Selasa, 22 Maret 2022

Salah Anggapan tentang Karomah/Keramat

Halimi Zuhdy

"Ada pemahaman yang keliru di masyarakat" kata seorang syekh, "Yaitu, seseorang yang diberikan kekayaan atau limpahan dunia oleh Allah, mereka dianggap mendapatkan sebuah kemuliaan (kekeramatan, keramat), yang benar adalah, mereka mendapatkan cobaan dan ujian". Nabi Sulaiman ketika melihat  kerajaannya yang begitu megah mengatakan,
"Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)"

من أخطر المفاهيم ظن الإنسان أن الله يعطيه الدنيا كرامة له، والحق أنها ابتلاء واختبار. قال سليمان عن ملكه

﴿ هذا من فضل ربي ليبلوني أأشكر أم أكفر ﴾

******
Yang menarik dari kata "karomah", banyak yang menganggap bahwa karomah adalah kesaktian, sehingga orang Indonesia juga menyebutkan dengan kata keramat. Keramat dari kata bahasa Arab yaitu Karomah (كرامة), dalam Kamus Bahasa Indonesia (kbbi) adalah orang suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan, atau  suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain (tentang barang atau tempat suci). 

Atau mudahnya orang keramat adalah mereka yang sakti madraguna, bisa terbang, berjalan di atas air, ditikam tidak mempan, dan kesaktian lainnya. Tetapi itu diberikan kepada awliya' Allah (kekasih Allah), bukan dukun, atau tempat-tempat yang dipenuhi kesyirikan. 

يعد كرامة من الله تعالى لذلك العبد ، فالشياطين قد يعينون أولياءهم بأنواع العجائب والغرائب ، فالكرامة لها معالم تدل عليها من أهمها الكرامة من الله تعالى ، وليست من فعل العبد ؛ فالله تعالى هو الذي يخرق العادة لمن شاء متى شاء.

Bagaimana dengan mereka yang kaya raya yang diberi limpahan harta? Membaca dari perkataan Sang Syekh tadi, dengan mengutip Ayat Al-Qur'an yang disampaikan Nabi Sulaiman, bahwa kelebihan harta atau juga lainnya, itu bagian dari ujian, apakah ia kemudian mampu mensyukuri atau kufur terhadap nikmatnya. 

Banyak orang yang punya kelebihan dibandingkan kebanyakan orang, walau tidak beriman kepada Allah dianggap wali atau sakti atau keramat, inilah kekeliruan yang sudah melagenda. 

Dan yang menarik juga, kata "Kafir" yang lebih dikenal dan akrab ditelinga kita adalah mereka yang menyekutukan Tuhan, tidak bertuhan atau mereka yang di luar Islam. Tetapi terkadang lupa, orang yang ingkar terhadap nikmat Allah juga masuk katagori kafir. 

Kafir dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah ada 4 macam, kafir munkar, kafir juhud, kafir nifaq, kafir inad. Dan kufur nikmat masuk katagori kufur nifaq. Sering tidak disadari seseorang, tidak bersyukur atas pemberian Allah, baik pemberian kenikamatan harian, mingguan, tahunan, atau nikmat-nikmat lainnya yang tidak pernah bisa dihitung. Mengeluhnya lebih banyak dari mensyukurinya. Nangislah lebih sering dari senyumnya. 

Mengapa tidak bersyukur disebut kufur? Maka, inilah yang perlu direnungkan lebih dalam. Sama dengan apa yang ditulis Kyai Afifuddin Muhajir, "orang lebih takut makan babi, dari pada makan hasil korupsi".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar