Senin, 02 Mei 2022

Dingin tidak Cukup Menyelamatkan Nabi Ibrahim


Halimi Zuhdy

Setelah kata Bardan (dingin) diikuti kata Salaman (selamat). Mengapa?

 قُلۡنَا یَـٰنَارُ كُونِی بَرۡدࣰا وَسَلَـٰمًا عَلَىٰۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ 
Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (Al-Anbiya', 69).

Seandainya api yang lagi membara itu hanya dibuat dingin, maka mungkin tubuh Nabi Ibrahim akan beku dan kemudian meninggal dunia. Sebagaimana kata Sayyidina Ali, kemudian Api itu menjadi dingin baginya, hampir-hampir membuat Nabi Ibrahim meninggal. Kemudian terdengar salam (keselamatan), dan selamatlah Nabi Ibrahim.
Demikian pula kata Ibnu Abbas, andai dingin itu tidak diikuti dengan salaman (keselamatan), maka Nabi Ibrahim akan merasakan dingin yang luar biasa, dan niscaya ia akan meninggal dunia. Dan mungkin, tidak akan ada lagi nyala api di muka bumi karena dinginnya. Dan setelah api itu padam, tiba-tiba mereka ( menyaksikan dibakarnya Ibrahim) melihat seseorang keluar bersama Nabi Ibrahim dari dalam kobaran api, dan ia mengusap dahi Ibrahim yang berkeringat. Seseorang itu adalah Malaikat Al-dhil, dan kemudian Allah menurunkan api yang dapat memberi manfaat pada anak cucu Adam. Demikian dengan salaman. (Al-Tabari).

Banyak riwayat, di balik kisah dibakarnya Nabi Ibrahim, sebagaimana yang diceritakan Abi Al-'Aliyah, dengan As-salam (keselamatan), dinginnya tidak membuat Nabi Ibrahim sakit. Dan andai tidak ada "salaman", maka dinginnya akan terasa lebih dahsyat dari bara apinya. 

Sungguh betapa Allah memberikan keindahan dalam dinginnya Nabi Ibrahim dengan keselamatan. Laksana hujan yang menetes dari langit, ditemani angin, dan ditemani  rahmatnya dan manfaatnya. Allahumma shaiban nafia, demikian ajaran doa Nabi Muhammad. 

Maka, mengaca dari kisah Nabi Ibrahim, tidak cukup meminta ilmu yang banyak kepada Allah tanpa melanjutkan dengan bermanfaat. Demikian pula dengan rizki, keturunan, dan permohonan lainnya. 

Memiliki segudang ilmu itu penting, tetapi ilmu yang bermanfaat. Maka dalam doa yang sering kita panjatkan kepada Allah "ilman nafian" (ilmu yang bermanfaat). Karena tidak cukup banyak ilmu, atau bahkan ilmunya sundul langit tetapi ia hanya bagai gundukan sampah, tidak berguna untuk masyarakat. Kealimannya, kepintarannya, hanya untuk dirinya atau hanya kepentingan pribadi atau untuk akal-akalannya saja, bukan untuk memberikan kemanfaatan pada orang lain. Atau hanya untuk dunianya, tidak untuk akhiratnya. Atau ilmu hanya untuk ilmu, bukan untuk diamalkan. Sehingga ilmu menjadi penghalang masuk surganya. 

Demikian pula dengan memohon rizki kepadaNya. Rizqan halalan Tayyiban wa sian (rizki yang halal, baik dan melimpah). Banyak orang diberikan rizki yang melimpah, tapi tidak halal, ada pula yang halal, tapi tidak baik untuknya. Belum lagi keberkahan dari rizki yang dimintanya. Allahumma barik lana fi arzaqina. 

Demikian juga dengan memohon keturunan padaNya, keturunan yang baik (shaleh). Tempat tinggal, kendaraan, teman, pasangan, orang tua, dan lainnya. Allahumma bariklana fima a'thaitana (Ya Allah, berkatilah apa yang telah Engkau berikan pada kami). 

Tidak cukup dengan dingin menyelamatkan Nabi Ibrahim, maka butuh salaman. Demikian pula dengan apa yang kita mohon padaNya tentang sesuatu, maka butuh sesuatu yang lain yang menyertainya. 

******

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah)

Sumenep, 1 Mai 2022 (29 Ramadhan, 1443 H)

****
Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab, Kajian Ramadhan 30 hari, dan Mutiara Hikmah lainnya 👇🏻

🌎 www. halimizuhdy. com
🎞️ YouTube: Lil Jamik
📲  FB: Halimi Zuhdy
📷 IG: Halimizuhdy3011
🐦 Twitter: Halimi Zuhdy
🗜️ Tiktok:  ibnuzuhdy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar