Kamis, 03 Januari 2019

Dunia Panggung Sandiwara

(Indonesia Indah, Tanpa Kampret dan Kecebong)
Halimi Zuhdy

Dulu, 2014. Orang-orang membanggakan nomor 1,  semua serba satu, telunjuknya ketika berfoto menunjuk satu, bendera ada gambar satu, di mana-mana disuarakan angka satu, seakan-akan tidak ada angka lain lagi. Tahun 2018, dengan kontestan yang sama, namun angkanya berubah, yang dulu angka satu kini berubah angka 2. Maka, angka 1 seperti syaitan, semuanya berubah angka dua. Dimana-mana angka dua.

Demikian juga yang dulu (2014) berada di angka 2, semua yang berbau dua dikeramatkan, sampai-sampai hewan, tumbuh-tumbuhan, semuanya mengarah kedua, menjadi keramat. Namun, ketika berubah ke angka satu, nomor dua jadi syaitan yang menakutkan. Apakah ini rasional, angka-angka yang tak punya dosa dimusuhi. He. Wkwkwkwkw

Dulu, misalnya, Bapak Almukarram Ali Muchtar Ngabalin, menjadi pendukung berat Pak Prabowo, mendukung seberat beratnya, sampai-sampai mengatakan, "Perjuangan yang kami lakukan tidak berhenti sampai di sini dan mendesak Allah SWT berpihak kepada kebenaran, berpihak kepada Prabowo-Hatta. Mendesak Allah turunkan bala tentaranya tolong Prabowo," katanya dalam PILPRES 2014. (Saya kutip dari Tempo.co), Tapi sekarang, berubah 180 derajat, menjadi pendukung berat pak Jokowi, apalagi ia sudah  Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden. 

Belum lagi yang lainnya, yang dulu pendukung Pak Prabowo dengan mati-matiaan atas nama ini dan itu, kini menjadi pendukung berat Pak Jokowi. Demiki juga, dulu, jangan sampai pak Jokowi kalah, dan semua yang diungkap Pak Jokowi  dianggap maha benar, ini berubah haluan mendukung Prabowo, dan Probowo dianggap yang maha benar. Terus, akhirnya siapakah yang benar?. Masihkan percaya provokator kebencian. Wkwkwwkwkwk.

Itulah sandiwara politik, sandiwara dunia, sandiwara yang banyak mengorbankan rasa dan perasaan, saudara menjadi lawan, lawan menjadi semakin berang, lawan menjadi kawan, tapi hanya sebatas lipstik ingusan. Apakah dalam sandiwara ini harus selalu ada caci maki, harus selalu ada korban penghinaan, dan bahkan korban keganasan cacian, bisa-bisa juga darah. Apakah, masih senang, menyebut saudara se-tanah air, se-tumpah darah, se-udara, se-rindu dengan menyebut Kampret, menyebut Cebong, dan cacian-makian lainnya. 

Sungguh, sudah di luar kesadaran iman, dan jauh dari kata cinta. Inikah yang dibanggakan, ketika mencaci maki saudara kita. Mari sadar, jauhkan Kampret dan Cebong di Indonesia. Kalau pendukung, carilah kebaikannya, bukan kejelekannya, demikian sebaliknya. Bukankah semua menjadi jelek, kalau tidak menjadi pendukung. 

Sedih, sungguh sedih melihat saudara-saudara se-tanah air, setumpah darah, se-jantung rindu, se-ruh cinta, hari-harinya dihabiskan untuk menghantam, saling fitnah, saling serang, bahkan tidak sedikit yang memprovokasi tuk mengubarkan api, demi sesuatu yang masih fatamorgana, terutama rakyat awam, dipenuhi kebencian-kebencian tuk mendukung jagoannya. Segala cara dilakukan, lihatlah di; twiter, FB, IG, WA dll. 

Bagi yang tidak mengerti arti caci maki  tetapi harus mendukung, hanya ikut-ikutan membully, tidak menimbang-nimbang manfaat dan mudharatnya, maka hanyalah sebuah kesia-sian. _Wamin husni islamil mar'i tarkuhu mala ya'nih_.

Tapi, juga ada bahagianya, mulai banyak yang peduli dengan negaranya, semakin melek politik, mengukur penguasa, menimbang rakyat jadi penguasa, dan merakyatkan penguasa. Kehebohan *Shalat, Wudhu, peduli gempa dll* menjadi "diviralkan". Tetapi, harus selalu dipastikan, apakah benar-benar memahami maksudnya, atau hanya menjadi buntut, hanya menjadi keganasan emosi, atau hanya untuk kehebohan belaka. Yang seharusnya, harus lebih banyak mengurus diri untuk umat, tapi  mengurus umat lupa memperbaiki diri. 

#2019GantiPresiden, diteriakkan dengan lantang, seakan-akan menggantinya seperti membalikkan kedua tangan, kadang lupa setiap pergantian membutuhkan waktu untuk merubahnya, Apakah mengganti presiden menjadi sebuah solusi?, Apakah mengganti presiden akan lebih baik?, dan mendapatkan yang terbaik? bukankah tidak sedikit pengganti sebelumnya menjadi semakin tidak baik. 

Karena masih belum jelas pula, apakah lebih baik atau tidak, maka mengganti pikiran kita, mengganti anggapan kita, mengganti doa kita, dengan kebaikan-kebaikan, agar sisa waktu ini, diberikan kemudahan, keberhasilan, kesuksesan, kesejakteraan dan solusi dari setiap masalah, memohon kebaikan kepada Allah. Dialah Sang Maha Segala. *Bukankah doa bisa merubah takdir.*
#2019Presiden2Periode, ini menjadi perlawanan dari yang memunculkan Ganti Presiden, walau sebelumnya, beberapa partai pendukung dan orang-orang yang senang dengan Pak Jokowi, sudah menggaungkan dua periode, namun melihat beberapa kegagalan programnya, muncul gerakan #ganti. Yang mau menjadikannya dua kali, juga terlalu keras, seperti pak jokowi sudah layak memimpin dua kali, dan bahkan tiada pengganti yang pantas untuk menitinya di tahun 2019, kadang terlalu jumawa, dan tidak mengerti bahwa dunia akan selalu berubah, kadang perubahan itu lebih baik dari sebelumnya. 

Seharusnya bagi pendukungnya, tidak ada harga mati, dunia tiada pernah berhenti. Siapa tahu, Pak Jokowi diganti akan diberikan pemimpin yang lebih baik. Lagi-lagi, mintalah kepada Allah yang terbaik, kalau yang baru lebih baik, mintalah yang baru, tetapi kalau pak Jokowi itu lebih baik, tetapkanlah Ia Ya Allah. *Bukankah Doa dapat merubah Takdir.*

Berdoa bukanlah pasrah, tetapi ia solusi saat ini, sambil berusaha berbuat yang terbaik untuk negara, mencaci hanya akan mendapatkan dosa, mendoakan yang terbaik akan dapat pahala. Jika Allah berkendak, Kun Fayakun, datanglah pemimpin terbaik. Tetapi semuanya, akan kembali kepada kita, sudah baikkah kita?

Imam Thabroni pernah meriwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa ia mendengar seorang laki-laki mendoakan kejelekan kepemimpinan Al-Hajjaj lantas ia berkata, “Janganlah kalian seperti itu! Pemimpin yang seperti itu (jelek,buruk), karena diri kalian sendiri. Kami khawatir, jika Al-Hajjaj diturunkan atau  meninggal, maka monyet dan babi yang akan menggantikan menjadi penguasa, sebagaimana telah diriwayatkan bahwa pemimpin kalian adalah buah dari amalan kalian dan kalian akan dipimpin oleh orang yang seperti itu (Al-durru Al-mantsur, 358).

Jika pagar# ingin dilanjutkan, lanjutkan dengan indah tampa kebencian dan hinaan, sisipkan Doa. Jika dukungan ingin diteruskan *Dukung atau Tetap*, lanjutkan!! dengan seribu langkah untuk memperbaiki diri, agar kebaikan yang kita lakukan, membuahkan pemimpin yang diidamkan. 

Billahi al-taufiq wa sadad
Khodim PP. Darun Nun Malang
www.darunnun.com
Ket Gambar: Penampilan Drama Mahasiswa BSA angkatan 2015 (Al-Farazdaq), dan Foto KH.R. Azaim dan Mas Rudi Fofid di Muktamar Sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar