Jumat, 09 April 2021

Salah Paham dengan kata “Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan”

Halimi zuhdy

“Fitnah lebih kejam dari pembunuhan” sebuah terjemahan dari Ayat al-Qur’an “Al-Fitnatu Asyaddu minal Qatl”. Dan terjemahan ini yang kemudian menyebar dan dipahami sesuai dengan fitnah yang berbahasa Indonesia, bahwa fitnah (dalam arti bahasa Indonesia) adalah lebih kejam dari pembunuhan. Benarkan kata “fitnah” dalam ayat tersebut bermakna fitnah sebagaimana dalam bahasa Indonesia?
Bahasa Indonesia banyak menyerap dari kata-kata bahasa Arab, untuk memahami kata Fitnah maka sebaiknya ditelisik dulu makna asal dan perubahan maknanya dalam bahasa Indonesia (dalam beberapa tafsir al-Qur’an sudah dijelaskan, bagi yang hanya membaca terjemahannya tidak akan mendapatkan penjelasan yang memadai terkait dengan kata fitnah ini). 

Menelisik suatu kata juga harus memahami pola kata yang ada pada beberapa bahasa sebagai sumbernya. Dalam unsur fonologi, misalnya, harus memahami fleksi (al-I'rab), pola-pola mufrad dan jamak. Karena tidak semua kata yang diserap dalam sebuah bahasa itu utuh, misalnya dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Arab. Kata yang diserap ada yang masih utuh (lafal dan artinya), seperti almanak, daftar, kiamat, khitan dan lainnya. Ada yang lafalnya sama, tetapi maknanya berbeda, seperti kalimat, makam, dan lainnya (Zuhdy H, 2020).

Kata fitnah dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Arab yang sudah mengalami perubahan makna, dalam Kamus Al-Ma’ani (bahasa Arab) kata “fitnah” adalah ibtila’ (cobaan), Ikhtibar (ujian), Imtihan (ujian). Menurut al-Azhari dalam Tadzhib al-Lughah kata fitnah adalah bentuk nomina yang diturunkan dari bentuk verba dengan fleksi fatina- yaftanu seperti Fatantu al-dzahaba wa al-fidhah (aku menguji keaslian mas dan perak). Dan seperti dalam Firman Allah  يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُوْنَ artinya dibakar dalam api (diazab).

Dalam Maqalah Ma’na Kalimat al-Fitnah fi Al-Qur’an Mauqi’ al-Islam wal al-Jawab, tidak ditemukan fitnah yang bermakna “buhtan” atau “kadzib” atau “naql kalam” yang bermakna perkataan bohong.  Fitnah dalam Maqalah tersebut menurut Ibnu Atsir adalah al-Ikhtibar (ujian), Ibtila’ (cobaan), al-Istm (dosa), kufr (kafir), qital (pembunuhan), Ihraq (dibakar). Sedangkan menurut Ibnu Arabi adalah al-Ikhtibar, al-mal, al-awlad, iktilaf an-nas bi al-ara’, al-ihra’ bi annar.

Bahkan dalam Mu’jam (kamus) al-Taraduf wa addhat fi al-Ma’ani (sinonim dan antonym) tida ditemukan kata kadzib (bohong) yang tertera adalah bermakna dosa, kesulitan, keresahan, revolusi, kegilaan dan lainnya;

إثْم، إِخْتِلاَل، إِضْطِراب، إِضْطِرَاب، بَغْضَاء، ثَوْرَة، جَمَال، جُنُون، خَبَل، داهِيَة، سِحْر، شَحْنَاء , شَغَب , ضَرَّاء , ضَلاَل , ضَوْضَاء , عَدَاوَة , عِتْه , فَوْضى , فَوْضَى , كَراهِيَة , كُفْر , مَسّ , مِحْنَة , نازِلَة , هَرْج , هَلاَك , هَوْشَة

Kata “Fitnah” dalam al-Qur’an masih dalam marja’ yang sama, diartikan dengan; memalingkan dari jalan yang benar dan menolaknya (al-Maidah, 49), Azab (an-Nahl, 110), Syirik dan kekafiran (AL-Baqarah, 194), terjerembab dalam ma’siat dan kemunafikan (Al-Hadid, 14),  kesesatan (Al-Maidah, 41), dibunuh atau dipenjara (An-Nisa’, 101) dan beberapa makna lainnya, seperti dalam Surat al-Fath ayat 176 yang bermakna Majnun (gila).

Dari beberapa penjelasan di atas, tidak ada satupun yang mengartikan sebagaimana kata fitnah dalam bahasa Indonesia. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring, Fitnah diartikan dengan “Perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)”.

Dalam beberapa tafsir “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan” tidak ada yang mengartikan dengan kata-kata bohong, tuduhan negatif kepada orang lain, menuduh seseorang melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan. Tetapi kata fitnah dalam Ayat tersebut diartikan sebagai syirik (dalam Tafsir Jalalain, dan juga pendapat Abu Ja’far, Basyar bin Mua’ad, Ad-Dhahak, Mujahid dan beberapa perawi lainnya). Ada pula yang mengartikan dengan “kembali kepada kesyirikan  seperti menyembah patung itu lebih berbahaya dari pada permbunuhan”. Dan pendapat yang lain, fitnah itu adalah menghalangi seseorang dari jalan Allah, melakukan kemusyrikan, kekufur, menghalangi seseorang memasuki Masjid al-Haram serta diartikan dengan  mengusir penduduk ahl Makkah.

Bila kita perhatikan kata fitnah dengan makna kekufuran dan kemusyrikan, sungguh kehilangan keyakinan pada Allah dengan menyekutukannya itu lebih berbahaya dari kematian, pembunuhan dan peperangan. Keyakinan suatu bangsa kepada Al-Haq adalah sebuah kebahagiaan, kemajuan dan harga diri. 

Dalam laman al-Balad, Ibnu Asyur ketika dalam siaran langsung ditanya oleh seseorang tentang kata “fitnah”, beliau menjawab “kata Fitnah dalam Al-Qur’an bukan bermakna naql al-kalam (gosip, berbicara, menyampaikan informasi tidak benar), sedangkan naql al-kalam adalah mengadu domba, dan kata Fitnah yang ternyantum dalam al-Qur’an adalah berupaya menabur perselisihan di antara manusia dengan dengan mempertanyakan (tasykik) agama mereka, asal-usul kepercayaan, agama dan ibadah”.

Orang yang menabur keraguan tentang agama Islam, dan kemudian seseorang tersebut Kembali kepada kemusyrikan, atau menjadi kafir, mereka lebih kejam dari memerangi dan mengadakan pembunuhan. 

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 191)

Allahu a’lam bishwat, wallahu muawaafiq ila aqwamit thariq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar