Halimi Zuhdy
Beberapa hari yang lalu, motor ojek yang saya kendarai melewati puluhan cafe di Malang yang disesaki pengunjung dan juga melewati satu masjid yang berada di deretan terakhir cafe-cafe tersebut.
Cafe-cafe yang tidak pernah sepi itu, dan masjid yang sesekali dipenuhi jamaah, itupun pada hari Jumat, mengundang pertanyaan tukang ojek yang saya tumpangi. Mungkin dalam pikirnya, mengapa masjid selalu sepi, kalau shalat berjamaah kadang hanya satu dua baris, yang menjadi imam suaranya sama dengan yang menjadi muadzin. Mungkin maksudnya, yang menjadi muadzin, yang iqamah dan imam satu orang.wkwwk.
Entah kenapa, motor itu tiba-tiba berhenti, apa mungkin kehabisan bekal, atau kehausan, saya tidak berani bertanya. Tiba-tiba Bapak Ojek ini membrondong beberapa pertanyaan pada saya.
"Pak, mengapa akhir-akhir ini cafe begitu ramai sedangkan masjid sangat sepi?" Tanyanya.
Saya sebenarnya agak males menjawab, karena cara membandingkan terlalu jauh, masjid kok dibandingkan dengan cafe.
Apa mungkin Bapak ini kerasukan orang-orang yang sering membandingkan Al-Qur'an dan pancasila, Nabi Muhammad dengan pahlawan, Malaikat dan Syaitan. Atau bapak ini memang benar-benar bertanya, karena melihat fenomena yang luar biasa, cafe yang berkecambah dengan pengunjung yang tak pernah sepi, larut malam pun masih terlihat ramai sekali, tidak hanya laki-laki tapi juga banyak perempuan.
Saya mencoba menjawab dengan sedikit memancing rekasi bapak ini berikutnya, "Bapak, jangan bandingnya Masjid dengan Cafe, Masjid itu tempat yang suci, hanya duduk-duduk dan berniat iktikaf sudah dapat pahala. Kalau di cafe tidak boleh niat i'tikaf nanti menjadi bid'ah, di Masjid itu ada beberapa hal yang tidak boleh dibicarakan, sedangkan di Cafe apapun dibolehkan (tidak ada larangan), kecuali pemilik cafenya menuliskan DILARANG MINUM KOPI, tapi ini jadi aneh".wkwkwwk.
"Pak, kalau ibadah kan tidak harus di masjid, kan bisa dimana saja" sanggahnya
"Tayyib, benar ibadah di mana saja, tapi ada yang juga dikhususkan tempatnya, kalau jumatan tempat di Masjid jangan di Cafe, kalau waktu shalat jumat masih di cafe itu bisa dosa, tapi kalau minum kopi di Masjid hari Jumat tidak ada yang melarang". Saya mencoba menjelaskan.
"Cafe juga bisa jadi tempat melakukan ibadah bapak, wiridan sambil nyeruput kopi, atau ngaji, atau juga diskusi dan lainnya, tapi kan tidak elok kalau ia di samakan dengan masjid, karena tempatnya tidak bernilai ibadah. Berbeda dengan masjid. Masjid kalau dibuat ngerumpi juga tidak boleh, malah berdosa berada di masjid, berjualan juga dilarang, mencari barang hilang juga tidak dibolehkan. Maka, semuanya ada tempatnya". Saya melanjutkan apa yang dimasud ibadah dan tempatnya.
"Bapak, yang tidak baik itu kalau tidak pulang-pulang dari cafe dan jarang ke masjid, atau melupakan masjid. Kalau hanya tidak ke cafe, dan bahkan melupakan cafe tidak ada yang memgatakan berdosa. Tentunya, bukan hanya persoalan tempat lo Bapak, juga persoalan aktifitasnya". Sambil saya tersenyum padanya, dan Bapak itu manggut-manggut.
"Kalau tidak pulang dari masjid bagaimana ustadz?", Sanggahnya.
"Sama Bapak, tidak baik orang yang tidak pulang-pulang dari Masjid, meninggalkan keluarga, meninggal bekerja, tidak mencari nafaqah, bahkan bisa berdosa bila hanya berada di masjid tapi kewajibannya ditinggalkan. Disinilah bagaimana Islam mengajari untuk berimbang antara urusan akhiran dan dunia Bapak. Tapi, wa akhiratul khairun laka minal ula" saya tutup dengan senyum sebelum kita melanjutkan perjalanan lagi.
Banyuanyar Pamekasan, 21 Pebruari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar