Jumat, 14 Agustus 2009

Menyelami Lautan Cinta


(Sebuah Alunan Dari Selaput Cinta Yang Robek)

Halimi Zuhdy

Dunia dibangun melalui imajinasi. Engkau menyebut dunia ini kenyataan hanya karena dunia ini dapat dilihat dan nyata. Sedang gagasan haqiqi yang merupakan cabang dunia, justru engkau namakan imajinasi. Padahal kenyataannya sebaliknya, imajinasi adalah dunia itu sendiri (Rumi)

Coretan ini hanyalah sebuah pengantar untuk sedikit membuka lembar cinta dari dunia idealitas-prasaan menuju realitas-ekspresi, dan celoteh ini tidak lebih hanya sekedar juntai-juntai dari seribu makna cinta, seribu ekspresi cinta, dan berjuta-juta apresiasi cinta dalam kedai asmara.



CINTA, siapa yang tidak mengenalnya! kata ini, kedengaranya begitu menggairahkan, melankolis, puitis, sentimintil sekaligus dramatis. Kadang kehadirannya diluar rasionalitas, dan tidak dapat dijelaskan dengan bahasa apapun. Maka, meminjam bahasa Alfionita, cinta adalah misteri, merupakan ungkapan klise dari ketidak mampuan kita untuk menerangkan secara ilmiah. Dan cinta tidak membutuhkan kategori ilmiah, objektifitas nilai, atau perdebatan yang melelahkan, sebab cinta adalah rasa di mana di dalamnya melekat kategori perteanggungjawaban. Apapun kita menamainya yang jelas semua manusia pasti mengalaminya, bahkan sejarah manusia sesungguhnya cinta itu sendiri, karenanya cinta tidak bisa diciptakan atau dibunuh. Demikian juga kata Rumi; cinta tidak bisa sirna hanya disebabkan ketidakmampuan pengungkapannya. Sebab bagian utama dari cinta itu adalah hati, bukan rasio : seorang anak kecil mencintai susu, dan susu menjadi makanannya, meski demikian, dia tidak dapat menjelaskan apa susu itu sebenarnya. Meskipun jiwanya menghasratkan; mustahil dia mampu mengungkapkan dengan lisan kepuasan yang diperoleh dari meminum susu atau bagaimana dia menderita apabila dijauhkan dari susu.
Cinta hadir, mengalir tanpa direncanakan kehadirannya. Dan tidak seorangpun mengetahui kapan cinta harus datang atau pergi, ia adalah air dalam sungai kehidupan yang mengalir memberikan kesejukan dalam jiwa-jiwa gersang, ia adalah mutiara-mutiara yang menyegarkan pandangan. Jadi, biarlah cinta ada, berkembang, tumbuh tanpa harus di jadwal. Sebab, cinta bukan matematika, tidak juga perusahan industri yang bisa digambar. Kita tidak bisa membatasinya, apalagi menghilangkan. Biarlah ia berjalan alami -apa adanya. Sebab, ketika cinta masuk dalam logika industri, sesungguhnya cinta itu tidak menjadi dirinya sendiri, ia telah tereduksi, begitulah kata Vivi.
Di tengah arus kegersangan, persaingan, keangkuhan dan kemunafikan, setetes anggur cinta adalah harapannya, karena dapat menyegarkan kerongkongan dari angkara murka dan kemarahan, adakah selain cinta yang dapat meluluh lantakkan kemunafikan dan keangkuhan? biarlah fir’un, Hitler, dan algojo-algojo memaksa sang Mouses untuk meninggalkan Tuhannya dalam keadaan mabuk cinta, biarlah sang orang tuanya (tanpa cinta) menjadi penghalang cinta Juliut dan Romeu tapi bunga cinta pun terus mekar meskipun teragis dalam akhir ceritanya, tapi cinta tetap tumbuh dalam kesempurnaan, meminjam istilahnya Kuswaidi “siapapun boleh mencoba atau melakukan apa saja, tapi akhirnya siapapun juga akan tahu dan menyadari bahwa cintalah satu-satunya makhluq yang diberi kemungkinan untuk mulus meyebrang ke “rumahNya”, kesebuah wilayah yang tidak akan pernah final dirumuskan oleh intelektualis yang paling handal sekalipun; cinta bertahta di atas segala garis, bersila di atas segala mungkin”, karena cinta adalah energi-dan –kristal-cahaya yang tidak bisa diringkus oleh apapun, maka dapat dipastikan bahwa ia menyelusup ke dalam berbagai bentuk dan penampilan. Lanjut.....sesion 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar