“Demi diri Anda sendiri, jangan membuat hidup Anda menjadi lebih sulit ketimbang yang seharusnya” Morrie Schwartz
Hidup selalu tidak pernah mulus dan lancar, ia dipenuhi dengan belukar, duri, lembah, jurang yang terjal, ombak, banjir, gempa. Kehidupan selalu terwarnai oleh keadaan-keadaan yang tidak kita senangi, ia hadir berdendang tanpa izin dan kemudian mengobrak-abrik kenikmatan yang selalu kita hayalkan dan rasakan. Ketidakindahan hadir memoles duka, kemalasan bersua bercengkrama dengan sukses kemudian gagal total, masalah menghadang menjatuhkan cinta-cita, kekacauan pikiran membuat otak berhenti berfikir, penyakit datang tak pernah berkompromi …menyerang bahkan mebuat hidup terlunta-lunta, kemelaratan materi membuyarkan agenda 100 tahun kedepan, seakan-akan menghempaskan kehidupan dalam ruang yang dipenuhi dengan kegelapan, takada ruang untuk melihat cahaya…gulita, umur semakin digrogoti oleh waktu, tak pernah bisa diajak berdiskusi untuk menghentikan gerakannya, ia datang setiap detik, menit, jam dan kemudian tahun, menghentikan kekencangan tubuh, kedahsyatan pikiran, dan pada waktunya kepenatan hidup pun menjemput, tak bergerak, berhenti total, selamat tinggal dunia, entah meninggal dalam kegersangan atau dalam kedamaian….hanya kematiannyalah yang tahu.
Kadang Kehidupan kita dijebak oleh idealisme yang membumbung tinggi, tak pernah mengenal berhenti mengejar dan mengejar walau di ujung dunia, ia akan dikejar tak pernah mengenal berhenti. Mungkin itu baik, demi tercapainya cita-cita, karena kesuksesan harus diraih dengan idealism yang tinggi yang tidak pernah mengenal kata “berhenti”. Tapi, sering pula idealisme itu membuat kehidupan tidak pernah indah, bahagia, damai dan bahkan gersang. Seperti seseorang yang berlari dan berlari sangat kencang untuk sampai pada finis, tak ada waktu untuk berhenti demi bayangan yang ingin ia raih, pada saat ia berlari yang dirasakan adalah emosional yang tinggi, egosime yang berapi-api, dan tubuh yang tak pernah berhenti bernafas “tersengal-sengal”, dalam posisi seperti itu, ia tidak akan merasakan keindahan dalam perjalanaya, walau ia sampai kefinis dengan tepat waktu, tapi tubuhnya sudah terhempas oleh capek. Atau seseorg yang tidak pernah tahu waktu demi mengejar kekayaan, siang malam ia korbankan demi menumpuk harta, malam ia jadikan siang, siang ia poles untuk memupuk semangat kekayaan, hari-harinya adalah angka-angka yang terekam dalam otaknya, harta yang didapatkan sedemikian banyak lupa dinikmati, ia kusut oleh investasi dunia, sehingga meninggal bukan menikmati kekayaannya tapi menikmati strateginya yang tidak pernah berhenti mengejar mesin uang.
Ketika tubuh seseorang sudah terforsir untuk menggapai idealisme kehidupannya, sang penyakit yang tidak diidam-idamkan pun kadang datang, ia memaksa diri untuk berhenti beraktifitas, entah penyakit pilek, batuk, pusing atau penyakit gadas :kangker, tumur, syaraf, TBC dan penyakit-penyakit lainnya. Ketika dalam kondisi seperti ini, memaksa sang idealis untuk berhenti, jika sang idealis tidak punya keimanan yang kuat, kegersaan pun kembali menghantam dirinya, penyakit dia keluhkan, kobarkan dan ia barakan, tiada hari kecuali mengeluh dan mengeluh, sehingga hari-harinya dipenuhi keluhan. Sungguh kasihan!
Memang tidak mudah menjadi orang yang belajar hidup dan kemudian menikmatinya, hanya orang-orang yang mempunyai keimanan dan kekokohan akidah yang mampu membuat hidup lebih hidup, ia tidak hanya berfikir berlari tapi kapan ia harus beristirahat memenui hak-haknya sendiri, orang lain dan yang palik agung yang tidak pernah dilupan adalah hak Tuhan. Meskipun terpaan masalah datang ia tidak terhempas dalam kegelisaan, tapi menjadikannya sebuah obat untuk membuat kehidupan lebih berarti.
Selamat menikmati dan belajar hidup, demi kehidupan selanjutnya “akhirat”.
www.halimizuhdy.blogspot.com
Malang, 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar