Kitab rajutan Basyirah Ali ini sangat menarik. Kitab setebal 777 halaman ini mengupas tuntas tentang pengaruh makna nahwu dalam tafsir Al-Qur'an. Tidak hanya secara teoritis bagaimana pengaruh makna nahwu, tetapi juga praktis. Dalam muqaddimahnya, penulis mencontohkan Ayat Al-Qur'an yang tidak dapat dipahami kecuali dilanjutkan dengan ayat setelahnya. Tetapi, ada ayat-ayat lain yang cukup dengan satu dua kata sudah dapat dipahami. Hal ini, tidak dapat dipahami kecuali dengan memahmi nahwu.
Benarlah sebuah ungkapan bait Imriti "wanahwu awla awwalan ayyu'lama....", Nahwu menjadi pertama kali yang harus dipelajari dan pahami sebelum mempelajari ilmu lainnya. Bahkan beberapa ulama berpendapat, belajar nahwu sama pentingnya dengan belajar ilmu-ilmu agama, mengapa karena tanpa memahami nahwu, tidak mungkin dapat memahami teks agama, seperti Al-Qur'an, hadis dan kitab-kitab berbahasa Arab lainnya. Tetapi menurut saya, ini khusus orang yang memahami turast, berbeda dengan awam yang belajar ilmu agama dari asatidz atau kyai.
قال حاجب بن سليمان: سمعتُ وكيعًا يقول: أتيتُ الأعمش أسمع منه الحديثَ، وكنتُ ربَّما لحنتُ، فقال لي: يا أبا سفيان، تركتَ ما هو أَوْلَى بكَ منَ الحديث. فقلتُ يا أبا محمد، وأي شيء أَوْلَى منَ الحديث؟ قال: النَّحو. فأَمْلَى عليَّ الأعمش النَّحو، ثُمَّ أملى عليَّ الحديثَ
Kitab ini, ada dua bab. Dan dalam setiap babnya ada beberapa mabhas (pembahasan). Bab pertama ada 6 mabhas, yang membahas tentang pengaruh makna nahwu dalam tafsir bi ra'yi, perlembangan tafsir bi ra'yi, rafsir bi ra'yi menurut Ahfasy, Farra' dan zujaj. Pada bab kedua, terdapat 3 pembahas; tentang pengaruh makna nahwu dalam beberapa firqah agama, seperti Syiah, Mu'tazilah dan kaum sufi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar