(Sebab Penggunakan Kata yang merujuk pada laki-laki atau Perempuan)
Halimi Zuhdy
Membincang yang ghaib itu harus banyak referensi. Terutama referensi yang merujuk pada kitab-kitab yang mu'tabarah, sehingga tidak dianggap mengarang. Wong, yang bersumber dari kitab suci saja dianggap mengkhayal, kalau yang dibicarakan tentang hal yang ghaib.
Ada yang bertanya, "Malaikat itu berjenis apa?", Kalau tidak dijawab dianggap tidak punya data tentang Malaikat. Kalau dijawab berjenis tentertu, maka jenisnya apa, dan dasarnya apa?. Jadi panjang pembahasannya. Belum lagi tetang saitan, iblis, jin, dan makhluk ghaib lainnya.
Tapi, sebagai muslim harus percaya, bahwa yang ghaib itu ada, karena kepercayaan pada yang ghaib merupakan keimanan paling dasar dan paling utama. Rukun iman, semuanya ghaib kecuali kepada Kitab dan Nabi, kitab pun berawal dari wahyu (ghaib), Nabi hari ini juga tidak kita temukan. Bagi yang tidak percaya, hanyalah dianggap sebuah dongeng.
Kembali kepada kajian Malaikat. Mengapa dalam Al-Qur'an kata kerja (fi'il) yang terdapat kata Malaikat ada yang menunjukkan mudzakar (laki-laki) dan ada pula yang menunjukkan muannast (perempuan)?.
Pertama. Dalam banyak kitab, malaikat tidak berjenis laki-laki atau perempuan. Ia makhluk yang terbuat dari cahaya. Dan kata Malaikat (ملائكة) adalah bentuk jamak dari kata malak (ملك), yang bermakna utusan, pesan, atau pengirim pesan. Ta' (ة)nya bukan sebuah jenis kelamin. Ada pula yang berpendapat berasal dari kata tunggal ma'lak (مألك), karena agak sulit diucapkan, maka menjadi malak sebagaimana banyak kita gunakan dan kita temukan dalam berbagai kitab.
Kedua. Penggunaan mudzakkar (laki-laki) dan terkadag juga muannast (perempuan) dalam Ayat yang lain, terdapat beberapa sebab. Misalnya dalam yang mudzakkar (laki-laki):
فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ . ص : {73})
Sedangkan yang menunjukkan muannast (perempuan) dalam Surat Ali Imran
(فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَـى مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّهِ وَسَيِّداً وَحَصُوراً وَنَبِيّاً مِّنَ الصَّالِحِينَ {39}) .
Menarik apa yang disampaikan Dr. Fadhil Alsamarai, bahwa dalam penggunaan laki-laki atau perempuan, terkadang karena berupa jamak taksir seperti kata;
(قالت الأعراب آمنا) و (قال نسوة في المدينة)
Tetapi menurut beliau, ada beberapa sebab mengapa Al-Qur'an terkadang menggunakan mudzakar (laki-laki), dan terkadang muannas (perempuan)?
1. Bila menggunakan fi'il amr (kata perintah), maka menggunakan mudzakkar;
اسجدوا، أنبئوني، فقعوا له ساجدين
2. Setiap fi'il (kata kerja), yang berada setelah kata Malaikat, maka menunjukkan mudzakkar;
والملائكة يدخلون عليهم من كل باب) ..
(الملائكة يشهدون) ..
(الملائكة يسبحون بحمد ربهم)..
3. Dan setiap menggambarkan/mendiskirpsikan sifat nama Malaikat, maka menggunakan mudzakkar;
(الملائكة المقرّبون) ..
(الملائكة باسطوا أيديهم) ..
(مسوّمين، مردفين، منزلين)
4. Setiap kata kerja yang menunjukkan ibadah (ketaatan), maka menunjuk pada mudzakkar;
(فسجد الملائكة كلهم أجمعين)..
(لا يعصون الله ما أمرهم) ..
5. Dan setiap kata kerja yang menunjukkan kekuatan (syiddah), juga menggunakan mudzakkar;
(ولو ترى إذا يتوفى الذين كفروا الملائكة يضربون وجوههم وأدبارهم وذوقوا عذاب الحريق)
Tapi, jika menunjukkan pada sesuatu yang lebih ringan, maka menggunakan muannast (perempuan), seperti dalam Ayat;
فكيف إذا توفتهم الملائكة يضربون وجوههم وأدبارهم) (تتوفاهم) جاءت بالتأنيث لأن العذاب أخفّ من الآية السابقة.
Demikian dengan Ayat-ayat lainnya, seperti nazala Malaikah (mudzzar) sedangkan tatanazalu Al-Malaikah (muannast).
6. Dan setiap kata yang menunjukkan sesuatu yang menyenangkan atau berita gembira, sekecil apapun, maka menunjukkan muannast (perempuan), seperti ;
(فنادته الملائكة) و(قالت الملائكة).
Setiap kata, yang menempati dalam ruang-ruang kalimat, memiliki alasan atau sebab tersendiri.
Allahu'alam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar