Selasa, 14 April 2020

Sayyidah Aisyah dan Kondisi Perempuan pada Zamannya #1

Halimi Zuhdy

Beberapa hari ini di WAG, IG, FB cukup ramai tentang Zaujatun Nabi, Istri-istri baginda Nabi Muhammad saw. Dan ada lirik lagu yang cukup viral, bahkan di-cover oleh beberapa penyanyi yang mengangkat tema salah satu Istri beliau, Aisyah. 


Sedikit saya menanggapi, berangkat dari beberapa pendapat tentang lirik lagu Sayyidah 'Aisyah. Ada yang  yang menganggap terlalu romantis. Liriknya tidak pantas untuk didendangkan. Sehingga harus diganti. Kemudian muncul cover berikutnya dengan beberapa perubahan kata, entah itu apa namanya. Ada pula yang berbahasa Arab, liriknya berbeda dengan lirik peng-cover pertama. 

Bahkan ada yang menganggap nyanyian tersebut begitu santuinya. Ada pula yang mengangap tidak sopan karena tidak diawali dengan sayyidah. Mengkritik, karena terlalu detail romantismenya tidak baik menceritakan Istri Nabi seperti itu. Lebih menonjolkan fisik Sayyidah Aisyah dari pada keilmuannya. Dan masih banyak ungkapan lainnya antara yang sepakat dan tidak dengan lirik tersebut. 

Belum lagi terkait dengan penyanyinya, "Kok bisa ya dinyanyikan oleh laki-laki?, Masak laki-laki menceritakan Istri Nabi, tidak sopan banget", ada pula pendapat lainnya, "Masak perempuan-perempuan yang menyanyikan tidak pakai kerudung", ada pula "Ada pula penyanyinya yang mencubit hidungnya, dan bermesraan dengan penyanyi laki-laki-nya", belum selesai "Banyak anak kecil ikut-ikutnya nyanyi mesra, ini tidak baik untuk anak kecil". Dan masih banyak komentar, tanggapan, pendapat terkait lirik lagu ini. 

Ya begitulah dalam hidup, bila karya sudah dilemparkan ke khalayak umum, maka siap-siaplah untuk dipuji, dikritik, dihakimi, dan lainnya. Karena ada maqal, "Li kulli Ra'sin Ra'yun", setiap kepala punya ide, pendapat, tanggapan. Semakin banyak yang menanggapi, semakin banyak wawasan yang akan diperoleh dan didapatkan.

Tapi apa pun yang terjadi, munculnya lirik lagu ini sangat luar biasa, ia laksana syiar. Banyak yang kemudian mencari sosok Sayyidah Aisyah, dan mereka menemukan berbagai tulisan antara yang mengkritik dan yang memuji kehidupan Sayyidah.

Beliau memang sosok yang banyak ditulis dalam berbagai kitab. Penulis temukan misalnya, Ad-Durru al-Stamin min Sirah Sayyidah 'Aisyah Umm al-Mu'minin Radhiallah 'Anha, dari Markaz Buhust wa Dirasat. As-Sirah al-Mu'atharah fi Manaqib Ummi al-Mu'minin Aisyah, karya Turki bin Hasan. Qoshirah  al-Waidh al-Andalusi fi Manaqib umm al-Mu'minin Al-Ashdiqah al-Aisyah, karya Abi Imran Musa. Dan banyak sekali kitab yang menceritakan beliau.

Kembali kepada tema di atas, mengapa penulis mengangkat tema Aisyah dan keadaan perempuan yang semasa dengan beliau. Hal ini penting untuk membuat perbandingan. Apa hubungan romantisme Nabi yang meminum di bekas bibir Ummul Mu'minin. Lari-lari dengan beliau. Satu selimut. Dan lainnya. Misalnya,  kebiasaan orang Arab ketika Istrinya Haid (mistruasi), maka istri mereka dianggap kotor dan najis, tidak boleh menyentuh alat makanan (piring, gelas dll), dan menjahui mereka. Dan ada yang meninggalkan mereka di rumahnya. Sehingga perlakuan Nabi saw terhadap Sayyidah Aisyah dengan meletakkan bibirnya di bekas minumnya, di antaranya untuk menghilangkan anggapan perempuan yang haid itu kotor, tidak boleh bersama, bahkan boleh juga untuk tidur bersama kecuali melakukan hubungan suami istri. "Ishna'u kulla syain illa nikah, lakukan apa pun pada istrimu, kecuali melakukan hubungan" Sabda Nabi.

Beberapa tahun yang lalu saya membaca buku yang ditulis oleh seorang al-mustasyriq (orientalis), saya lupa judul bukunya. Penulis tersebut menulis banyak tuduhan yang kurang baik, bahkan sangat tidak pantas kepada Nabiyuna dan Ummahatul Mu'minin, terutama kepada Sayyidah Aisyah, terkait dengan umur pernikahannya, umur Nabi dan lainnya. Mengapa anggapan ini muncul, karena penulis ini, membaca dan membandingkan dengan perempuan zamannya (modern, zaman ini), tidak melihat bagaimana kondisi perempuan pada masa Sayyidah Aisyah lahir, juga perempuan sebelum kelahiran beliau, dan juga mungkin beberapa tahun setelah beliau tiada.

Perempuan-perempuan pada masa Jahiliyah

Buku yang menceritakan perempuan pada masa ini terdapat ratusan bahkan ribuan buku,   al-Mar'ah fi Al-Jahiliah, Makanah al-Mar'ah fi jahiliyah wa al-Islam, Haqiqah al-unsta fi Islam wa al-jahiliyah, Al-Ma'ah fi al-asr al-jahili, zawajul al-Mar'ah fi ashr al-Jahilily, Tarikh al-Arab qabla Islam. 

Secara umum keadaan perempuan pra Islam sangatlah mengenaskan, tidak hanya di Jazirah Arab tapi di seluruh dunia, silahkan baca buku-buku terkait dengan perempuan pada tahun 600 M ke atas (pra Islam). Walau tidak semua perempuan berada pada tempat yang kurang baik. Ada pula di Jazirah Arab, perempuan yang memiliki kekayaan, pintar, hebat mereka dapat memilih kedudukan sendiri. 

Menurut Muarrikh Arab (Ahli sejarah Arab) tidak sedikit perempuan juga memiliki kebebasan pada masa itu, ia mencontohkan, seperti Sayyidah Khadijah seorang pedagang kenamaan, kaya raya, cerdas dan hebat, ia bisa mempekerjakan orang laki-laki dalam bisnisnya. Dan ia mengutus Saudaranya Nafisah binti Munabbih untuk melamar Nabiyuna Muhammad, ketika itu Muhammad sangat masyhur dan menjadi perbincangan masyarakat Arab, sehingga Khadijah ingin tahu lebih jauh tentangnya dan kemudian mengutus Maisaroh (laki-laki) untuk menyertainya dalam perdagangan ke negeri Syam serta untuk melihat akhlaknya Muhammad. Khadijah adalah sosok perempuan berpengaruh pada masanya. 

Berbagai pendapat tentang perlakuan masyarakat terhadap perempuan pada masa Jahiliyah (pra Islam), namun secara umum yang penulis temukan adalah mereka dalam kondisi paling buruk dalam sejarah (baca: Al-Mar'ah fi al-ashri al-Jahili, Abdurrahman At-Thukhi). Perempuan yang terlahir dari rahim Istrinya, maka tetiba wajah suaminya marah memerah (mubghid), semua pada bersedih (huzn, ka'ab) dan wajahnya menghitam (sawad). Sebagaimana juga diceritakan dalam al-Qur'an. 

Pernikahan pada masa sebelum Islam

Bagaimana pula orang jahiliyah memperlakukan perempuan dalam pernikahan, Ada 4 jenis pernikahan pada masa pra Islam sebagaimana dalam hadis Nabi, yaitu: al-Raht, al-Rayah,al-istibdha', dan al-Wiladah. Serta beberapa tradisi lainnya.  Mislanya pernikahan Ar-Raht, beberapa laki-laki (di bawah 10 orang) menikahi satu orang perempuan dan menggaulinya, setelah hamil perempuan tersebut menunjuk satu dari sekian laki-laki sebagai bapaknya.  Pernikahan ar-Rayah (bendera), seorang perempuan meletakkan bendera di depan rumahnya, bila ada laki-laki yang suka kemudian masuk dan mencalurinya, bila melahirkan ditentukanlah bapaknya oleh seseorang yang dianggap tetua. Pernikahan istibdha', seorang suami menyuruh   istrinya untuk pergi kepada seseorang terhormat atau terpandang di tempat itu, kemudian istrinya melakukan hubungan dengannya, dengan harapan anak yang lahir seperti orang yang terpandang. Dan masih banyak jenis pernikahan pada masa itu yang memperlakukan perempuan dengan sewenang-wenang, paksaan, tanpa mahar dan lainnya (sila baca: Azzawaj qabla Islam).

Pertama kali muncul di www.pesantren.id
Gambar: google 

Bersambung...2 Sayyidah Aisyah (Masa kecil, bersama Nabi, selepas Nabi Wafat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar