Halimi Zuhdy
Beberapa bulan yang lalu saya membaca tulisan menarik, "Al Mar'ah Miratur Rojul", bahwa wanita adalah cermin laki-laki. Namun, saya masih bertanya-tanya, mengapa wanita dianggap cermin laki-laki?. Tulisan ini, sedikit akan menganalisis wanita (mar'ah) dalam asal bahasanya dan kaitannya dengan derevasinya (mar'ah dan mir'ah) .
Saya mulai membuka beberapa kitab yang mengkaji asal "Mar'ah" (wanita), di antaranya; karya 'Alla' Husain yang mengkaji tentang " _limadza summiyah mar'ah mar'atan_", dan nantinya saya akan hubungkan dengan "Mir'ah"(cermin), bahwa wanita itu "mir'ah" bagi laki-laki.
"Mar'ah/wanita" disebut "Mar'ah" karena dicipta dari "mar'i/seseorang" yaitu Hawwa' dicipta dari Adam. Atau Hawwa' diturunkan di bumi yang bertempat di Marwa, sehingga diambil dari derevasinya "Marwah". Kemudian 'Alla Husain melanjutkan, mengapa Hawwa' disebut Hawwa'?, karena ia induk (umm) dari segala kehidupan, dan orang-orang Jahiliyah Arab menamakan patung-patung sesembahan mereka dengan nama wanita, karena wanitalah sumber segalanya.
Dalam beberapa Muntada, "Mar'ah/wanita" disebut demikian, karena wanita suka berhias diri di depan cermin (mir'ah). Ia yang suka berhiasa, karena ia hiasan hidup, maka ada dalam hadis, _Addunya mata' wa khairu mati'iha mar'ah sholehah_ Dunia adalah hiasan, dan seindah-indahnya hiasan adalah wanita shalehah.
Bagaimana dengan wanita adalah cermin laki-laki? Saya akan jawab dari dua sisi; "cermin" dan "cerimanan".
WANITA SEBAGAI CERMIN LAKI-LAKI, maka untuk melihat bagaimana laki-laki, baik karakter dan akhlaknya, tinggal melihat dalam cermin, bagaimana laki-laki memperlakukan wanita, maka laki-laki terpantul kebaikan dan keburukannya, kelembutan dan kerasnya, kerendahan hati dan keangkuhanya, optimisme dan pesimisnya, dapat dilihat *cermin bagaimana laki-laki memperlakukan wanita*.
Bila laki-laki sering berbuat buruk pada wanita, maka demikian dengan kehidupan laki-laki tersebut, apalagi ia melakukannya kepada istri dan anak-anak wanitanya, sebagai orang terdekatnya. Namun, jika ia memuliakan wanita, maka demikian pula karakter dan akhlaqnya, sebagaimana hadis Nabi _“Hanya lelaki mulia yang memuliakan wanita dan hanya lelaki pengecut yang merendahkan mereka”._ akhlaq itu dari khalaqa, yang memang sering dilakukan sehingga menjadi karakternya, tercipta dari kebiasaan yang sesungguhnya, bukan lisptik semata. "Orang itu baik, tapi pada keluarga kok sering berbuat jahat ya?" kata sebagian orang. Maka, tinggal kita memperhatikan bagiamana ia sesungguhnya.
WANITA SEBAGAI CERMIN LAKI-LAKI, untuk melihat laki-laki, cukuplah melihat perbuatan istrinya, terutama yang sudah lama berkeluarga, karena "mayoritas" karakter seorang suami (laki-laki) menelusup kediri seorang istri (wanita), maka betapa banyak wanita baik berubah menjadi tidak baik, karena sikap seorang suami yang sering berbuat buruk kepada istrinya, seperti; berlaku kasar, pemarah, pendendam, dan sifat lainnya, sehingga berjalannya waktu, istrinya mengambil sifat-sifat suaminya, menjadi pemarah, pendendam dan kasar. Bukankah orang yang sering bersama penjual parfum ia juga harum, tetapi sebaliknya. Apalagi seorang laki-laki adalah imam bagi wanita (istri).
Demikian pula dengan suatu kaum, kelompok, organisasi, negara atau apapun, jika ingin mengetahui keadaan kaum itu, maka lihatlah wanitanya; prilakunya, karakternya, akhlaqnya, maka demikianlah keadaan kaum itu. Karena kebanyakan laki-lakilah yang menciptakan itu semua.
WANITA ADALAH CERMIN, laki-laki juga bisa berkaca bagaimana keberadaan dirinya, baik dan buruknya ia tergambar dalam cermin itu. Maka wanita adalah gambaran dari diri laki-laki, jika ia menjadi iblis, wanitanya tidak jauh berbeda, tapi jika ia menjadi malaikat, maka ia tidak jauh darinya. Namanya saja cermin. Maka bersyukurlah, jika diri (laki-laki) yang tidak baik, memantulkan kebaikan, karena cerminnya yang ajaib, yaitu laki-laki yang tidak baik mendapatkan wanita yang baik, sebagaimana Nabi saw bersabda, _”Barangsiapa diberi istri yang sholehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim)_.
Cermin itu, akan memantulkan berbeda, karena cerminnya itu berbeda dari bendanya. Dan pantulan itu akan berakibat, _"Perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji pula. Perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula.”-_ (QS. An-Nur: 26).
Namun, cermin itu akan memantulkan apa yang ada dalam cermin itu, maka jika dirinya ingin baik, pantulkan kebaikan pada wanita itu, ia akan menggambarkan pantulan kebaikan pula, insyallah.
Allah a'lam bishaawab.
Allah a'lam bishaawab.
Sumenep, 14 Juni 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar