Selasa, 07 Juli 2020

Prasangka, Belajar Kritis dari Putri Imam Ahmad

Halimi Zuhdy

Kadang kita merasa mulia setelah berbuat banyak kebaikan. Terkadang menganggap orang lain belum berbuat banyak kebaikan, apalagi yang mereka lakukan tidak sesuai dengan prasangka kebaikan kita. Seakan-akan mereka hanya melakukan kesia-siakan. 
Ada kisah yang sangat menarik. Seorang alim dan anak kecil dengan pandangannya, di luar pengetahuannya.

Suatu hari Imam Syafi'i berkunjung ke kediaman Imam Ahmad bin Hambal, seorang imam yang sama-sama alim dan dikagumi. Imam Ahmad mempunyai putri salehah; Ia rajin shalat malam, berpuasa dan senang mendengarkan kisah tentang orang-orang saleh dan cendekiawan. Sebuah kesempatan yang luar biasa bagi sang putri itu.

Putri itu, ingin sekali melihat Imam Syafi'i yang sering diceritakan ayahnya, karena ayahnya sangat memuliakan sang Imam dan selalu bercerita tentang keilmuan dan ibadahnya.

Ketika Imam Syafi'i berkunjung ke rumahnya, putri Imam Hambal sangat gembira sekali, ia ingin sekali melihat apa yang akan dilakukan Imam Syafi'i di rumahnya dan ingin menyimak kisah dan fatwanya.

Setelah makan malam berlalu, Imam Ahmad beranjak untuk shalat malam dan berdzikir, sedangkan Imam Syafi'i menuju tempat tidur, dan putri Imam Ahmad mengawasi setiap gerak geriknya sampai fajar tiba.

Ketika pagi menyeringai. Putri salehah itu bertanya pada Abahnya (Imam Ahmad), "Wahai Ayahku, benarkah beliau Imam as-Syayafi' yang engkau selalu ceritakan padaku?". Tanya dengan nada heran dengan penuh prasangka. "Ia, anakku, beliau yang mulia Imam as-Syafi'i" Jawab Imam Ahmad.

Sang Putri belum puas melihat apa yang terjadi, "Aku selalu mendengar, betapa Engkau mengagungkan beliau, tetapi nyatanya aku tidak melihatnya ia shalat malam, ia juga tidak membaca wirid dan berdzikir? "Sang putri masih tanda tanya besar.

Ia melanjutkan, "Dan, aku perhatikan Imam Syafi'i melakukan tiga hal yang aneh!?".
Ayahnya menimpali, "Apa itu wahai anakku? ".

Sang Putri menjawab dengan serius "Jika kita suguhkan makanan, beliau memakannya dengan sangat lahap, berbeda dengan yang Ayah ceritakan. Apabila beliau masuk kamar, beliau tidak shalat malam. Dan ketika beliau shalat Shubuh bersama kita, beliau tidak berwudhu, anehkan abah?". Ia penuh tanya, dan ingin sekali bertanya langsung pada sang Imam.

Matahari mulai meninggi, Imam Ahmad dan Imam Syafi'i duduk-duduk sambil bercerita dan bertukar ilmu. Imam Ahmad membuka pembicaraan tentang Imam Syafi'i yang diamati putrinya.

Imam Syafi'i sepertinya tahu apa yang dikeluhkan putri Imam Ahmad, beliau pun menjawabnya;
"Wahai Aba Muhammad (demikian Imam Ahmad dipanggil oleh Imam Syafi'i). Aku makan makananmu banyak sekali, karena aku tahu, makananmu terbuat dan berasal dari barang halal. Engkau orang dermawan dan makanan dari seseorang yang dermawan adalah obat, sedangkan makanan dari orang bakhil adalah penyakit, dan aku makan banyak, agar ia menjadi obat bagiku" Jawab Imam Syafi'i.

"Mengapa aku tidak shalat malam?, ketika aku mulai meletakkan kepala untuk tidur, aku melihat Al-Quran dan Hadis di depanku, kemudian Allah membukakan 72 masalah fiqih padaku dan aku susun agar nantinya bisa bermanfaat untuk kaum muslimin, maka disanalah aku di antara menulis dan bangun malam" jawabnya.

Dan yang ketiga, "Mengapa ketika aku shalat Shubuh bersama kalian, aku tidak berwudhu', Demi Allah, mataku tidak bisa terpejam, sehingga aku dapat memperbaharui wudhu', aku semalaman terjaga, maka aku shalat shubuh bersama kalian dengan wudhu' shalat Isyak". Setelah itu, beliau berpamitan kepada Imam Ahmad dan melanjutkan perjalanannya.

Beberapa detik berikutnya Imam Ahmad memanggil putri kesayangannya, "Anakku, begitulah yang dilakukan beliau (Imam Syafi'i) pada malam hari, beliau tidur (berbaring) lebih utama dari apa yang aku kerjakan, sedangkan aku dalam keadaan bangun"( tidurnya lebih baik dari bangunku).

Begitulah kisah inspiratif Imam Syafi'i yang malamnya adalah karya, menulis ilmu untuk umat, sungguh memetiknya adalah keindahan.

Sungguh putri Imam Ahmad semakin kagum kepada sang imam, betapa prasangkanya selama beliau dirumahnya adalah kesalahan. Prasangka yang kurang baik. Ternyata beliau melebihi apa yang ia sangka. 

Pelajaran luar biasa ini terkadang terjadi pada siapapun. Prasangka jelek, terkadang selalu menggiring seseorang untuk menganggap orang lain jelek dan tidak ada kebaikannya. Walau ia sudah dan sering berbuat kebaikan, tetapi kebaikannya terhapus oleh prasangkanya dirinya. Bukankah lebih baik berbaik sangka walau salah, dari pada berburuk sangka tapi benar?. 
Allah 'alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar