Halimi Zuhdy
Kangen melihat anak-anak bermain tanah, debu, lumpur dan pasir. Tanah dan debu menyatu dengan tubuh mereka. Tak ada yang meneriaki, walau baju mereka kotor dan penuh dengan debu. Orang tua pada asyik menyaksikan riang gembira anak-anak mereka. Mereka bebas penuh lumpur.
Tanah, cellot (tanah liat), dan debu adalah mainan sehari-hari anak kampung, dulu. Entah hari ini, sepertinya sudah mulai langka. Hari ini lebih banyak memegang benda gepeng, yang di dalamnya ada gambar dan vedio yang bergerak bebas. Game, menjadi paling favorit. Entah sampai kapan?.
Tanah dan debu menjadi benda asing. Beberapa orang tua, menjauhkan dari anak-anaknya karena dianggap benda kotor dan jorok. Tempat bermainnya tidak lagi di tanah, tetapi di lantai-lantai keramik. Sandal pun tak pernah lepas, karena anak-anak takut menyentuh tanah. Paving-paving menjadi bumi mereka.
Keduanya, ada sisi negatif dan positifnya. Tetapi, kalau game si gepeng tidak di arahkan, maka menjadikan karakter anak seperti apa yang ada di dalamnya. Terlalu pemberani, ia. Temannya terkadang menjadi tempat bullyan. Teman-temannya menjadi sasaran permainan, terkadang tidak mengenal kasih sayang lagi seperti permainan perang di dalamnya. Entah. Beberapa berita tentang hal di atas sudah sangat jamak. Tugas orang tua tambah berat.
Tanah dan lumpur, menjadi teman yang paling asyik walau tidak bisa diajak berdialog dan tidak bergerak. Ia, memberikan banyak pelajaran. Mereka dapat berimajinasi bebas. Menciptakan ide-ide kreatif dengan tanah atau lumpur. Serta mampu mencari solusi dari berbagai masalah, dan dapat berfikir kritis. Asyik kan.
Gambar di bawah, ada 4 anak bermain tanah. Mereka menumpuk tanah dengan menggariskannya dengan bentuk seperti masjid. Kemudian, mereka bermain peran. Laki-laki yang paling tua menjadi imam, di belakangnya ada dua anak yang menjadi makmum. Shalat berjamaah.
Dan coba perhatikan, ada dua pintu di garis tanah itu. Satunya untuk laki-laki, dan satunya untuk anak perempuan. Yang perempuan memisahkan diri paling belakang dengan shaf sendiri. Alas kaki mereka, diletakkan di luar garis.
Mereka tidak hanya bermain, tetapi telah memerankan pengetahuan agama mereka. Mereka tidak hanya bermain dengan asyik, tetapi mereka menikmati ajaran agamanya.
Hakadza yu'allimuhum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar