap hal wajar, karena perbedaan pandangan. Pandangan dalam membaca kata Rukyah, dan pandangan dalam menyikapinya. Saya tidak punya kompetensi untuk berkomentar terkait dengan ilmu falak, karena sudah banyak dibahas oleh para ahlinya. Hanya, sedikit menambah komentar tentang kata ra'yun (rukyah), secara bahasa dan praktiknya dalam kalimat. 

Ru'yah berasal dari kata "ra'a -yara-ru'yatan" yang maknanya adalah melihat. Melihat dengan mata (bil ain). Maka, kata 'Riwayah' menceritakan apa yang dilihat, dan apa yang dipikirkan. Sedangkan kata Mir'ah yang berasal dari akar yang sama, bermakna cermin, berkaca (melihat dirinya dalam kaca). At-tariyah, perempuan yang melihat warna kuning setelah keluarnya darah haidnya. Rawiyah, ha'nya lil mubalaghah bermakna membawa, seperti perawi hadis dan lainnya. Riya', memperlihatkan pekerjaan pada orang lain. Rayah, bendera yang diperlihatkan pada orang lain. 

Rukyah dalam beberapa mu'jam adalah mengetahui sesuatu yang ada/terlihat (idrakul mar'i). Perbedaan dengan nadhar, kalau nadhar melihat dengan mata dan hati (Ibnu Sayyidah). Sedangkan dalam Al-Merjan, dalam keterangan tahqiq, bahwa Ru'yah adalah melihat dalam semua aspek, dengan  cara apa pun (mutlak), baik melihat dengan mata (bil ain al-bashirah), dengan hati (bi qalbin bashir), atau dengan rohani (ruanii), atau dengan imajinasi (takhayyal). 

Dalam Al-Qur'an, kata Ru'yah digunakan dalam beberapa makna, melihat dengan mata dalam surat An-nisa' (153), melihat dengan hati (Al-Isra'; 1), (Al-Takatsur; 5-7), (at-Takwir; 23), (Al-Najm; 13,14). Melihat dengan ruhani, spritualitas (al-Najm; 11), melihat dengan akal pikiran (Al-Haj; 18), melihat dengan inajinasi (Al-Ma'rij; 6). 

Bagaimana kata Rukyah dalam hadis Nabi berikut;
 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ الْعَبْدِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْهِلَالَ فَقَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

“Apabila kalian telah melihat hilal, maka berpuasalah. Apabila kalian melihatnya [lagi], maka akhirilah puasa. Apabila hilal terhalang awan, maka hitunglah menjadi 30 hari”

وحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

“Berpuasalah kalian sebab melihat hilal dan akhirilah puasa sebab kalian melihatnya [lagi]. Apabila hilal terhalang awan atas kalian, maka 
maka hitunglah menjadi 30 hari”

Maka, rukyah di sini adalah melihat dengan mata telanjang. Bukan berimajinasi. Karena ada kata ghamm (terhalang awan), yang pandangan mata terhalang dengan awan untuk melihat hilal. Maka, tidak mungkin dimaknai dengan melihat hilal dengan pandangan hati. Atau berimajinasi. Melihat hilal, menurut al faqir sangat sederhana, tidak usah menggunakan alat apa pun, kalau sudah tidak bisa terlihat, maka cukup melanjutkan dengan menggenapkan 30 hari. 

Apakah dipersyaratkan melihat dengan teropong atau alat penglihat lainnya, sehingga sebelum mata melihat, ia sudah tampak terlebih dahulu?, Yang jelas tidak, karena bahasa Ru'yah adalah melihat dengan wajar atau melihat dengan mata biasa. Andai sebuah negara miskin, tidak punya alat untuk melihatnya, apakah tidak puasa atau tidak hari raya? Tidak Kan?. Ini pikiran sederhana saja.

Selasa, 11 April 2023

Kyai Muzakki, yang Bahagia dan Membahagiakan

(Dosen Sastra Arab UIN Malang, hari ini dipanggil oleh Allah SWT)

Halimi Zuhdy*

"Mas, odek tadek se taoh, sepenting bisa  berkhidmah ka umat, insyallah berkah (hidup tidak ada yang tahu, yang penting bisa berkhidmah, insyallah hidupnya berkah)" kata Yai Muzakki di dalam mobil menuju arah Batu beberapa bulan yang lalu. Asyik ngobrol berdua sama beliu, sesekali humor khasnya keluar. 
Perjalanan tidak terasa jauh, karena setiap nasehatnya selalu diselingi guyonan khas Madura. "Saya alhamdulillah, sudah beli tanah di madura, nanti mau buat pondok dan sekolah, murah tapi berkualitas, dan ingin kembali ke Madura" kata-kata yang sering saya dengar dari beliau.  Keinginan-nya cukup besar untuk membuat lembaga, tujuannya hanya satu berkhidmah untuk ummah. 

"Tidak banyak yang bisa saya lakukan mas, yang penting bisa nemani guru, berkhidmah juga pada guru, seperti Kyai Masduqie Machfudh,  Kyai Marzuki, Kyai Isyraqun Najah dan lainnya" beliau diam, kemudian lepas lagi guyonannya "Maka, saya selalu usahakan kalau di Mergosono, sesibuk apa pun saya, secapek apa pun saya, pasti saya berangkat untuk ngaji di Diniyah". Saya merenung, ini luar biasa keistiqamahan beliau. Bahkan, ketika berada di tempat yang cukup jauh, dan beliau selamar dengan saya, beliau ngaji ke Mergosono. 

"Kalau saya ke gasek, berkhidmah pada Kyai Marzuki, saya hanya ingin keberkahan, kalau umur saya tidak panjang, atau saya tidak bisa berbuat banyak untuk anak-anak saya dan keluarga saya, maka siapa tahu dengan berkhidmah anak keturunan saya selalu diberkati oleh Allah, sholeh dan sukses dunia akhirat" Sudah sangat mafhum, Kyai Muzakki sangat dekat dengan Kyai Marzuki Mustamar, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, dan beliau juga menjadi pengurus PWNU. 

Saya kenal beliau sosok yang sangat gigih, tidak sedikit buku yang telah lahir dari tangannya, dan beberapa bukunya mejadi rujukan penting mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab yaitu Teori Sastra Arab, dan alhamdulillah saya juga berkesempatan menjadi editor beberapa bukunya. "Saya sangat senang menulis, terutama tentang stilistika dan semiotika Al-Qur'an, asyik, menyelami bahasa Al-Qur'an tidak pernah bosan".  Kata beliau saat itu, ngobrol di belakang Fakultas Humaniora. "Ini beberapa tulisan saya sudah ada di scopus Mas Halimi, doakan ya, tulisan saya berikutnya tentang  Ekspresi Eufimistik Seksual Al-Qur'an: Suatu Pendekatan Sosiolinguistik" 

Kyai Muzakki yang dari jauh sudah tampak gaya dan senyumnya ini, sangat dekat sekali dengan para santri, musyrif dan Murabbi. Kalau sudah berbicara tentang ma'had beliau sangat senang dan bersemangat, "Kalau murabbi dan musyrif senang, maka santri juga senang, karena mereka yang sehari-hari bergaul dengan mereka, maka saya ingin murabbi dan musyrif itu diberi beasiswa atau apalah, karena mereka ini juga bagian dari orang yang mamajukan kampus". Kata beliau beberapa tahun lalu, ketika baru diangkat menjadi Mudir Ma'had Al-Jamiah UIN Malang, sebelum Buya Badruddin Muhammad. 

Sosok yang dekat dan akrab dengan banyak orang ini, terutama orang-orang kampung, tidak pernah lelah untuk terus berdakwah. Terutama ketika awal-awal menjadi dosen UIN Malang, dan belaiu masih muda, selalu terjun berdakwah di Malang selatan, dan beberapa daerah terpencil lainnya, "Saya tidak bisa menolak Mas, kalau sudah diundang oleh orang-orang kampung atau orang di pelosok desa, apalagi juga kalau diperintah guru, insyallah saya berangkat". Kata beliau ketika itu saya baru diangkat menjadi Dosen UIN Malang, dan beliu juga yang menguji kelayakannya.

"Mas, jangan main-main kalau jadi dosen, yang tenanan kalau ngajar, mengajar itu amanah, kalau malas dan tidak benar-benar kasihan mereka, sudah jauh-jauh dari  berbagai daerah di sini tidak mendapatkan apa-apa". Kata yang cukup menghentak, dan dari ucapan ini saya mulai akrab dengan beliau. Walau tidak berguru langsung di kelas, tapi beliau banyak memberikan motivasi kepada dosen-dosen yunior di Prodi Bahasa dan Sastra Arab. 

Beliau ada di mana-mana, dan berkhidmat di mana-mana. "Mas di NU itu berkhidmah, bukan mencari duit apalagi ketenaran, karena tidak akan dapat itu semuanya, toh kalau dapat beberapa hal di atas  hanyalah tambahan, dan itu bukan tujuan. Tujuan utamanya adalah khidmah, yang kita harapkan adalah keberkahan". Sambil tersenyum dengan guyonan khasnya, beliau sampaikan di ruang DPRD Kota Malang ketika raker PCNU beberapa tahun silam, waktu itu beliau sebagai wakil syuriah, dan saya wakil ketua RMI. 
 
Beberapa hari yang lalu sebelum masuk ke ruang ICU, beliau Chat di WA, "Assalamualaikum, Ustadz, semestinya nulis buku itu saya dan Kyai Marzuqi.....berhubung saya sakit...maka besok yg presentasi perwakilan Tim ...pangapunten ustadz". Saya balas "mugeh-mugeh segera sehat Kyai". "Cokop panjenangan saos se oneng Ustadz..sopajah tak ngarepoteh dek cah kancah (cukup kamu saja yang tahu ustadz, agar tidak merepotkan teman-teman)". Kata terakhir pun, tidak ingin merepotkan banyak orang, selalu berusaha untuk menyelesaikan sendiri. 

Dalam sakitnya beliau masih terus berkarya, semangat untuk terus berbagi, terus menulis dan mengaji. Kami hanya bisa berdoa, Mudah-mudahan beliau, Dr. KH. Achmad Muzakki, MA, ditempatkan di sisi Allah, di tempat yang paling indah. Dan seperti doa beliau, hari ini beliau di antarkan ke Madura. Rahimahullah ta'ala

*Murid Dr. KH. Achmad Muzakki, MA