Sabtu, 09 November 2013

SETETES, MENETES, MENGHANYUTKAN



Halimi Zuhdy

                Berbagai coretan yang terhampar dan terdampar di blog ini http://darunnun.blogspot.com/, sungguh membuat hati saya senang sekali, mengapa? Karena santri-santri yang tinggal di pondok pesantren terkesan hanya suka mengaji dan mengkaji, dan jarang sekali menorehkan wawasan keilmuannya diberbagai media cetak, kecuali santri yang memang memiliki keinginan khusus untuk menjadi penulis. Tetapi di blog ini
saya menemukan wujud dan warna lain, semuanya santri berlomba untuk menjadi yang terdepan untuk  mengisi shof-shof beradapan dunia dengan menulis.
                Keunikan santri Darun Nun, adalah menulis dan menulis. Tidak ada santri DN yang hanya menjadi pembaca, ia harus menjadi penulis, dengan karakternya sendiri, dan keinginan sendiri walaupun pada awalnya melalui sebuah  paksaan, tapi memang sebuah konsekwensi bagi mereka yang ingin mejadi penjahat dan pencuri ilmu harus berada di Penjara DN dan disiksa dengan intelektual dan wawasan keilmuan, serta berkewajiban untuk menulis minimal satu minggu sekali di blog ini, dan diberbagai media massa, yang pada akhirnya mereka akan memiliki karya berupa buku, dan baru mereka benar-benar menjadi alumni DN kalau sudah memiliki minimal 2 atau 3 buku.
                Blog yang mulai mengalir pada awal bulan September 2013 ini, sudah dibaca oleh banyak pengunjung, dan sudah memuat hampir 45 tulisan, kedepan setiap hari akan ada tulisan yang termaktub di blog DN ini. Karena para santri mempunyai komitmen untuk menulis satu kali dalam seminggu minimal satu tulisan, kalau ada 16 santri, maka blog ini sehari akan berisi dua sampai tiga tulisan dari berbagai genre. Hal ini cukup mengasyikkan untuk selalu disimak dan dinikmati, karena olah kata karya dari santri selalu memiliki rasa dan imajinasi yang indah, apalagi pergulatan mereka (santri DN) tidak hanya di Pondok pensatren tetapi juga berkelindan dengan masyarakat. Ada kalanya mereka bercengkrama intelektual dalam satu garda, bersengketa ide dalam satu masa, dan menimba wawasan dari sumber-sumber yang berbeda, dan di sisi lain mereka harus melebur dengan masyarakat.
                Tetesan-tetesan tulisan di sini, mudah-mudahan menjadi awal dari derasnya karya-karya selanjutnya, menjadi tombak untuk menerobos hamparan kebekuan intelektual. Orang-orang besar dengan karya-karya besar tidak ada yang lahir dengan kebesaran mereka, tapi mereka lahir dengan sumbangan inteletual yang rapi, dari secarik pesan, kemudian hamparan kalimat mutiara, dan menjadi wacana umum. Artinya, lahirnya karya besar karena dimulai dari karya kecil, karya kecil lahir karena ada kemauan untuk berkarya. Dan kemauan terkadang dimulai dari sebuah paksaan, dan paksaan inilah yang melecutkan para penulis untuk menjadi lebih baik dalam berkarya.

Halimi Zuhdy

3 komentar: