IHRAM
di tengah gurun,
angin melipatkan debu
menghembuskan suara detak,
di balik kain-kain putih yang melilit
labbaik-labbaik Allahumma labbaik
labbaik-labbaik Allahumma labbaik
suara getar, memanggil asma, menyambut lapang
Tuhan hadir dalam relung dan jasad
datang tak membawa batang
tak menyisakan butir yang nyinyir dalam gemerlap tahta
meninggalkan kerumunan sorak sorai diri yang kadang tersisa, walau harus basi
kain ihram,
tak bersulam, meratapidiri suka mabuk puji
memoles muka pada Ilahi, membawa hati selalu suci
Qornul Manazil, Jeddah 2015
THAWAF
bertandang, membawa selendang khudu’,
menyusuri ruas ruas ka’bah, dari Hajar Aswat ke Rukun Yamani
sesekali berhenti di pintu multazam,
memunajatkan rindu pada Dzat, restu hidup lebih baik
menyusuri sesak manusia
menthawafkan hati dan tubuh
tujuh gelombang diri, merapat melambai hajar aswad yang
mulai kelam
tujuh gelombang diri, hakekat hari, berlapis langit dan
bumi
bergerak menuju titik kuasa,
dengan hati yang menista, berkerumun dosa,
memanggil ampunan Yang Kuasa
bersujud meujudkan wujud di akhir maqam Ibrahim
Pelataran Masjid Haram, 2015
Ka’bah
ribuan tahun silam, pusaran peradaban hati dibangun
jutaan manusia menthawafkan diri, memusar hati dan jiwa
tercipta empat mata angin, mengawali bait-bait rasa
Tuhan yang tak berdua, menjadi multazam doa,
mengetuk pintu dengan suara tak biasa
berselimut sutera hitam, dengan ukiran kata makna
membawa jiwa, selalu ingin berada di dekatnya,
hijir Ismail, Hajar Aswad, Rukun Yamani mengitarinya
mengecup dinding –dinding diberkati
Ka’bah, dibangun
atas amar Tuhan
di pusaran perut bumi
Tangan Malaikat mengulahnya, dua ribu tahun sebelum Adam dicipta
Sis, Ibrahim
dan Ismail, menjadi Astar kini
Kutahu, Ia
bukanlah Tuhan
Hanya sebuah
perwujudan, menuju persatuan
Maqom Ibrahim,
2015
Multazam
bukanlah daun pintu
yang menguak, masuk dan merasuk
tempat meminta, “hanya” tempat terdekat
bukan Tuhan, atau pintu Tuhan
sujud berwujud, kewujudan yang maujud
memultazamkan hati, pikiran dan diri
pada Yang berdiri sendiri
tak butuh angka materi, apalagi puji
tetaplah multazam, pepintu meneruskan sesuci hati
Multazam, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar