Jumat, 30 Agustus 2019

Memahami kata "Wafat" dan "Maut" dalam linguistik Arab

Halimi Zuhdy

Bahasa adalah cerminan dari budaya suatu bangsa, dan setiap bahasa memiliki keistimewaan dan karakter sendiri. Bahasa yang digunakan dalam suatu bangsa, dianggap mewakili karakter dari bangsa tersebut.

Misalnya, dalam mengungkapkan kata “kematian”, antara suatu bangsa dan bangsa lainnya berbeda, baik dari ungkapannya atau perlakuannya.

Dalam bahasa Indonesia, kata “mati” memiliki banyak sinonim (al-mutaradifat), di antaranya; berkalang tanah, berkubur, binasa, bobrok, buang nyawa, gugur, hilang hayat, hilang jiwa, hilang nyawa, jangkang, kaku, kembali ke pangkuan Allah Swt, koh, mampus, mangkat, maut, melayang jiwanya, membaham tanah, meninggal, menutup mata, modar, musnah, padam hayat, padam nyawa, punah, putih tulang, putus jiwa, putus napas, putus nyawa, putus umur, tenang, terjengkang, tersekat, tersumbat, tertutup, tetap, tewas, tumpar, tumpas, wafat, dan masih ada kosakata lainnya, dengan penggunaannya yang berbeda.

Dalam tradisi Nusantara, kematian adalah sesuatu yang sangat sakral, bukan hal yang sederhana, sehingga muncul dengan istilah-istilahnya yang bervarian. Karena kematian merupakan hal yang penting, sebagaimana kelahiran, maka banyak memunculkan ungkapan-ungkapan atau kosakata yang tidak sedikit.

Dampak dari kesakralan tersebut, orang yang meninggal tidak cukup dikebumikan, tetapi ada tahapan-tahapannya, dan setelah dikebumikan dibuatkan kijing, diberi nama, tanggal lahir dan tanggal kematiannya, ada pula yang dibangunkan rumah di atasnya. Sedangkan beberapa negara di Arab, bahkan mayoritas, kijing juga jarang didapatkan, dan tidak terdapat nama dan tanggal kematiannya. Seperti pekuburan Baqi’ dan Ma’la.

Selengkapnya dapat dibaca dilink berikut:https://alif.id/read/halimiy-zuhdi/memahami-kata-wafat-dan-maut-dalam-linguistik-arab-b222140p/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar