Kamis, 06 Agustus 2020

Kalimat dalam Al-Qur'an

Kalimat dalam Al-Qur’an

Halimi Zuhdy

Menarik bila kita perhatikan kata "Kalimat" dalam Al-Qur'an, ia seperti banyak menyimpan rahasia yang harus dikuak, maka para mufassir berbeda pendapat dalam mengungkap makna “Kalimat” di dalamnya.

Kalimat dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki tiga pengertian; kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan, perkataan dan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Tapi, bukan definisi ini yang diinginkan dari beberapa mufassir untuk menguap kata “Kalimat” di dalam al-Qur’an. 

Kata “Kalimat” berasal dari bahasa Arab yang memiliki banyak arti, dalam kamus Al-Ma’ani; adalah lafadz yang menunjukkan makna tunggal yang dimengerti/dipahami, baik berupa kata benda atau kata sifat atau huruf (pengertian dalam ilmu Nahwu/Sintak). “Kalimat” secara etimologi adalah susunan kata (jumlah) yang dapat dimengerti (mufidah). Sedangkan secara terminologi adalah lafadz yang menunjukkan pada suatu makna tertentu. Kalimat memiliki istilah lain; Qaul, Lafadz, Kakam, Kalim. 

Dalam al-Qur’an kata "Kalimat" memiliki beberapa makna yang sesuai dengan konteksnya. Kata ini memiliki beberapa penafsiran, ada yang bermakna perintah dan larangan, ungkapan doa, dan ada pula yang memaknai dengan 10 cobaan, manasik haji dan beberapa makna lainnya.

Kata "Kalimat" dalam Al-Qur’an ada beberapa bentuk, yang pertama berbentuk mufrad (tunggal) “كلمة” dan "كلمت", dengan dua bentuk tulisan yang berbeda,  ada yang berbentuk jamak (plural) “كلمات”.

Kata Kalimat dengan bentuk plural disebutkan sebanyak 13 kali dalam Al-Qur'an, sedangkan yang berbentuk tunggal terdapat 35 kali.

Saya tidak akan mengkaji satu persatu dari 35 kata kalimat dalam Al-Qur'an. Saya hanya akan milirik satu kata "Kalimat" dalam surat Al-Baqarah Ayat 124, yang terkait dengan kisah Nabi Ibrahim AS. 

وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa "kalimat", lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Kata "Kalimat" dalam Tafsir At-Thabari adalah kewajiban (faraidh) dan perintah (awamir), dan juga masuk didalamnya  adalah larangan. At-Thabari juga menjelaskan perbedaan para ulama dalam penafsirkan kata "al-Kalimat". Kalimat adalah syariah-syariat Islam, sebagaimana yang dituturkan oleh Muhammad bin al-Mutsanna, Ishaq bin Syahin, Abdullah bin Ahmad bin Syibawaihi. Dalam makna ini terdapat ada 30 hal dalam syariat (Ibnu Abbas). 

Berbeda dengan apa yang sampaikan Hasan bin Yahya dari Abdurrazaq yang juga berasal dari perkataan Ibnu Abbas, menurutnya  "Kalimat" di sini adalah kesucian (thaharah), 5 yang berada di area kepala dan 5 dibagian tubuh (selain kepala); mencukur kumis,  berkumur-kumur, menghirup air, bersiwak, menyisir rambut, potong kuku, mencukur bulu kemaluan, khitan, mencukur bulu ketiak, mencuci bekas buang air besar/kecil.
Kesucian (thaharah) dan kebersihan menjadi syariat kenabian dari masa ke masa, hal ini menandakan bahwa syariat membawa umat pada kemaslahatan, kebahagiaan, kesucian dan keselamatan.

Rasia Nabiyuna Ibrahim menjadi Imam (pemimpin) bagi manusia, karena ia telah menyempurnakan Kalimat, ia diuji dengan Kalimat dan mampu menyelesaikannya dengan baik. Para ulama berbeda pendapat dalam menetukan kata “Kalimat”, atau isi dari pesan dalam kalimat tersebut. Tapi saya tertarik untuk membaca apa yang disampaikan oleh Muhammad bin Ishaq dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menguji dengan kalimat, dan kalimat tersebut adalah; Ibrahim meninggalkan kaumnya atas perintah Allah, Argumentasi dan perlawanan terhadap Raja Namrud, sabar ketika dimasukkan ke dalam api yang berkobar, berhijrah dari negeri asalnya menuju Makkah. Sedangkan Basyar bin Mu’adz dalam riwayat lain, bahwa Allah menguji Nabi Ibrahim AS dengan bintang, rembulan, matahari, api, hijrah, kkhitan dan menyembelih putranya, dan Nabi Ibrahim AS mampu melalui ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Cobaan yang medera Nabi Ibrahim tidak terhitung, tapi beliau mampu meliwati cobaan (ujian) “Kalimat” tersebut dengan sempurna (fa atammahun), dan dalam beberapa riwayat “Kalimat” itu adalah; 1) Bintang, Nabi Ibrahim mampu berdialog dengan pikirannya, mana yang Tuhan dan mana yang makhluq. Ia tidak terkecoh dengan gemerlap bintang, tidak terlena dengan ketinggiannya, ia pun menemukan titik terang lainnya. 2) Rembulan, keimanan Nabi Ibrahim diuji kembali dengan rembulan yang sinarnya lebih berkilau dan lebih terang. Ia berfikir benarkah ini Tuhan?, ia pun mampu melewati cobaan dan ujian akidah sebelumnya. 3) Matahari, kini Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan terang menderang mentari, seakan-akan teriknya tak lagi mampu ditutupi oleh siapa pun yang memandang dan merasakannya, ia sebagai sumber kehidupan. Dengan makhluq ini (matahari), tidak sedikit yang tunduk dan menjadikannya Tuha, tetapi Nabi Ibrahim mampu melewati kemilau dan rayuan cemerlangnya. 

Apakah Nabi Ibrahim selesai dengan ujian tiga sinar tersebut? Ternyata tidak, datang ibtala (cobaan/ujian) yang lain. 5) Penguasa, cobaan seseorang ketika berhadapan dengan penguasa banyak yang tidak kuasa untuk berlabuh di dalamnya. Rayuannya jabatan, pangkat, harta ketika disuguhkan tidak mampu ditolak. Tapi, Nabi Ibrahim tidak hanya menolaknya sekian perdamaian dan rayuan, tidak hanya urusan harta benda dan jabatan tetapi akidah dipertahankan, ia berkronfontasi dengan penguasa lalim tersebut (Namrud). Ancaman demi ancaman mampu ia lalui. 6) Api, urusan dengan jabatan dan kekuasaan tidak mudah. Bukan hanya dipecat, disingkirkan, diasingkan atau dicoret namanya. Nabi Ibrahim berhadapan dengan kobaran Api, ia dilempar di dalamnya, dengan izin Allah Api itu tidak mampu membakarnya. Inilah kepasrahan seorang Khalilullah (kekasih Allah). Apapun cobaan, bila Allah tidak bekehendak, maka tidak akan pernah terjadi. 

Ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim tidak hanya sesuatu yang menjulang tinggi dengan gemerlap sinarnya, tidak pula hanya kekejaman penguasa, tetapi ujian itu juga datang dari urusan keluarga. Beliau cukup lama tidak memiliki keturunan, sekitar 80 tahun, tetapi kesabaran, doa dan harapan tidak pernah surut, beliau pun dikaruniai seorang anak, Ismail dan berikutnya Ishaq. Apakah selesai, tidak. beliau 7) Hijrah, ini bukan perkara mudah bagi siapa pun, cobaan yang sungguh berat hijrah meninggalkan keluarga. Beliau walau bersama anaknya yang dicinta Nabi Ismail dan Isterinya, Sayyidah Hajar, tetapi hijrahnya ke tempat yang sangat gersang, tidak ada air, bekal yang tidak banyak, berikutnya Nabi Ismail meninggalkan keduanya. Sungguh, Nabi Ibrahim mampu melewati ini. 8) Anak, ujian terberat dalam keluarga adalah anak, bagaimana anak yang didamba puluhan tahun harus disembelih (dikurban). Tetapi inilah perintah, inilah ujian, dengan tawakkal, ikhlas dan sabar, Nabi Ibrahim mampu menyelesaikan dengan keimanan yang kuat. 9) Syaithan, berbagai godaan syaitan juga mampu dihalau oleh Nabi Ibrahim yang kemudian dimonomenkan dalam syariat melempar jumrah. 

Kajian tentang “Kalimat” tidak selesai di sini, masih banyak pendapat para ulama dalam ayat ini (al-Baqaroh, 124), belum lagi tentang “Kalimat” dalam surat lainnya; an-Nisa’, ali Imran, al-An’am, al-‘Araf, al-Anfal, Yunus, al-Kahfi, Luqman, al-Syura, al-Tahrim, at-Taubah, Hud, Ibrahim, Thaha, al-Mu’minun, an-Naml, al-Zumar, Fussilat, al-Zuruf, al-Fath, as-Shaffat, al-Ghafir. 

Allahu’alam bishawab

Khadim Pondok Pesantren Darunnun Nun

2 komentar:

  1. ويعجز النبض على التعبير بما كتبت وبما قدمت .. بارك الله فيك وجعله فى ميزان حسناتك
    كتب اسلامية

    BalasHapus
  2. ويعجز النبض على التعبير بما كتبت وبما قدمت .. بارك الله فيك وجعله فى ميزان حسناتك
    كتب اسلامية

    BalasHapus