Halimi ZUhdy
Aku tersentak melihat calon istriku bersama laki-laki lain, dengan mesranya ia menggandeng tangannya, berbicara dengan penuh mesra, saling bertatap dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan penuh makna. Keduanya semakin mesra, ketika ada hentakan-hentakan musik yang mengalun dari bilik kamar sebelah, Calon istriku sungguh menikmati perbincangan itu, sambil ketawa kecil, sesekali ia mencubit laki-laki itu. Serasa hati ini teriris pelan-pelan. Lelaki yang tak pernah kukenal, tiba-tiba menggulung hatiku, dan membuat diriku geram, membuat sejarah peperangan dalam tragedi cinta. Apakah laki-laki itu sengaja membuat keruh suasana, atau laki-laki itu yang pernah diceritakan calon istriku, bahwa ia pernah punya pacar, namun orang tuanya yang tidak mengizinkan, ia sepakat untuk tidak menjalin hubungan kembali. Ah…pikiran ini kacau, hati pun ikut bergumul dengan sebuah prasangka yang mendalam. Dalam pergumulan hati dan pikiran, tiba-tiba adik aku Fatimah memanggilku.
“kak, ayo kita pergi” dengan teriakan khasnya
“pergi ke mana dik” sautku(sahut)
“loh, lupa ya, kakak kan janji sama Faza, hari ini, Faza diajak kelilik(keliling) kota”
“oh ia, kakak sudah agak pikun, he..he..” aku mengiakan, sambil ketawa.
Sepeda Supra yang aku parkir dekat kos-kosan calon istriku langsung aku tancap, deru sepedaku yang keras, seperti hatiku yang lagi berkecamuk, apakah ini sebuah penghianatan cinta? Ah, aku terlalu jauh memikirkan sesuatu yang belum aku ketahui dengan sebenarnya. Sepeda yang aku kendarahi (kendarai) seperti terbang, dan entah mendarat di mana, aku tidak tahu, yang pasti, aku ingin menghilangkan kejenuhan pikiranku yang lagi galau.
Tiba-tiba di depan mataku terlihat sosok bayangan cantik, anggun, dan jilbab yang terurai rapi, menghalangi deru sepedaku, aku hampir menabrak truk yang berada di depanku, untung saja rem cakramku berfungsi dengan baik.
“kak, ada apa ka” kata adikku dengan tangan gemetar
“maaf Za, kakak lagi ngelamun” dengan sedikit tersenyum, walau hati dan pikiran masih menyimpan seribu amarah.
Aku mulai mengkosongkan pikiranku dan fokus pada jalan besar yang menjalur dua, aku pilih jalur kiri dan sedikit mengurangi kecepatanku. Sesampainya di Jl. Merpati aku dikejutkan dengan bayangan yang sama, hatiku pun berdegup kencang, dengan mata berbinang, wajah yang terbuai senyum,lidah kelu..kuberteriak dengan lantang “berhenti..!” bayangan itu lenyap seketika. Lagi-lagi adikku berteriak “ada apa kak, kalau ngantuk berhenti dulu” . Fatimah berkata
“tidak faza, saya hanya sedikit kurang konsentrasi, maaf ya..membuatmu terkejut”.
Setelah itu, Aku dan adikku beristirahat di bawah pohon yang berada di pinggir jalan, melepas hati yang galau, pikiran yang kacau, dan mengistirahatkan tubuh yang mulai terkulai.
Beberapa menit kemudian, ketika mataku terlempar ke arah jalan, bayangan itu tampak kembali, ia melambaikan tangannya, mengajakku pergi bersama, wajahnya yang tidak begitu jelas, tapi menampakkan keanggunannya, dan tubuhnya yang dibalut dengan jubah panjang membuat hatiku semakin ingin mendekatinya.
Hati yang masih mengingat kejadian tadi di kos-kosan calon istriku dengan bayangan yang menggelorakan tubuh, aku tersimpuh, tak mampu kuangkat kakiku, berkali-kali aku ingin menggapai tangannya, namun jauh, jauh sekali, semakin tubuh ini kuangkat, tubuhkusemakin lemah. Tubuhku tak kuasa untuk berbuat sesuatu, aku biarkan tangan ini menggapai-gapai walau tangannya tak menyentuh tanganku. Walau bayangan itu tidak jelas, tapi mampu mengobati keresahan hatiku. Setelah terasa enak badan ini, aku bangunkan adikku yang terlelap di bawah pohon tempat kita berteduh, untuk melajutkan perjalanan.
Setelah kami sampai di tempat tujuan, Faza menghilang dibalik kerumunan orang, ia mencari pakaian dan peralatan kecantikan, sedangkan saya masih asik termenung, membayangkan sosok yang selalu hadir dalam kesendirian.
*******
Satu minggu dari kejadian tersebut, calon istriku tak lagi menampakkan senyum seperti sebelum-sebelumnya, ia terkesan pendiam, dan selalu asik dengan hpnya dan terkadang membuka fb mengomentari seseorang yang mungkin teman kencannya itu, aku pun tidak terlalu peduli, biarlah ia asik masyuk dengan hpnya, kadang kita terdiam lama, tak ada yang memulai untuk berbicara. Seolah-olah ia menyendiri dariku, dan ingin menghindar dari kehidupanku.
Aku tidak pernah pusing dengan persoalan cinta, kalau itu memang bukan jodohku, mengapa aku harus mengeluh dan mengaduh, aku punya Tuhan, ia tempat untuk dicinta, Ia pun selalu mencintaiku. Aku tidak pernah takut dengan penghianatan, karena aku yakin orang yang menghianati, pasti suatu saat terhianati pula. Aku lebih senang bercinta dengan bayangan, yang selalu hadir dalam terang, walau ia tak bisa disentuh, tapi kehadirannya adalah ketenangan. Apalagi hidup hanyalah sebuah bayangan, bukan sebuah keabadian, ia muncul dan pergi. Aku semakin ingin, bayangan itu selalu muncul dalam sepiku, senyapku dan dalam kerinduanku, walau aku tak bisa memeluknya asalkan ia sudah menyentuh hatiku dengan bayangannya. Hidupku juga bayangan, maka mencintainya sama dengan mencintai diriku sendiri.
Semenjak pertemuanku dengan bayangan itu, aku tidak lagi kesepian, bahkan kerinduanku pada calon istriku hilang sedikit-demi sedikit, bayangan itu lebih memberikan seribu keindahan dari sosok jasad calon istriku yang hanya membuat hatiku porak-poranda, mudah-mudahan bayangan itu selalu menemaniku dalam tidur dan jagaku.
Menulis, ketika ujian lagi berlangsung, sambil menjadwab ujian kualifikasi sambil menulis, kalau tidak nyambung…ya maklumlah, hanya untuk menhadirkan(kurang g) bayangan kata untuk menjawab pertanyaan dari para Profesor.
Malang, 13 Mei 2011
http://halimizuhdy.blogspot.com/
http://sastrahalimi.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar