Setan dan manusia tidak akan pernah terpisahkan, di mana ada setan di sana ada manusia, dan mereka akan selalu memacu keinginan masing-masing, manusia yang betakwa akan memacu dirinya untuk menjauh dari setan, namun manusia yang munafik selalu mendekati dan akan ditemani setan, apalagi ahlu ma’ashi (yang suka berbuat ma’siat) maka setan adalah teman kencannya. Sedangkan setan sendiri, keinginannya hanya satu menjauhkan manusia dari Tuhan dan mendekatkannya pada mereka.
Peperangan inilah yang sebenarnya sangat dahsyat dalam kehidupan ini, namun peperangan ini tidak pernah dirasakan bahkan dilupakan oleh manusia, bahwa mereka mempunyai musuh yang sangat luar biasa yang setiap detik, setiap menit selalu mencari celah-celah untuk membunuh, membunuh aqidah dan memasukkan virus-virus yang membuat manusia menggelenjang-gelenjang menjauhui keimanan mereka, dan mereka yang sudah kena virus ini mereka sulit untuk dilepaskan oleh setan, dan akan menjadi temena setan, kalau mereka sudah menjadi teman setan, maka apa pun yang diinginkan setan akan dilakukan, seperti membunuh, mencuri, berdusta, sombong, dan sifat-sifat jahat lainnya. Permusuhan yang dahsyat ini, antara setan dan manusia sering dianggap samara, yang sebenarnya adalah sebuah peperangan nyata (‘aduwwum mubin). Sifat-sifat ketuhanan yang harus diikuti, akan lenyap dan berubah pada meneladani sifat-sifat setan, jika sudah setan akrab dengan manusia maka lidahnya lidah setan, matanya mata setan, telinganya telinga setan, langkahnya langkah setan dan semuanya menteladani setan.
Untuk mengetahui dan mengukur kapan setan melancarkan serangannya, ini dapat diketahui dari keimanan yang ada. Ketika iman dalam posisi meninggi (murtafi’), langkah setan sudah terbaca, kalau posisinya sedang (mutawassit) jalannya setan baru kerasa, namun apabila pada posisi rendah (munkhafid) setan berteriak-teriak bahkan menusuk dan menyebar virusnya tidak dirasakan. Posisi iman selalu berubah kadang bertambah dan kadang berkurang (yazidu wa yankus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar