" Mati itu pasti, hidup itu pilihan, kedewasaan itu keniscayaan, mencintaiNya tujuan keabadian" Laut Mati, 2017
Laut mati, bukanlah matinya pesona. Ia indah, bersisik putih, seperti ikan-ikan lagi tersenyum. Lautnya berwarna biru, hijau,bening, seperti cat dengan adukan seksi. Dasarnya mutiara garam, dengan pasir-pasir halus, di bawahnya lumpur lembut seperti sampo sang Cleopatra. Asinnya, seperti memijat setiap ruang-ruang kulit, perihnya rindu tak berkesudahan.
Laut mati, kisah panjang dari sebuah peradaban, menyimpan sisi mengerikan, kaum Luth yang membangkang perintah Tuhan. Remuk redam, bumi yang dijungkal balikkan. Kisah kelam itu, mengingatkan pada LBGT, tidak wajar dalam ajaran Tuhan, keluar dari fitrah kemanusiaan. Seperti laut mati, yang tidak berombak, tak ada ikan, dan tak ada kehidupan, demikianlah bagi orang yang tidak beriman, walau ia hidup, seperti wayang berjalan.
Sisi lain, pesona yang terhampar, sepanjang mata memandang, terlihat negeri para nabi dilahirkan, Palestina negeri yang akan segera merdeka penuh, menjadi negeri penuh cinta dan damai.
Laut ini dipeluk bukit curam, dan memiliki titik terendah 1.300 kaki di bawah permukaan bumi, bebukitan dengan warna abu-abu dengan sekujur pasir yang memanjang semakin memberikan pesona cantiknya. Laut ini retakan sungai Yordania pada tiga juta tahun silam, mengalir dan berkumpul menyatukan rasa asin. Ia tak menenggelamkan benda-benda, tak pula berombak keras, hanya kadang tersentuh sepoi angin.
Laut Mati (al bahru al mayyit), sebenarnya bukanlah lautan, ia danau, namun luasnya yang menyerupai lautan, dengan nama yang tersemat padanya; laut timur, laut asin, laut araba, laut zoar dan nama lainnya.
Halimi Zuhdy
18/12/2017
18/12/2017
https://www.instagram.com/p/Bc1QwmNntxU/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar