Rabu, 06 April 2022

Ringannya Berpuasa dalam Ayat Al-Qur'an

(al-Uslub al-Balaghi)

Halimi Zuhdy

Puasa termasuk ibadah yang dianggap berat. Terasa berat dilakukan, tidak hanya oleh anak kecil, tetapi juga orang dewasa. Dan tidak semua orang dewasa menerima perintah berpuasa dengan bahagia, karena ibadah ini dianggap ibadah yang paling berat, selain ibadah haji. Selain menahan makan, minum, berhubungan  suami istri juga menahan aktivitas yang mengantarkan pada hilangnya pahala puasa, seperti berdusta, ghibah, adu domba dan lainnya.
Ketika seseorang mendengar kata puasa, maka yang ada dalam pikiran mayoritas mereka adalah tidak makan dan tidak minum, sedangkan keduanya adalah hal yang paling pokok dalam kehidupan mereka sehari-hari, apalagi yang punya rutinitas berat; ngopi, ngerokok, olah raga, bekerja berat dan lainnya. Butuh tenaga kuat untuk menahan dan butuh tenaga dalam bekerja. 

{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ }

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Surat Al-Baqarah: 183)

Dalam Ayat-Ayat puasa, pilihan kata-kata yang ada di dalamnya membawa pembaca pada anggapan, bahwa kewajiban puasa terasa ringan dan mudah. Seperti kata Kutiba (كُتب) yang bermakna diwajibkan, pada asalnya kata ini bermakna tulisan dari kata Ki-Ta-Ba (كتابة), menulis sesuatu di atas batu, kain atau kertas. Kata Kitabah sebagai kiasan (kinayah) terhadap ketetapan hukum, hukum kewajiban puasa. Ia ditulis, dicatat, diabadikan, ditetapkan. Kata Kutiba terasa ringan bagi seseorang, dibandingkan dengan kata Wujiba, Furida, dan Ulzima. Tiga kata terakhir terasa lebih berat, walau sama-sama kewajiban, tetapi dampak secara psikis terasa berbeda. Dicatat atau ditulis, serasa lebih ringan.

Dan juga kata Kutiba (Kutiba) menggunakan fi'il madhi majhul, serasa memberi kabar yang indah dan terasa enjoy. Tidak menyebutkan secara langsung siapa yang memerintahkan. "Diwajibkan bagi kalian berpuasa". 

Belum lagi kata Alaikum (عليكم) yang didahulukan dari kata As-Shiyam (الصيام). Munada (yang dipanggil) serasa lebih ringan dan mudah melakukan puasa, karena kata shiam ini berada setelah jar majrur (alaikum), karena sebelumnya sudah ada penekanan-penekanan dengan menunjuk atas kalian. Demikian pendapat Yusuf Alyawi.

Serasa lebih ringan dalam melakukan puasa, jika mengetahui puasa yang akan dilakukannya, maka dalam Ayat di atas, kata As-Shiyam menggunakan Al-Ta'rif (الصيام). Berbeda dengan kewajiban puasa yang belum dikenal sebelumnya. 

Belum lagi, kalimat  "Kama Kutiba 'alal ladzina minqablikum", dan "La'allakum Tattaqun". Puasa tidak hanya diwajibkan kepada umat Muhammad, tetapi umat sebelumnya juga diberikan beban yang sama, mungkin lebih. Artinya, kalau ada yang mengeluh beratnya cobaan, masalah, dan musykilah, ternyata masalah yang diberikan kepada kita bukan satu-satunya masalah, masih masih banyak masalah yang lebih berat yang diberikan kepada orang lain. Sedangkan puasa bukan masalah, ia adalah solusi. 

Dan Ayat ini diakhiri dengan sebuah harapan (raja'), la'alla. Seberat apa pun masalah itu, kalau masih harapan, maka akan terasa ringa. Bagaimana harapan itu adalah harapan yang menggembirakan?. Masyallah, akan terasa indah. 

Marja'
Al-Tabir Al-Qur'any
Al-Asalib Al-Balaghiyah Fi Taysir Shiyam fi Al-Qur'an

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10220745128247263&id=1508880804

*Kajian Ramadhan #4*

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab, dan Mutiara Hikmah 👇🏻

🌎 www. halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  FB *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy* 
🗜️ Tiktok  *ibnuzuhdy*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar