Sabtu, 12 April 2008

NABI PEMBAWA KASIH TUHAN

Lelaki berwibawa itu membariskan anak-anak pamannya, Abbas, Abdullah,
Ubaidillah, dan Kutsair. Ia berkata kepada bocah-bocah itu, ”Ayo, siapa
yang lebih dulu mencapaiku, aku beri hadiah.”

Bocah-bocah itu dengan gembira berlarian, berlomba mendapatkan laki-laki
yang mereka cintai itu. Ada yang kemudian jatuh di dadanya, ada yang di
punggungnya. Lelaki yang tidak lain adalah pemimpin agung Nabi Muhammad
SAW itu pun memeluk dan menciumi mereka.

Ketika waktu salat tiba, Rasulullah SAW seperti biasa datang untuk
mengimami jamaah. Namun, kali ini, beliau datang dan salat dengan
memanggul cucunya, Umamah binti Abil ’Ash, di pundaknya. Pada saat
rukuk, Umamah diletakkan dan saat bangkit dari rukuk cucunya itu
diangkat lagi.

Kisah Nabi

Zahir sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seseorang
memeluknya kuat-kuat dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut dan
berusaha melepaskan diri, katanya, ”Lepaskan aku! Siapa ini?”

Orang yang memeluknya tidak melepaskannya, justru berteriak, ”Siapa mau
membeli budak saya ini?” Begitu mendengar suaranya, Zahir sadar siapa
orang yang mengejutkannya itu. Bahkan, ia merapatkan punggungnya ke dada
orang yang memeluknya, sebelum kemudian mencium tangannya. Lalu, katanya
riang, ”Lihatlah, ya, Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.”

”Tidak, Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi,” sahut lelaki yang
memeluk dan ”menawarkan” dirinya seolah budak itu yang ternyata tidak
lain adalah Rasulullah, Muhammad SAW.

Zahir Ibn Haram dari suku Asyja’ adalah satu di antara sekian banyak
orang dusun yang sering datang berkunjung ke Madinah, sowan menghadap
Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Di perjalanan, rombongan berhenti untuk beristirahat. Ketika mereka
menyiapkan santapan, seseorang mengangkat tangan dan berkata, ”Aku yang
menyembelih kambingnya.”

”Aku yang mengulitinya!” kata yang lain. ”Aku yang memasak!” sahut yang
lain lagi. ”Kalau begitu, aku yang mencari kayu bakar!” kata pemimpin
mereka, Nabi Muhammad SAW. Orang- orang pun serentak berkata, ”Tak usah,
ya, Rasulullah, biar kami saja yang bekerja.”

”Aku tahu kalian bisa membereskan pekerjaan ini tanpa aku,” sergah Sang
Nabi, ”tetapi aku tidak ingin berbeda dari—istimewa melebihi—kalian.
Allah tidak suka melihat hambanya berbeda dari sahabat-sahabatnya.”

Pemimpin Agung

Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sengaja saya
nukilkan penggalan-penggalan hadis. Hadis-hadis sahih semacam ini jarang
sekali dinukil, baik dalam ceramah keagamaan maupun dalam tulisan.
Mungkin orang menganggap hal- hal itu terlalu biasa dan kurang menarik.
Padahal, pemeran utama berbagai penggalan kisah kehidupan itu adalah
sang pemimpin agung yang nabi yang rasul, utusan Allah.

Pemeran utama berbagai cuplikan kisah itu adalah Kanjeng Nabi Muhammad
SAW yang oleh Michael H Hart, namanya ditempatkan dalam urutan pertama
100 manusia paling berpengaruh di dunia. Pemeran utama cuplikan-cuplikan
kisah itu adalah utusan Allah, Muhammad SAW, yang agamanya diikuti oleh
mayoritas bangsa ini. Pemimpin yang berhasil membangun masyarakat madani
di Madinah. Pemimpin yang mencintai dan dicintai umatnya. Pemimpin yang
ditaati karena dicintai dan bukan karena ditakuti.

Di dada dan punggung Pemimpin Agung itulah bocah-bocah, anak-anak
pamannya, bergelayutan dengan riang. Di pundak Pemimpin Agung itulah
Umamah binti Abil ’Ash, cucunya, digendong dibawa mengimami salat.
Pemimpin Agung itulah yang bercanda dan menggoda salah seorang rakyatnya
di pasar. Pemimpin Agung itulah yang tidak mau diistimewakan oleh kawan-
kawan rombongannya dan meminta bagian pekerjaan juga seperti anggota
rombongan yang lain.

Kasih sayang

Dari adegan-adegan sederhana itu, Anda pasti dapat membaca, antara lain,
kasih sayang dan kerendah-hatian Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kasih sayang
dan kerendah-hatian inilah yang menjadi faktor utama mengapa beliau amat
dicintai dan disayangi umatnya. Kasih sayang sudah menjadi bawaan
Kanjeng Nabi SAW.

Pernah Kanjeng Nabi SAW mencium cucunya, Hasan Ibn Ali, di hadapan tokoh
suku Tamim, Aqra’ Ibn Habis. Aqra’ berkomentar, ”Aku punya sepuluh anak
dan tak seorang pun pernah aku cium.” Kanjeng Nabi memandang Aqra” dan
bersabda, ”Man laa yarhamu laa yurhamu.” ”Orang yang tidak menyayangi,
tidak akan disayangi.”

Kasih sayang bukan saja bawaan Rasulullah SAW dan merupakan sikap hidup
beliau, melainkan juga merupakan misi beliau; sesuai dengan yang
difirmankan Tuhannya dalam Al Quran (Q. 21: 107). Seperti nabi-nabi
sebelumnya, Nabi Muhammad SAW adalah pembawa kasih sayang Tuhan. Maka,
mereka yang mengaku pemimpin penerus risalah Nabi, tetapi tidak memiliki
kasih sayang, akan kesulitan bahkan juga menyulitkan orang lain.

Semoga selawat dan salam dilimpahkan kepada Kanjeng NabiMuhammad SAW.

A Mustofa Bisri Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut
Thalibin, Rembang, Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar