Kamis, 27 Juni 2019

MENDEKAT

Halimi Zuhdy

Di Dunia itu sebenarnya berdekatan, tak ada yang jauh, hanya kita saling berjahuan. Manusia yang ada di dunia satu darah, satu warna,  darah merah. Semua dilahirkan dari rahim yang sama, Adam dan Hawwa'. Semuanya pernah dikandung (batn) kecuali Nabiyullah Adam dan Hawwa'.

Kita selalu dekat, yang menjauhkan kita adalah ego kita, seperti Habil dan Qobil dekat, tapi menjauh karena ada ego dan kedengkian. Allah menciptakan kita, tapi kita kadang lupa bahwa kita diciptakan. Allah dekat, dan bahkan sangat dekat, tapi sering kita menjauh, dan bahkan melupakannya. "Inni Qorib, sungguh saya sangat dekat" Firman Allah.

Bila darah kita sama, apa yang membuat kita beda?, bila jantung kita mendegub untuk memompa warna merah yang sama, mengapa kita beda? Bukankah tubuh kita adalah darah?, kalau ada rambut, bulu-bulu, daging, itu hanya untuk memperindah warna kemanusiaan kita, bukan kemudian untuk tercerai berai. Bukankah penyanggah kita juga sama, sama kerasnya dan sama warnanya, tulang yang putih. 

Apalagi yang kita perdebatkan untuk kemudian harus berjahuan, bukankah kita bersaudara? Apalagi kita lahir dari tanah dan air yang sama, memakan dan meminumnya, masuk dengan menjadi diri yang ber-tanah air bersama, Indonesia.

Kita sebenarnya dekat, tak pernah jauh. Tapi kita sering menjauh, menjahui dan menjauhkan.

Bandung, 26 Juni 2019

------------------------------------------------------------------
Bersama ustadzuna Dr.  Nasaruddin Idris Jauhar dari Surabaya, satu pesawat dan satu hotel, walau sebelumnya tidak pernah menjadwal untuk bersama, menuju hotel satu mobil sambil berbincang Nabiyuna Nuh Alaihissalam, betapa  Nabi Nuh  sang desainer, pembuat perahu, dan beliau juga tukang Kayu, perahunya tahan banting, terpaan ombak yang menggunung tak membuat perahunya tenggelam pun tak pecah, karena beliau merancang dengan keahliannya dengan kayu-kayu terbaiknya.

Kemudian Dr. Nasar bercerita, ada seorang perempuan datang kepada Nabi Nuh ketika membuat perahu, "Jangan lupa panggil dan ajak saya, kalau sudah jadi perahuanya sudah selesai dibuat" dan ketika itu pula, perempuan tadi bersyahadat akan keesaan Tuhan dan mengikuti aqidah Tauhid.  Setelah beberapa lama, perahu pun selesai, banjir bandang datang menggempur seluruh daerah itu (bahkan seluruh muka bumi, qila). Dan Nabi Nuh benar-benar lupa pesan perempuan tadi, untuk mengajak bersama, dan juga tidak menemukan dalam perahu bersamanya.

Setalah banjir usai, perahu mendermagakan dirinya, orang-orang yang berada dalam perahu turun satu persatu, tiba-tiba ada seorang perempuan menemui Nabi Nuh "Kapan banjir itu datangnya?" ternyata perempuan itu selamat walau ia tidak bersama perahu tadi.

Allah memiliki jalan lain untuk menyelamatkan perempuan tadi, tidak harus menaiki perahu, dan tidak pula bersama mereka di dalamnya. Kuasa Allah melebihi apapun. Karena semua itu, diatas pengawasan Allah. Demikian kisah yang dikutip dari Dr. Ratib an-Nablusi oleh Dr. Nasar.

---------------------------------------------

Kita alhamdulillah berdekat, walau kadang berjauh tempat. Karena bukan tempat yang membuat jauh, tapi rasa, kalau rasa dekat sejauh apapun tempat akan sangat dekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar