(Telaah Kritis Terhadap Pandangan Orientalis Terhadap Qirotul al-Qur'an)
Halimi Zuhdy
Abstraksi
Al-Qur'an sebagai kitab suci yang dianggap sakral, dan melalui beberapa tahapan dari alam transenden kealam emanin (profan) ternyata tidak pernah lepas dari kajian, pembacaan, pembahasan, bahan perenungan dan penelitian. Kajian terhadap al-qur'an terus mengalami kemajuan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan intelektual yang berkembang, hal tersebut untuk mengkaji lebih jauh apa yang ada dibalik teks dan apa yang tersirat dalam teks tersebut, serta apa sebenarnya maksud Tuhan menurunkan ayat tersebut (membaca pikiran Tuhan) . maka muncullah kajian Hermeniutik, strukturalisme dan semeotik, simantik serta fenomelogi.
Diantara kajiannya adalah Qiroatul Qur'an yang merupakan sebuah fenomena yang ada dalam pengkajian al-Qur'an itu sendiri , untuk menemukan al-Qur'an dalam bentuk aslinya, sesuai dengan bacaan pada masa penerimaan wahyu, sehingga muncul beragam jenis bacaan al-qur’an dan beberapa tokohnya, dan munculnya beragam jenis dan imam qiroah tersebut membawa reaksi negatif bagi orang-orang orentalis, karena mereka menganggap bahwa ketidaksamaan dan banyaknya versi qiroah merupakan ketidak orisinilan dan ketidak autentikan al-Qur’an serta adanya campur tanangan manusia dalam al-qur’an. Anggapan mereka Sebagai kitab suci yang terjaga dan terpelihara, diturunkan oleh Tuhan dengan satu bacaan dan tidak akan ada perbedaan.
Qiroatul qur'an yang seakan-akan terlepas dari kritik, analitik adalah qiro'ah as-sab'ah, sehingga tidak perlu dikaji dan direkontruksi. Sedangkan kajian-kajian diluar Islam yang dimotori oleh orang-orang orentalis mencari kelemahan untuk menurunkan 'ijaz qur'an dan menghilangkan kekuatan dan kemurnian yang ada didalamnya, dengan mengatakan perbedaan qiraah al-Qur’an hanya merupakan rekasa dan ciptaan para Imam saja, sehingga orang yang membaca diluar ketentuan para imam tidak dihukumi kafir dan hal tersebut boleh dilakukan . Maka untuk membantah dan mengkritisi pandangan mereka tentang perbedaan qiro'atul qur'an, memerlukan beberapa argumen yang kuat sehingga al-Qur'an tetap nampak dalam bentuk aslinya tampa ada campur tangan manusia.
Pandangan Orentalis Terhadap Qira'atul Quran.
Qira'atul Quran yang diyakini bersumber dari Nabi SAW, dan bukan hasil rekaan atau ciptaan para ulama ahli Qiraah. Bahkan ada sementara Qira'atul Quran yang disepakati dan diakui oleh para ulama tentang ke-qur'anannya, karena Qira'atul tersebut diriwayatkan secara mutawatir berasal ari Nabi SAW, yaitu Qira'atul Sab'ah.karena itu Qira'atul Sab'ah merupakan wahyu dari Allah SWT. Baik wahyu dalam arti difirmankan oleh-Nya, maupun wahyu dalam arti diizinkan oleh –Nya untuk dibaca dengan Qira'atul lain, melalui taqrir (pengakuan) wahyu-Nya.
Sementara itu, ada pandangan kecil ulama yang menyatakan, bahwa perbedaan Qira'atul Quran itu bukan bersumber dari Nabi SAW.
Thaha husayn misalnya, berpendapat bahwa adanya Qira'atul al-Quran itu bukanlah karena, demikianlah al-Quran diturunkan, bukan pula karena demikianlah Allah SWT. Mengizinkan untuk membacanya. Dan bukan kaena demikianlah Nabi SAW. Membacanya. Selain itu ia menyatakan, bahwa Qira'atul al-sab'ah itu bukan bersumber dari wahyu. Karena itu, orang yang menginkarinya tidak dihukumkan kafir I atau Fasiq.
Senada dengan pernyataan thaha husayn di atas, Jawwad Ali menyatakan, bahwa penyebab utama dari adanya perbedaan Qira'atul al-Quran adalah, tidak adanya tanda huruf ( النقط) dan tanda baca ( الشكل) setelah dibukukannya al-Qur'an dalam satu mushhaf, sementara adanya tanda huruf ( النقط) dan tanda baca (الشكل ) baru muncul selang beberapa lama setelah itu.
Agaknya, pendapat mereka tersebut bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru, karena kaum orientalis sebelum mereka, semisal Theodor noldeke, Gold Dziker dan Arthur Jeffry sudah mengumandangkan pernyataan seperti itu.
Karena itu, labib al-Said misalnya, menyatakan bahwa secara tidak langsung, pendapat Thaha Husayn tersebut dipengaruhi oleh pandangan theodor Noldeke. Demikian pula pendapat Jawwad Ali, pada hakekatnya tidak lain pendapat yang dikemukakan oleh Theodor Noldeke dan Gold Dziker. Para orientalis sebagaimana telah disebutkan di atas, pada prinsipnya memiliki padangan yang sama yaitu, bahwa perbedaan Qira'ah al-Qur'an merupakan rekayasa dan ciptaan para ulama ahli qiraah. Menurut mereka, ada dua hal pokok yang menimbulkan terjadinya perbedaan Qira'atul al-Quran yaitu :Pertama, Ketiadaan mushhaf (usmani) dari tanda huruf ( النقط)
Kedua, Ketiadaan mushhaf (usmani) dari baca (الشكل).
Disamping itu, Theodor noldeke juga berpendapat, bahwa huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada awal sebagian surat-surat al-Qur'an, hanyalah merupakan huruf-huruf awal dari nama-nama surat al-Qur'an tertentu. Sebagai contoh, huruf ( س ) adalah huruf awal dari nama sahabat ( سعد بن ابي وقاص ), huruf ( م ) adalah huruf awal dari nama sahabat ( المغيرة ) huruf ( ن ) adalah huruf awal dari nama sahabat (عثمان بن عفان ) huruf ( ه ) adalah huruf awal dari nama sahabat ( ابو هريرة ).
Dengan berbagai alasan, tampa memakai sumber referens mereka mengatakan bahwa perbedaan Qira'atul Quran itu bukan bersumber dari Nabi SAW tetapi hasil dari rekayasa dan ciptaan manusia. Perbedaan bacaan di kalangan imam qiro’ah, adalah sesuai dengan versi dan aliran mereka, bukan berasal dari Nabi SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar