Halimi Zuhdy Ls
Pada edisi 15, sajak Ridwan yang berjudul “cintaku Buat Yang Satu” membuatku tertarik untuk mengomentarinya, akrena ia memiliki ciri khas dan karekristik tersendiri.
Jika kita yakini sajak sebagai bentuk intensifikasi dan konsentrasi pernyataan kesan, pada sajak Ridwan hal ini kita temukan, sajaknya menunjukkan adanya pertautan dalam yang erat untuk mendukung makna. Internal coherence-nya terjaga dengan baik. Irama larik-larik sajaknya sederhana, tetapi mampu mendukung makan melalui bangunan citra yang tanmpak menunjuk berbagai rasa dan prasaan.
Ridwan memang kurang cermat dalam pemilihan kata-kata, misalnya ia tidak terlalu memperhitungkan panjang pendeknya kata, jumlah suku kata, sehingga ia terkesan hanya sebagai ungkapan rasa tanpa memilih kata yang indah (melodius), namun ia mampu menyampaikan makna dengan lugas.
Kesederhanaan sajak ini dapat kita lihat, misalnya dalam mengungkapkan mempertanyakan tentang apa yang ia saksikan sehari-hari; adakah yang membasahi pipimu selain doamu/adakah ucapanmu selain doamu/adakah terjagamu selain tahajjudmu/adakah laparmu selain puasamu/apakah kau lakukan demi aku/ dan pertanyaan lain pada baik berikutnya/bagaimana nasibku/siapakah kamu/dimana kamu/akan kemana aku/beruntungkah aku; kalau kita baca sepintas tidak ada yang istimewa dalam sajaknya, tapi ketika kita baca secra utuh maka di sana kita temukaan makna yang cukup dalam ungkapan yang benar-benar tulus tentang hakekat cinta pada-Nya, dan cinta kepada makhluk hanya jalan menemui-Nya; seandainya hari belum petang/kan kubawa kau jalan-jalan/memenuhi rukun Islam/sebagai ujud rasa cintaku/sekaligus penghormatan imanmu/serta penebusan dosa-dosaku.
Kata yang biasa, menjadi luar biasa karena imaji yang dibangun oleh Ridwa menjadi satu kesatuan yang utuh, dan ditinjau dari pemilihan kata-katanya, sajak Ridwan hadir dengan semangat bersahaja. Akan tetapi di balik kebersahajaannya, terbayang makna yang jelas, yang agak mewakili sosok kepenyairan Ridwa, dalam sebuah bangunan karya estetis yang koheren.
Sajak Ridwa mungkin tersa lebih indah jika ia mempoles dengan kata-kata metafor dan memaksimalkan bunyi, dan lebih cermat dalam pemilihan kata. Namun, Ridwan cukup lihai dalam menutup sajaknya, dari beberapa pertanyaan yang ada di dalam sajaknya ia tutup dnegan harapan/semoga aku tak lagi keliru/memahami cinta dan kasih sayang/dari pertaubatan cintanya yang dianggap keliru dan pedenya ia bercinta, maka ia menutupnya dengan penyesalan dan harapan, dan ia menemukan bahwa cintanya hanya untuk Yang Satu.
Sajak yang juga bertolak dari kerinduan dan kecntaan pada Allah adalah karya Nawirah (edisi kali ini). dengan sajaknya, “Pertemuan Malam” ia mengungkapkan indahnya bercumbu mesra dengan Tuhan lewat pengakuan dosa-dosanya, sehingga pertemuan itu benar-benar membekas rindu yang mendalam, ia ungkapkan dalam sajaknya; dalam sujud kuteringat dosa-dosa/mengalir mengikuti tetesan air mata/tetesan yang kuharap berubah menjadi cinta/menjadi cinta di atas segaqla cinta/hingga tak ada lagi cinta hatiku/yang dapat kupersembahkan selain padaMu.
Kesederhanaan sajak ini tanpak berakhirnya hubungan-istimewa antara aku-lirik dan engkau lirik. Banyak orang yang mengalami kerinduan ini dengan Tuhannya. Tapi untuk menulisnya dalam bentuk puisi, disamping diperlakukan penghayatan, diperlukan pula kemampuan mengembangkannya secara imajinatif sampai kemungkinan yang paling mustahil. Sayangnya, Nawirah tidak mengolah sajak kerinduannya dengan imajinasi agar sampai pada ungkapan puitik yang lebih menggugah. Kalau ia mengolahnya dengan ketajaman imajinasi, apalagi ditambah dengan kemampuannya menjaga bunyi yang tanpak cukup baik, sajaknya pastilah lebih bermakna dan menggugah.
Kalau kita perhatikan, kekuatan sajak Nawirah memang bukan pada diksi dan imajinasi, melainkan pada makna, pesan, amanah. Tapi bagaimanapun, karena sajak pertama-tama adalah bahasa dan imajinasi, maka makna pesan, amanat sejatinya dibungkus dengan diksi dan imajinasi yang menyaran. Dengan cara itu, makna akan sampai dan menghujam ke jantung kesadaran pembaca.
CINTAKU BUAT YANG SATU
Rider*
Adakah yang membasahi pipimu selain air matamu
Adakah ucapanmu selain do'amu
Adakah terjagamu selain tahajjudmu
Adakah laparmu selain puasamu….
Apakah kau lakukan itu demi Aku….?
Kau jawab "tidak nak..., kau keliru kau memang buah hatiku,
tapi aku lebih mencintai Kekasih sang Kekasihku…"
Sungguh tersayat hatiku, mendengar ucapmu…
Bagaimana nasibku…
Yang selama ini PD dengan kasih sayangmu…
Merasa cukup dengan mencintai dan dicintaimu...
Lupa akan siapa aku…
Siapa kamu…
Di mana aku…
Akan kemana aku…
Astaghfirullah…
Seandainya hari belum petang
Kan ku bawa kau jalan-jalan
Memenuhi rukun Islam
Sebagai wujud rasa cintaku
Sekaligus penghormatan imanmu
Serta penebusan dosa-dosaku
Dan kan kutunjukkan pada semua orang
Inilah kasihku…
Berungtung kan aku…??!!
Sayang…
Senja telah datang
Aku terlambat menyadarinya
Aku hanya bisa menerawang
Sambil mohon ampunan
Dan menyampaikan harapan
Semoga aku tak lagi keliru
Memahami cinta & kasih sayang…
PERTEMUAN MALAM
Dalam pertemuan malam
Kugelar permadani pengabdian
Kuteteskan air mata kerinduan
Dalam pertemuan malamku
Bibirku bergerak menyebut namaMU
Mengalun cepat searah cintaku padaMU
Di pertemuan malam ini ku persembahkan diriku untukmu
Di mana mata-mata bening terbuai mimpi
Di mana sang pujangga khusuk dalam puisi dan nyanyian hati
Di malam saat semua pecinta terlena dalam buaian asmara
Dalam sujud kuteringat dosa-dosa
Mengalir mengikuti tetesan-tetesan air mata
Tetesan yang kuharap berubah menjadi cinta
Menjadi cinta di atas segala cinta
Hingga tak ada lagi cinta di hatiku
Yang dapat kupersembahkan selain untukMU
Rabbi…….!!! Usai sudah pertemuan malamku denganMU
Malam yang kurasa indahnya berada diatas segala keindahan
Walau kini kurasakan sesaknya perpisahan
Namun kuyakin dalam pertemuan berikutnya
Masih tersenyum dan mengajakku kembali
Dalam nyanyian cinta ILAHI………………!!!
Pada edisi 15, sajak Ridwan yang berjudul “cintaku Buat Yang Satu” membuatku tertarik untuk mengomentarinya, akrena ia memiliki ciri khas dan karekristik tersendiri.
Jika kita yakini sajak sebagai bentuk intensifikasi dan konsentrasi pernyataan kesan, pada sajak Ridwan hal ini kita temukan, sajaknya menunjukkan adanya pertautan dalam yang erat untuk mendukung makna. Internal coherence-nya terjaga dengan baik. Irama larik-larik sajaknya sederhana, tetapi mampu mendukung makan melalui bangunan citra yang tanmpak menunjuk berbagai rasa dan prasaan.
Ridwan memang kurang cermat dalam pemilihan kata-kata, misalnya ia tidak terlalu memperhitungkan panjang pendeknya kata, jumlah suku kata, sehingga ia terkesan hanya sebagai ungkapan rasa tanpa memilih kata yang indah (melodius), namun ia mampu menyampaikan makna dengan lugas.
Kesederhanaan sajak ini dapat kita lihat, misalnya dalam mengungkapkan mempertanyakan tentang apa yang ia saksikan sehari-hari; adakah yang membasahi pipimu selain doamu/adakah ucapanmu selain doamu/adakah terjagamu selain tahajjudmu/adakah laparmu selain puasamu/apakah kau lakukan demi aku/ dan pertanyaan lain pada baik berikutnya/bagaimana nasibku/siapakah kamu/dimana kamu/akan kemana aku/beruntungkah aku; kalau kita baca sepintas tidak ada yang istimewa dalam sajaknya, tapi ketika kita baca secra utuh maka di sana kita temukaan makna yang cukup dalam ungkapan yang benar-benar tulus tentang hakekat cinta pada-Nya, dan cinta kepada makhluk hanya jalan menemui-Nya; seandainya hari belum petang/kan kubawa kau jalan-jalan/memenuhi rukun Islam/sebagai ujud rasa cintaku/sekaligus penghormatan imanmu/serta penebusan dosa-dosaku.
Kata yang biasa, menjadi luar biasa karena imaji yang dibangun oleh Ridwa menjadi satu kesatuan yang utuh, dan ditinjau dari pemilihan kata-katanya, sajak Ridwan hadir dengan semangat bersahaja. Akan tetapi di balik kebersahajaannya, terbayang makna yang jelas, yang agak mewakili sosok kepenyairan Ridwa, dalam sebuah bangunan karya estetis yang koheren.
Sajak Ridwa mungkin tersa lebih indah jika ia mempoles dengan kata-kata metafor dan memaksimalkan bunyi, dan lebih cermat dalam pemilihan kata. Namun, Ridwan cukup lihai dalam menutup sajaknya, dari beberapa pertanyaan yang ada di dalam sajaknya ia tutup dnegan harapan/semoga aku tak lagi keliru/memahami cinta dan kasih sayang/dari pertaubatan cintanya yang dianggap keliru dan pedenya ia bercinta, maka ia menutupnya dengan penyesalan dan harapan, dan ia menemukan bahwa cintanya hanya untuk Yang Satu.
Sajak yang juga bertolak dari kerinduan dan kecntaan pada Allah adalah karya Nawirah (edisi kali ini). dengan sajaknya, “Pertemuan Malam” ia mengungkapkan indahnya bercumbu mesra dengan Tuhan lewat pengakuan dosa-dosanya, sehingga pertemuan itu benar-benar membekas rindu yang mendalam, ia ungkapkan dalam sajaknya; dalam sujud kuteringat dosa-dosa/mengalir mengikuti tetesan air mata/tetesan yang kuharap berubah menjadi cinta/menjadi cinta di atas segaqla cinta/hingga tak ada lagi cinta hatiku/yang dapat kupersembahkan selain padaMu.
Kesederhanaan sajak ini tanpak berakhirnya hubungan-istimewa antara aku-lirik dan engkau lirik. Banyak orang yang mengalami kerinduan ini dengan Tuhannya. Tapi untuk menulisnya dalam bentuk puisi, disamping diperlakukan penghayatan, diperlukan pula kemampuan mengembangkannya secara imajinatif sampai kemungkinan yang paling mustahil. Sayangnya, Nawirah tidak mengolah sajak kerinduannya dengan imajinasi agar sampai pada ungkapan puitik yang lebih menggugah. Kalau ia mengolahnya dengan ketajaman imajinasi, apalagi ditambah dengan kemampuannya menjaga bunyi yang tanpak cukup baik, sajaknya pastilah lebih bermakna dan menggugah.
Kalau kita perhatikan, kekuatan sajak Nawirah memang bukan pada diksi dan imajinasi, melainkan pada makna, pesan, amanah. Tapi bagaimanapun, karena sajak pertama-tama adalah bahasa dan imajinasi, maka makna pesan, amanat sejatinya dibungkus dengan diksi dan imajinasi yang menyaran. Dengan cara itu, makna akan sampai dan menghujam ke jantung kesadaran pembaca.
CINTAKU BUAT YANG SATU
Rider*
Adakah yang membasahi pipimu selain air matamu
Adakah ucapanmu selain do'amu
Adakah terjagamu selain tahajjudmu
Adakah laparmu selain puasamu….
Apakah kau lakukan itu demi Aku….?
Kau jawab "tidak nak..., kau keliru kau memang buah hatiku,
tapi aku lebih mencintai Kekasih sang Kekasihku…"
Sungguh tersayat hatiku, mendengar ucapmu…
Bagaimana nasibku…
Yang selama ini PD dengan kasih sayangmu…
Merasa cukup dengan mencintai dan dicintaimu...
Lupa akan siapa aku…
Siapa kamu…
Di mana aku…
Akan kemana aku…
Astaghfirullah…
Seandainya hari belum petang
Kan ku bawa kau jalan-jalan
Memenuhi rukun Islam
Sebagai wujud rasa cintaku
Sekaligus penghormatan imanmu
Serta penebusan dosa-dosaku
Dan kan kutunjukkan pada semua orang
Inilah kasihku…
Berungtung kan aku…??!!
Sayang…
Senja telah datang
Aku terlambat menyadarinya
Aku hanya bisa menerawang
Sambil mohon ampunan
Dan menyampaikan harapan
Semoga aku tak lagi keliru
Memahami cinta & kasih sayang…
PERTEMUAN MALAM
Dalam pertemuan malam
Kugelar permadani pengabdian
Kuteteskan air mata kerinduan
Dalam pertemuan malamku
Bibirku bergerak menyebut namaMU
Mengalun cepat searah cintaku padaMU
Di pertemuan malam ini ku persembahkan diriku untukmu
Di mana mata-mata bening terbuai mimpi
Di mana sang pujangga khusuk dalam puisi dan nyanyian hati
Di malam saat semua pecinta terlena dalam buaian asmara
Dalam sujud kuteringat dosa-dosa
Mengalir mengikuti tetesan-tetesan air mata
Tetesan yang kuharap berubah menjadi cinta
Menjadi cinta di atas segala cinta
Hingga tak ada lagi cinta di hatiku
Yang dapat kupersembahkan selain untukMU
Rabbi…….!!! Usai sudah pertemuan malamku denganMU
Malam yang kurasa indahnya berada diatas segala keindahan
Walau kini kurasakan sesaknya perpisahan
Namun kuyakin dalam pertemuan berikutnya
Masih tersenyum dan mengajakku kembali
Dalam nyanyian cinta ILAHI………………!!!
Benar-benar komentar sang sastrawan
BalasHapus