Facebook Halimi Zuhdy
Sabtu, 05 Januari 2008
SASTRA MADURA & KEKERASAN
Halimi Zuhdy
Sastra Madura yang penuh dengan pesan, kesan, kritik
dan ajaran-ajaran sempat lenyap dari permukaan , di
masa lampau sastra lisan madura sangat diminati oleh
masyarakat dari kalangan grass root (rakyat jelata)
sampai kalangan elit (kraton), karena dengan sastra
tersebut rakyat madura dapat mengeskpresiankan diri,
menyampaikan pesan moral, gejolak hati, ajaran agama.
Orang Madura yang terkenal keras menghadapi hidup,
maju menentang arus, masih sempat untuk mendendangkan
sastra –sastra, dengan kondisi geokrafis yang panas,
ombak lautan yang garang, maka sastra-satranya penuh
dengan motifasi, pesan ajaran yang ketat.
Di antara sastra Madura yang sangat di gemari antara
lain, dongeng, lok-olok, syi’ir, tembang, puisi mainan
anak-anak. Dungeng madure adalah cerita atau kisah
yang di ambil dari cerita-cerita rakyat madura, yang
mengandung beberapa pesan, dan harapan. Dongeng ini
sering di dendangkan dalam pengajian,
perkumpulan-perkumpulan. Sehingga hal tersebut di
anggap primer dalam menumbuhkan kembangkan
tradisi-tradisi yang ada dipulau madura. Dan dongeng
tersebut merupakan cermin kehidupan pada masa lampau.
Sedangkan Syi’ir merupakan untaian kata-kata indah,
dengan susunan kalimat-kalimat yang terpadu. Biasanya
syi’ir ini di baca di pesantren-pesanten, majlis
ta’lim, dan walimatul urs. Tembeng tidak jauh berbeda
dengan syi’ir, biasanya tembang di baca ketika punya
hajat atau akan mengawinkan anaknya, yang di baca oleh
dua orang atau lebih sepanjang malam.
Sastra Madura yang akhir-akhir ini, disinyalir semakin
melemah karena publik kurang memperhatikan sebagai
mana diungkapkan oleh Prof Dr Suripan sadi Hotomo
“Sastra Madura (modern) telah mati, sebab sastra ini
tak lagi mempunyai majalah BM (Berbahasa Madura-Red).
Buku-buku BM pun tak laku jual. Dan, sastra Madura tak
lagi mempunyai kader-kader penulis muda, sebab yang
muda-muda umumnya menulis dalam bahasa Indonesia”
Meskipun demikian dewasa ini sedikit, bahkan dapat
dikatakan tidak ada, yang berminat menulis sastra
dalam bahasa Madura. Bahkan tokoh-tokoh sastrawan
Madura, seperti Abdul Hadi WM, Moh. Fudoli, dan
lain-lain lebih suka menulis dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan nama-nama penerjemah sastra Madura yang
terkenal seperti SP Sastramihardja,
R.Sosrodanoekoesoemo, R. Wongsosewojo kini telah tiada
dan belum ada penggantinya. Mungkin hal ini merupakan
sebuah proses sastra Madura sedang mengindonesiakan
diri. Namun, meskipun demikian sastra Madura tidaklah
lenyap dari peredaran tampa menyisakan bekas
sedikitpun
Meskipun ada pendapat modern yang menyatakan bahwa
sastra tidak harus menjadi cermin masyarakat, tidak
dapat di buat rujukan terhadap fenomena yang
berkembang dalam masyarkat tersebut, dan juga sastra
bukanlah merupakan gambaran dari kehidupan yang ada
pada masyarkat tersebut, namun berbeda dengan sastra
Madura yang justru menjadi cermin dari kesanggupan
menghadapi kehidupan; alam yang keras, panas yang
menyengat, lautan yang garang, dan berbatu cadas,
disinilah sastra Madura menjadi cermin kehidupan di
samping sikap terhadap Tuhan yang menciptakan alam
semesta.
Selama ini orang Madura yang terkenal dengan
kekerasaanya, baik watak, sikap, kemauan, berpendapat,
dan segala bentuk kekerasan ditujukan pada orang
Madura. Sehingga image tentang Madura dihadapan
publik buruk dan jauh dari sikap santun dan damai.
Sastra Madura dalam hal ini sangat memberikan kesan
dan peran , bahwa anggapan publik selama ini tentang
kekerasan yang sering diidentikkan dengan jahat,
marah, amoral, kasar, tidak bersahabat tidaklah benar.
Kekerasan berbeda dengan keras, keras memang merupakan
watak kebanyakan orang Madura, yang memang kondisi
cultural dan geografisnya panas, ombak lautan yang
garang, gunung-gunung yang terjal, bebatuan yang
kokoh, menjadikan watak orang medura keras. Keras
dalam hal ini, dalam kemauan, memegang prinsip,
aqidah, dan keras terhadap ajaran-ajaran agama. maka
sastra-satranya penuh dengan motifasi, pesan ajaran
yang ketat, menentang kema’siatan, keras terhadap
musuh-musuh yang mencoba menghancurkan aqidahnya.
Sastra Madura (syair) , yang kebanyakan lewat pesatren
dapat membuktikan bahwa isi dan kandunganya mengadung
ajaran yang ketat.
Sosok Zawawi dengan celurit emasnya, mampu mengubah
persepsi di hadapan publik bahwa celurit sebagai alat
pembunuh menjadi alat yang bermamfaat bagi kehidupan
orang Madura, yang memang menjadi ciri khas orang
Madura. Yang jelas Sastra Madura mampu meluluhkan hati
dan gejolak masyarakat Madura, dan menghilangkan kesan
terhadap anggapan-anggapan bahwa orang Madura kasar,
jahat dan amoral. Sastra yang selalu diindentikan
dengan halus, indah maka demikian juga sastra Madura
yang penuh dengan mutiara-mutiara kata, rangkain
kalimat yang indah dan penuh dengan nuansa regilius.
Potena mata tak bisa ngobe karep
Biruna omba’ abernai kasab
Pangeran mareksane ngolapah ateh
Gelinah betoh, tebeleh bumi tak kobesa
Ngobe ngagelinah Pangeran.
*) Alumni PP. Anuqoyah Sumenep.
Peneliti sastra, cerpenis Alumni Fakultas Humaniora Budaya,
Jurusan sastra Arab UIN Malang, dan kini Ketua
Linguistic and literature Malang, sekarang lagi kuliah dimlom aly di King sauud university, setelah lulus dari S2 di PBA UIN MAlang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar