Halimi Zuhdy
IG :halimizuhdy3011
IG :halimizuhdy3011
Ketika hadis Nabi menguap dari mulut ini, semisal,
“Empat perkara yang jika dianugerahkan kepada seseorang, maka sungguh ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, tubuh yang sabar atas cobaan dan istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya.” Begitu Sabda Nabi Muhammad (HR. Tirmidzi).
“Empat perkara yang jika dianugerahkan kepada seseorang, maka sungguh ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, tubuh yang sabar atas cobaan dan istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya.” Begitu Sabda Nabi Muhammad (HR. Tirmidzi).
Sungguh, tak terasa, tangisan menderai dari pelupuk mata, dan mengaca diri, pantaskan tubuh yang bergelimang dosa ini, berteriak-teriak, bersemangat, seakan-akan sudah benar-benar melakukan hadis itu. Betapa sulitnya, derai kata, berdekap langkah tubuh. Berucap dan melakukan.
"Berdzikirlah...!!", diungkap dengan lembut, menyapa jamaah, tapi kelu rasanya lisan tuk berdzikir, apalagi basah dengan lafal Allah, butuh lautan tuk ditelan, agar mulut benar-benar basah. Mulut jarang berucap, hati kering, pikiran yang jauh dari namaNya.
"Bersyukurlah...!", tapi tubuh ini sering terlelap, panggilan malam pun tak dihirau, sering mengeluh, ibadah sering terlambat, mulut jarang syukur. Bersyukur, seperti kata pemanis hidup, tapi hati dan pikiran hampa.
Mengajak "Bersabarlah... "!!!. Tapi, panggang jauh dari api, dikasih cobaan sedikit, mengeluh seribu kata. Diberi cobaan lebih, mau bunuh diri, bagaimana dengan para jamaah, jika tahu diri penuh amarah, untunglah masih pakai songkok, menutupi segala borok pikiran, menggunakan surban, menutupi segala aib, dan Allahlah yang menyembunyikan, jika diungkap, serupa luka penuh ulat. Ya Allah, betapa Engkau Maha penutup aib. Allahumma ustur aurotana, Ya Allah.
Berceramah, seperti mengetuk telinga sendiri, menggendor hati sendiri, dan menusukkan dalam pikiran untuk berbuat seperti yang diucapkan. Mengingatkan diri. Agar tidak menjadi, _kaburo maqtan 'indallahi antaqulu mala taf'alun_.
Maka, para penceremah, da'i, sering menutup kalamnya dengan, _Ya Allah berikanlah taufiq dan petunjuk pada kami._ Karena, apa yang dikata, sering kali tidak sampai pada diri sendiri, bahkan semakin menjauhkan dari petunjuk, walau dia memberi jalan petunjuk. Mengajak orang tidak terasesat, tapi dirinya tersesat, karena lupa memohon petunjuk pada Yanhg Maha pemberi Petunjuk. Seperti falsafah "Menunjuk dengan telunjuk", ibu jarinya menghadap dirinya. Artinya, walau ia menunjuk tuk memberi petunjuk, tapi seharusnya tidak lupa, mengevaluasi diri, mengingat diri, dan mengajarkan pada diri. Memberi pada orang, seperti memberi pada diri sendiri.
--------------------------------------
Raden Fatah UB, 2018
Raden Fatah UB, 2018
https://www.instagram.com/p/Bfqae7iHpVd/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar