السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Sabtu, 24 Februari 2018

NEGERI BERKAH

(Sepintas di Negeri Brunai Darussalam)
Halimi Zuhdy

"Raja Brunai Darussalam, Hasan Bolkiah menolak dengan tegas, ketika dimintai pendapat untuk menjual Bir bagi pelancong non muslim di negaranya, ia ingin negara Berkah bukan hanya kaya, tak ada gunanya kaya, kalau tidak berkah" Kata Dr. Ahmad Yani ketika menemani kami ke beberapa tempat di Brunai Darussalam. 

Keberkahan itu kunci kebahagiaan dunia akhirat. Banyak orang yang memiliki semuanya; harta, tahta, keluarga, sahabat, dan lainnya, tapi jika tidak berkah, ia hanya menambah keburukan, kerusakan, dan kehancuran, walau kelihatan indah dan membahagiakan, tapi sebenarnya adalah kekosongan. Keberkahan, tambahan kebaikan dalam setiap nafas dan geraknya.
Di Brunai Darussalam, walau saya hanya tinggal beberapa hari,  seperti dibalut selimut ketenangan dan keindahan, apakah itu sebuah keberkahan pada sebuah negara? Allah 'alman. 

MASJID

(Menghampar Sujud, Mencari Hakekat Wujud)

Halimi Zuhdy
IG : halimizuhdy3011

"Dan bumi bagimu adalah Masjid, maka dimana Saja kamu mendapatkan (waktu) shalat, maka shalat-lah" Hadis Nabi (An-Nasai)

Bumi yang menghampar, langit yang menjulang, udara yang berhembus, api yang menderai, air yang gemercik, bersujud wujud pada Sang Maha Wujud.

Jika bumi adalah masjid, adakah tempat berlari tak bersujud. Sajadah bumi yang menghampar, tempat kaki menginjakkan segala hawa nafsu, yang melangitkan pikir kepada Sang Maha Tinggi. Bumi dan langit, bentuk ketundukan dan pengagungan. Masjid, bagaimana menghimpun rindu padaNya, walau rindu sesungguhnya tidaklah bertempat. Masjid, penyatuan dari seluruh tanah di muka bumi, hamparannya bersambung, ditempatkan tuk menjadi paku langit.

Sujud adalah kewujudan diri, dari ketiadaan jasad yang sesungguhnya. Masjid, tempat menempatkan ruh,  menguasakan ruh, membungkuskan diri, tuk mengenalkan pada Penguasa Alam Semesta, maka bentuknya adalah sujud (merendahkan diri padaNya), Adzan mengingatkan bahwa waktu mensujudkan diri telah tiba. Yang terkadang manusia lupa, ia akan menghadap padaNya.

Bumi adalah masjid, sujud aktifitasnya, alam adalah sajadah panjangnya, maka pusatnya adalah Masjid Haram, Baituullah Makkah.

Baitullah, bukanlah rumah fisik Allah, karena Allah adalah dzat, ia tidak butuh tempat, tapi manusialah yang butuh untuk menempatkan dirinya, ketika ia bertempat, menempatkan diri pada sesugguhnya, sebagai hamba Allah, Masjid. Maka Qiblah (tempat menghadap) ke ka'bah untuk menyatukan dan memusatkan jiwanya, maka jika mampu ia berkeliling (berthawaf), bagi yang tidak, shalat Jum'at,  berkempul di masjid dekat dirinya.

Memakmurkan masjid, seperti mensejahterakan diri, _“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”_ (QS. At-Taubah [9]: 18). hamba, jika ia berada dekat Tuhannya, jika dekat Tuhannya, maka sifat-sifat ketuhanan ia kan mampu diraihnya, jika mampu meraihnya, maka kan meraih kesejahteraan (salamun), dan kebahagiaan (hasanah). Diantara penghambaannya, dengan memakmurkan masjid.

Masjid Ashr Hassanil Bulkiah Brunai Darussalam, 20/2/2018

https://www.instagram.com/p/Bfck9sABg94/

Sabtu, 17 Februari 2018

MUNAQASYAH DI ZAINUL HASAN GENGGONG

(Diskusi Tuk Menggali Mata Air Murni)

Halimi Zuhdy

"Aku tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan”. Imam Syafi'i

Rekam jejak para ulama besar, tidak pernah sepi dengan; diskusi, dialog, bahkan debat. Imam Syafi'i yang pernah berdiskusi sengit (munaqasyah) dengan Imam Ahmad bin Hambal tentang tariqus sholah (orang yang meninggalkan shalat), dan juga berdebat dengan Imam Ishaq tentang kulit bangkai, pernah dengan Muhammad bin Hasan, Asbagh bin Farj. Imam Ghazaly yang didebat Ibnu Rusyd lewat buku. Imam Abu Hanifah dengan Atheis. Imam Asy'ari dengan Ajubai. Imam Al Bukhari yang didebat oleh 10 ulama Baghdad. Sibawaehi diadu dengan Imam Al Kisai oleh Harun Rasyid, Dan perdebatan keduanya berlanjut pada murid masing-masing.

Diskusi, dialog sampai perdebatan adalah hal biasa dikalangan para ulama, dengan tetap menggunakan adab, bukan menjatuhkan dan bermusuhan. "Aku berdebat tidak untuk menjatuhkan orang.” Kata Imam Syafi'i dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat.

Dunia akademik, pesantren, madrasah, kampus adalah ladang diskusi yang paling indah, kan berkecambah ilmu, jika forum-forum itu terjaga dengan baik. Semakin banyak mengenal pemikiran orang, bergesekan, bahkan bertabrakan, maka akan tumbuh percikan-percikan api ilmu, tuk semakin menggali sumber apinya, sehingga baranya lebih kuat dan besar.

Hari ini saya dan Dr. Faisol Fatawi, menguji santri program Tahqiq Qiratul Qutub, untuk mempertanggungjawab kan hasil karya mereka.

Santri di bawah asuhan KH. Ahsan Maliki, sungguh mempesona, dengan bahasa Arabnya yang fasih, mereka mampu menjawab pertanyaan paramunaqis, tema-tema makalah yang diangkat juga menarik, dari; Hukum ikhtilat di Medsos, jual beli sperma hewan, pajak dan zakat, azal, dan lainnya.

Santri yang masih muda belia, sudah mampu mengungkap kajian-kajian menarik, apalagi mereka mampu menjaga keistiqomaahnya dalam kajian-kajian setelah di kampus atau dalam forum-forum diskusi.
Fakultas Humaniora UIN Malang sebagai partner dalam ajang  munaqosyah tersebut, sangat mengapresiasi, dan kata WD 1, Dr. Faisol "Seandainya mereka masuk UIN Malang, maka mereka tinggal berlari saja". Dan mudah-mudahan diskusi tersebut tetap dipertahankan, untuk menumbuhkan keberanian bertukar ide, mempertahankan argumentasi, dan belajar menerima pendapat yang lebih kuat.

Munaqosyah yang bermakna; mudawalah, tabadul ara, hiwarun min ajli ushul nataij (bertukar ide, agar dapat memperoleh hasil). Inilah yang dilakukan oleh santri MA Zainul Hasan 1 Genggong Probolinggo.

----------------------------------------
Probolinggo,  11 Pebruari 2018

https://www.instagram.com/p/BfGImUyB8lW/

Minggu, 11 Februari 2018

Workhsop Bahasa Arab di Pesantren Tebuireng Jombang

Halimi Zuhdy

(Kerjasama LPM Tebuireng dan BSA UIN Malang)

----------------------------------------

Bagi pesantren, bahasa Arab adalah makanan renyah sehari-hari, bangun tidur ada dzikir dan mengaji al-Qur'an berbahasa Arab, shalatnya juga berbahasa Arab, setelah itu kajian-kajian kitabnya, 90% dengan bahasa Arab. Sehari-hari, santri seperti ngopi dan sarapan bahasa Arab, lainnya hanyalah menu sampingan.

Dari pesantren Tebuireng, mengalir deras santri-santri yang pintar bahasa Arab, bahkan lulusannya merambah ke berbagai negara Timur Tengah, selain juga menjadi orang-orang penting di Negara Indonesia, dan mereka berbekal bahasa Arab dari pesantren. Pendirinya, KH. Hasyim Asyari, mengarang kitab-kitab berbahasa Arab. Demikian juga dengan pesantren-pesantren lain di Indonesia seperti; Gontor, Sidogiri, Lirboyo, Al Anwar Sarang, Langitan, Al Fatah, Nahdhah Wathan, An Nuqayah, Butet, Al Khairag Palu, Mustafawiyah, Nurul Jadid, Darun Nujah, Rasidiyah, Al Amen, Banyuanyar, dan lainnya.

Bahasa Arab di pesantren adalah kunci penting untuk membuka samudera ilmu. Maka, yang terdetak pertama kali di masyarakat, "kalau ada lulusan pesantren, pasti mereka (santri) bisa bahasa Arab".

Apakah "kepastian bisa bahasa Arab" itu masih mengiang di masyarakat?, atau sudah berubah. Masihkah lulusan pesantren itu bisa baca kitab kuning (bahasa Arab)?. Sepertinya, kepastian itu mulai luntur, karena tidak sedikit lulusan pesantren di berbagai pelosok Indonesia, yang sudah tidak lagi bangga dengan bahasa Arab, dan bahkan 10 kosa kata pun lupa. Tapi, mudah-mudahan hal tersebut tidak benar, Pesantren dan Madrasah akan tetap menjadi kiblat perkembangan bahasa Arab di Tanah Nusantara (Arkhabil).

Pesantren tidak boleh menomor duakan bahasa Arab, ia harus menjadi prioritas, karena ia adalah alat untuk mengkaji dari sumber aslinya (al-Quran, turas, dll), yang sumbernya adalah bahasa Arab. Ruhnya pesantren itu, adalah bahasa Arab. Jika, pesantren tidak lagi peduli bahasa Arab, maka ruhnya menjadi hilang. Ia bukan lagi pesantren, tetapi asrama, kost, dan lainnya.

Pesantren dengan berbagai Modelnya; salaf, modern, atau perpaduan keduanya, harus tetap, bahasa Arab menjadi yang utama. Maka, aneh, jika pesantren tidaklagi bangga dengan bahasa Arab.

Kali ini, Tim Bahasa dan Sastra Arab Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, bekerjasama dengan LPM pesantren Tebuireng Jombang, mengadakan workshop peningkatan kompetensi guru bahasa Arab di Aula lt 3 Gedung Yusuf Hasyim Tebuireng Jombang. Dengan harapan, ustadz/guru/ pengajar bahasa Arab, mampu meningkatkan kompetensinya dalam pengajarannya, tidak hanya menjadikan bahasa Arab sebagai alat (Kajian Qawaid) untuk menguak kitab kuning, tapi ia sebagai alat untuk berbicara, berdiplomasi, menterjemah teks-teks kekinian, pemandu wisata, perdagangan, dan lain sebagainya. Dan lagi, bagaimana santri tidak hanya mampu memaknai kitab kuning, tapi mengarang kitab. Kita bisa bayangkan, seandainya satu pesantren setiap tahunnya mampu menerbitkan satu kitab saja. Maka, akan ada 25ribu kitab yang terbit di Indonesia. Itu, kalau ada 25ribu pesantren, kalau lebih, maka tinggal membayangkan saja. Betapa dahsyatnya buku-buku terbit dari kalangan Pesantren. Dulu, selain pesantren tempat mengaji, kyainya juga menulis kitab. Mudah-mudahan kedepan, karya santri, ustadz, dan kyai lebih banyak lagi.

Pada workhsop kali ini (Sabtu, 10/2/2018), membahas tentang; Isu-isu perkembangan bahasa Arab, Strategi pembelajaran kemahiran berbahasa, Strategi pembelajaran unsur bahasa, Media pembelajaran bahasa Arab, Evaluasi pembelajaran dan Pembentukan Bi'ah Lughawiyah. Dengan Tim Pemateri; Arif Rahman Hakim, Nur Qomari, Hafidh Roziki, Halimi Zuhdy, Khairul Anas. Wa Syuran, ketua LPM Tebuireng Dr. Sholuhuddin yang telah berinisiatif dan bekerjasama dengan BSA UIN Malang.

Semangat peserta menggebu-gebu, dengan permainan bahasa yang menarik dan terbaru, bumbu-bunbu strategi terkini yang disuguhkan oleh TIM BSA, mudah-mudahan Khidmah yang ke 49 bukan yang terakhir, tapi terus berlanjut ke berbagai daerah di Indonesia.

Syukran Jazila Tebuireng.
*Al-lughah Al Arabiyah Syarafun Lana.*

Halimi Zuhdy
Dosen BSA Humaniora UIN Malana Malik Ibrahim Malang

IG : https://www.instagram.com/p/BfA2schhUhP/