“Sayang, cobaan yang mendera akan segera sirna”
hanya kata-kata itu yang mampu kusandingkan di telinganya, walau
istriku tidak pernah mengeluh, tetapi kata-kata akan mampu membangkitkannya,
menenangkannya, dan memberikan sejuta harapan.
Pagi itu, air matanya mengalir deras, senyum yang biasa
menghias bibirnya tenggelam bersama isak tangisnya yang begitu mendera
prasaan.
“sayang, ada apa” sapaku dengan gugup.
air mata itu, kuusap dengan segera, agar air matanya yang
begitu indah tidak berderai di lantai, biarkan semua kesedihannya mengalir di
tanganku.
“tidak ada apa-apa Abi, saya hanya ingin menangis, semuanya
saya pasrahkan kepada Allah, biarkan air mata ini yang mengurai kesedihan uma”
setiap saya tanya kenapa menangis, maka ia pun mengulum
senyumnya yang indah, hanya sekali ia mengeluh dan memberitahu kenapa ia
menangis, waktu itu hanya gara-gara dia tak mampu bangkit untuk mengisi
pengajian karena sakit yang dideranya.
“Sayang, cobaan itu seperti janin dalam kandungan uma, jika
janin itu keluar tidak pada waktunya, maka kehidupannya tidak akan lama, bahkan
meninggal dunia, biarkan janin itu keluar sesuai dengan waktu yang Allah
berikan, insyallah akan menjadi anak yang sehat dan kuat. Demikian dengan
cobaan apapun yang kita hadapi, kalau ia kita paksa untuk diselesaikan, maka
akan berakibat fatal, biarkan ia pergi pada waktunya, dan datang pada waktunya,
insyallah Allah selalu memberikan yang terbaik buat kita, hal tersebut untuk membuktikan kepada kita bahwa itu sepadan dengan usaha kita” sergahku, sambil
membelai jilbab hijau yang menutup wajahnya dan kepalanya.
[Halimi]
Malang, 20/05/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar