Sabtu, 26 September 2020

Mengkavling Warna

Halimi Zuhdy

"Pak Ustadz...kok bisa sih baju murid itu warna hijau?" kata seorang wali murid protes seragam  sekolah.

"Emangnya mengapa ibuk?" Saya masih bengung mencoba untuk mencari tahu

"Kan.. kalau warna hijau terkesan untuk kelompok tertentu pak ustadz!!" kata wali santri ini dengan keyakinan tinggi

"Oh gitu tah bu?!" saya agak terheran-heran, entah apa yang ada dalam pikiran sang ibu ini tentang warna

"Kalau menurut saya pak ustadz, cari warna yang netral saja Pak Ustadz" kata wali murid itu sambil cari-cari warna yang dianggapnya netral
"Ibu, sedari awal semua wali murid sudah sepakat, dan kita bukan hanya dari satu organisasi keagamaan, mengapa tiba-tiba ibu berubah" saya meyakinkan ibu ini, karena kita ingin membangun komunikasi terbuka, dan sepi dari kepentingan, walau hidup adalah untuk kepentingan. Tapi, mencari kepentingan bersama menuju kebersamaan. 

"Ia pak ustadz, tapi....." wali murid terus cemberut dan masih belum sepakat. 

"Bu, adakah warna netral??" Saya coba mempertanyakan warna netral apakah yang dimaksud ibu ini.

Ibu ini diam. Ia sepertinya mencari-cari warna. Saya yakin, ibu ini tidak akan menemukan warna netral. Semua warna sudah terpakai oleh semua organisasi, semua agama, semua atas nama kepentingan kelompoknya, semua partai dan semuanya.

"Bu, mengapa warna pepohonan itu hijau kok tidak merah saja, atau biru, atau kuning. Apakah Tuhan tidak netral dan mendukung organisasi tertentu?, nantinya bukan hanya saya yang protes tapi juga langit dan lautan. Dan dedaunan akan protes juga. Mengapa warna dedaunan tidak biru seperti laut dan langit, mengapa langit kok tidak hijau, mengapa bunga-bungan kok kebanyakan merah?" Semuanya akan protes bila dada dan pikiran tidak diluaskan. 

Saya masih terus menjelaskan warna-warni pada ibu yang mulai senyum-senyum ini. 

"Ibu, kita tidak bisa memuaskan semua orang, apalagi meletakkan semua warna dalam satu baju, nanti dikiranya gila, wkwwk. Menjadi pelangi. Atau, kalau pakai warna pink, laki-laki akan protes. Warna pink itu warna perempuan. Yang perempuan juga akan protes bila warna putih, dikiranya pocong dan seterusnya. Ibu...akhirnya warna itu masuk pada ranah jender?!!!" sambil saya ketawa. Dalam hati "Akhirnya, warna menjadi milik organisasi bukan milik alam lagi". 

"Warna itu tidak harus dikapling bu. Dan jangan pula terlalu lebay dengan urusan warna. Bukankah Allah sudah menempatkan warna-warna indah itu sesuai dengan bendanya?" Sedikit saya seriusi perkataan ini.wkwwkwk.

"Lihat bagaimana orang Madura bu, meskipun kebanyakan orang madura NU, tetapi di Madura tidak ada warna hijau. Semuanya, warna biru. Biru daun. Biru langit. Biru dongker. Dan biru biru lainnya. Bukankah warna biru itu milik Muhammadiyah?". Ibu ini mulai tersenyum, dan menampakkan gusinya. 

"Maaf bu, saya hanya guyon". 

"Begini Bu, kita itu tidak akan pernah tenang, kalau pikiran kita selalu suud dhan pada orang lain, apalagi terlalu sensitif. Orang pakai warna merah, dianggap PKI, atau juga dianggap PDI. Warna Hijau, dianggap PKB. Warna hitam dan Putih, sedikit kuning,  PKS. Warna biru, PAN. Dan seterusnya. Akhirnya juga akan protes, jika melihat lampu lalu lintas atau lampu pertigaan atau perempatan jalan. Pemerintah itu sengaja memilih warna merah, kuning, dan hijau di banyak jalan. Kekuasaan membutakan mereka.  Mereka mumoung lagi berkuasa.wkwkwwk" Saya bericontoh yang lebih terang lagi pada ibu yang ngeyel ini. 

"Pak Ustadz, apakah tidak boleh berprasangka, dengan pakaian-pakaian mereka. Bukankah warna-warna itu memang dipakai oleh organisasi keagamaan, partai, dan lainnya?, wajarkan saya menyangka" Ibu ini, mencoba menjelaskan. 

"Boleh lah..bu". Saya sambil tersenyum. "Itu hak ibu, tapi tidak semua warna itu adalah kavlingan. Kembalikan warna itu pada alam. Kita tidak akan hidup tenang. Apabila kita selalu dihantui warna, fobia warna, dan memusuhi warna, wajarlah pada warna!!!?" 

*********
Semua warna Allah berikan untuk alam, agar alam ini penuh warna warni. Keindahan kebun, karena pepohonan dan bunga-bunga yang penuh warna warni. Bila semuanya putih, nanti dikira kuburan. Kuburan pun masih disisipi warna lainnya. Menikmati setiap warna, adalah bagian dari kenikmatan yang Allah berikan. Demikian pula dengan banyaknya ketidaksamaan di antara manusia. Bukan untuk saling bermusuhan, tetapi saling memberi warna. Bukankah indahnya musik, karena not-not yang berbeda?😀

Selamat berlibur di hari Sabtu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar