Buku "Nahwu al-Ma'na Baina al-Nahwi wa al-Balaghah, Uslub al-Taqdim wa al-Ta'khir Anmudzajan" yang dirajut Dr. Khulud al-Shaleh, setebal 730 sangat menarik untuk dilirik, bahkan tidak hanya dilirik tapi dipelototi. He.
Guru, dosen, muallim atau mentor Grammar (Qawaid Nahwiyah), "biasanya" mengajarkannya dengan gersang dan kering. Bukan tidak hebat, tapi saking hebatnya si guru, siswa yang diajar kebingungan dan tidak paham-paham. Mengapa? Karena ia mengajar grammer untuk grammer, bukan untuk memahamkan. Atau siswa dapat memahaminya, tapi setiap apa yang disampaikan tidak disertai dengan makna yang terselip di dalamnya. Hal Ini hasil riset kecil-kecilan di beberapa daerah lo, bukan ngarang.he. tapi tidak semua, hanya kebanyakan.wkwwk.
Buktinya?! Banyak yang menjauh dari bahasa tertentu gara-gara belajar grammar, dengan alasan bulet, sulit, menjenuhkan, gersang, kering, dan alasan lainnya.
Buku ini mencari formulasi cantik antara Nahwu (Grammar bahasa Arab) dengan Ilmu Balaghah (Retorika, Ilmu Keindahan Bahasa), serta mengungkap setiap posisi gramatikal atau leksikal dengan makna tertentu, seperti Taqdim (posisi di awal) dan Ta'khir (posisi diakhirkan). Kalau dalam bahasa Indonesia, sepertinya istilah ini tidak ditemukan. Misalnya, "Joko menangis" maka tidak benar bila dibalik menjadi "Menangis Joko" atau dengan bentuk yang berbeda "di dalam Masjid ada Joko" dan "Joko di dalam masjid". Dalam bahasa Arab hal ini biasa, bahkan urusan taqdim dan ta'khir sangat melimpah.
Nahwu di sini tidak hanya menjadi sebuah grammer (tata bahasa) tetapi menjadi sebuah wacana yang dikaitkan dengan berbagai ilmu. Dalam kitab ini, dua hal yang sangat terkait, Al-Janib al-bunyawi dan al-Janib al-Dalali, mungkin dapat diistilahkan dengan semantik grammar
Selengkapnya silakan baca buku ini.he. Ingin saya ulas lebih panjang, nantinya takut melelahkan, kalau kelelahan gambang Covid-19 menyerang.he. Guyon.
#IbqaFilManzil
Tertarik membaca buku ini ustad. Bisa didapatkan dimana bukunya ustad? Syukron.
BalasHapus