Sabtu, 26 Maret 2022

Mengenal Kata "Tarhib Ramadhan", Megengan, Munggahan, Padusan, Meugang wa ghairiha

Halimi Zuhdy

Riuh. Marak. Asyik. Sorak. Gembita dalam beribadah. Mungkin kata-kata di atas sedikit lebay, tetapi itulah kenyataannya. Ramadhan dapat sambutan yang sangat meriah, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh penjuru dunia yang di dalamnya berdiam umat Islam. 

Ibadah dalam bahagia. Inilah ibadah yang disambut dengan gagap gembita. Puasa yang senyap dan sepi, tetapi disambut dengan riang gembira. Puasa yang menakutkan, karena menahan lapar dan haus, tetapi disambut dengan lapang dada. Seperti pengantin, ia ditunggu kehadirannya dengan senyum lebar. Laksana kehadira  air di gurun sahara, bagi mereka yang dahaga.
Saking bahagianya. Masyarakat Indonesia menyambutnya dengan berbagai kegiatan dan aktifitas. Hal ini dapat dilihat dari berbagai istilah yang dikenal dalam masyarakat Indonesia, ada; Tarhib Ramadhan, Munggahan, Megibung, Padusan, Jalur Pacu, Nyorog, Malamang, Dugderan, Meugang, Dandangan, Balimau, Perlon Unggahan, Ziarah Kubro, Suro’baca, Megengan, Nyadran, Gebyar Ki Aji Tunggal dan beberapa istilah lainnya. 

Banyaknya istilah yang tersiar menandakan Ramadhan adalah bulan istimewa bagi masyarakatnya. Hal tersebut adalah hal positif, apalagi kegiatan-kegiatan tersebut bagian dari syiar menghidupkan Ramadhan. Tetapi, kegiatan yang masih dalam batas kewajaran dalam syariat Islam, tidak ada hal aneh-aneh, yang dianggap nyeleneh. Atau masih dalam akulturasi nilai-nilai dari masa dulu ke masa kini.

Orang awam (masyarakat umum) dulu agak aneh menyebut istilah shaum, karena yang dikenal adalah puasa, tapi sekarang ia menjadi hal yang keren. Shaum. Dulu tidak akrab dengan istilah qiyamullain, tetapi lebih dikenal bangun malam atau tahajjut, tetapi sekarang menjadi kata yang biasa. Demikian dengan istilah-istilah lainnya. Bahasa akan terus merebut hati siapa saja, sepanjang ia mengakrabinya dan unik didengarkannya. 

Di Indonesia, beberapa tahun terakhir kita dengar istilah baru ketika fajar Ramadhan akan datang bertandang yaitu "Tarhib Ramadhan". Kata asing. Ia, benar. Ini kata asing. Kata ini bukan dari bahasa daerah yang berada di Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Arab, seperti kata shaum dan  shalat. Bukan seperti kata sembahyang dan puasa yang sudah lebih dulu dikenal. 

Tarhib (ترحيب). Artinya penyambutan. Bila ditilik lebih jauh, kata ini dari Rahiba-Yarhabu-Rahaban (رحبا) bermakna Ittasa'a (melebarkan, meluaskan, melapangkan). 

Kata ini dalam bahasa Arab digunakan untuk sambutan, sambutan apa saja. Bukan diperuntukkan untuk Ramadhan saja. Seperti kalamat al-Tarhib (kata sambutan), menyambut mudir, presiden, dan lainnya.

Atau mudahnya, kata Tarhib adalah ungkapan selamat datang atas kedatangan seseorang, atau kehadiran sesuatu yang indah. Sama dengan ungkapan "Marhaban". Yaitu "Aku sambut engkau dengan penuh kelapangan hati dan pikiran, juga aku sambut engkau dengan seluruh jiwa dan ragaku". Demikian. 

Ada pula yang masih terkait dengan kata ini, yaitu Rihab (رحاب), Ruhbah (رحبة), Tarhab (ترحاب.) dan beberapa kata lainnya, yang artinya tidak jauh berbeda; tanah lapang, luas, tempat yang luasa, ramah, senang, bahagia, dengan tangan terbuka. 

Tarhib Ramadhan. Adalah menyambut bulan Ramadhan dengan senang hati, dengan tangan terbuka, dengan penuh kebahagiaan baik jiwa dan raga. 

Bagaimana Tarhib Ramadhan di Indonesia?. Sesuai dengan kreasi masyarakat yang menyambutnya. Ada dengan kajian-kajian fiqih puasa. Ada pula dengan halaqah-halaqah seputar bulan Ramadhan, dan lainnya. 

Di Indonesia, kata Tarhibnya mungkin baru. Tetapi tradisi sambuta sudah lama, walau kegiatannya berbeda-beda, dengan istilah yang berbeda-beda pula. Ada Meggengan, tradisi Jawa, yang dimulai dari ziarah kubur kemudian mengundang makan bersama dengan makanan tertentu yang dipenuhi dengan filosofis. Meggengan, menahan. Menahan dari hal-hal yang mengurangi pahala puasa, atau yang membatalkan puasa.

Dalam masyarakat Sunda juga dikenal dengan istilah Munggahan. Munggah, naik. Naik pada derajat berikutnya. Naik ke bukan suci. Bentuk kegiatannya juga bervareasi. 

Dan demikian pula dalam masyarakat lainnya di wilayah Indonesia. Kaya tradisi. Berbagai sambutan untuk bukan suci. 

Menyambut Ramadhan bukan untuk leha-leha, atau berhura-hura, atau bersorak-sarai, atau gagap gembita seperti menyambut artis. Ia datang untuk disyukuri. Ia datang untuk disambut dengan berbagai keindahan yang dicintai oleh Pemilik Semesta.

Bagaimana kita menyambutnya? Dianjurkan untuk kita menyambutnya dengan banyak berpuasa sebelum bulan ini tiba. Bertaubat. Memperbaiki ibadah kita. Membeningkan hati. Dan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya. Doa-doa di bulan Rajab dan Sya'ban dilantunkan, agar kita berada di dalam bulan suci. Salaf shaleh, enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, sudah memohon kepada Allah agar dapat berada di bulan yang dipenuhi dengan keberkahan ini. 

كان السلف الصالح يسألون الله ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ثم يسألونه ستة أشهر أن يتقبله منهم.

Kita menyambutnya dengan apa?

Ya Rabb, ballighna Ramadhan. 

Malang, 26 Maret 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar