Halimi Zuhdy
Beberapa jam yang lalu, saya bersama Dr. Achmad Tohe dan Dr (M) Ahmad Fatoni Said, didaulat oleh IMASASI (Ikatan Mahasiswa Studi Arab Se-Indonesia) untuk menyampaikan gagasan/makalah dan berdiskusi di Seminar Nasional dengan tema, "Arah Baru Pergerakan Studi Arab di Era Revolusi Industri 4.0".
Tema Revolusi Industri 4.0 lagi hits banget, menjadi perbincangan para tokoh nasional dan internasional dalam Seminar, workshop, diskusi, dan konfrensi selalu diselipkan kata-kata "Era Revolusi Industri 4.0".
Bagaimana dengan Bahasa Arab?, Baik dalam pembelarannya, sastranya, bahasanya, apakah penting untuk ikut-ikutan dengan "Era 4.0 ini"?.
Jawabannya "penting banget", karena kita tidak bisa menghindari era ini, kalau kita tidak bermain menjadi gelombang untuk menghantar perahu ke Dermaga, maka kita hanya menjadi penonton, dan kita akan tertinggal, atau terhempas entah kemana.
Sebelumnya, kita pahami dulu Era Revolusi industri 4.0, yaitu terjadinya perubahan besar-besaran dan radikal pada cara manusia memproduksi barang (istilah yang banyak digunakan). Dan angka 4.0, merupakan revolusi ke-4, setelah terjadi perubahan dahsyat pada revolusi sebelumnya (1-3); .Kalau revolusi awal adanya "Mesin Uap", revolusi kedua "Ban Beegerak" serta hadirnya "listrik", revolusi ketiga melahirkan "Komputer dan Robot". Dan revolusi keempat dalam istilah wikipedia adalah mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Entah apa berikutnya 5.0?
Dalam pembelajaran bahasa Arab, misalnya, dulu sulit sekali mendengarkan Nathiq Aashli berbicara, bahkan menjadi tidak populer maharah Istima', dan maharah ini dianggap lebih sulit dari kitabah, karena tidak adanya media Istima'. Bahkan, untuk menghadirkannya, sebagai pembicara (dan untuk didengar) membutuhkan fulus yang tidak sedikit, belum lagi fasilitas lainnya, hanya untuk maharah Istima'. Maka, hari ini, kita sudah tidak membutuhkan uang lagi untuk mendengarkan pembicara asli dari Timur Tengah, atau hanya cukup beli pulsa paket internet, dan buka youtube..... Derrr... sudah kita dapat menikmatinya. Bahkan, tinggal kita klik untuk mencari nathif dari berbagai negara yang kita inginkan.
Maka, dengan semakin berkembangnya media, kita semakin dimanja untuk belajar, bagi yang ingin berubah. Bila tidak ada keinginan berubah dan tidak ikut berubah, karena masih mempertahankan gaya lama, siap-siap untuk mabni.He.
Sebenarnya 4.0 istilah lama, dan sudah beredar pada tahuh 2011, dalam pameran industri Hannover Messe di kota Hannover, Jerman. Istilah tersebut untuk menta'qidkan saja, dengan istilah sebelumnya yang sudah dikenal.
Yang paling penting, tidak hanya mengkaitkan materi seminar bahasa Arab atau lainnya dengan 4.0, tanpa memahami konsep atau wacana atau gagasan 4.0.
Bagaimana ia berkembang sampai 4.0, dan bagaimana langkah yang harus dihadapinya, serta tantangan dan peluangnya. Kalau hanya mengaitkannya dengan komputer atau Internet, itu sudah sering diseminarkan, didiskusikan, dibincangkan pada tema "ta'lim lughah al-arabiya fi Asr Raqmanah", tapi 4.0 ini berbeda.
Selanjutnya, bagaimana bahasa Arab, di Era 4.0 khususnya dalam pembelajarannya, bisa terus berubah kepada hal yang lebih baik dan mudah, yang semula begitu sulit, begitu lama, begitu mahal (biayanya) dalam proses pembelajaran bahasa Arab, maka bisa mendadak jadi mudah, cepat, dan murah (kitab mudah diakses, test kemampuan cukup klik internet dll). Yaitu, di antaranya, dengan memanfaatkan an-nat untuk belajar.
Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak bisa belajar bahasa Arab. Dan tidak ada alasan lagi, bahasa Arab rumit dan sulit. Selamat belajar dengan gaya baru, alamat-alamat belajar bahasa Arab sudah saya kantongi, bagi yang ingin belajar dengan alamat tersebut bisa ke meja bundar saya. Wkwkwwkwkwk. Guyon ah.
Malang, 25 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar